Share

Bab 4

Seseorang menarik paksa lengan Alya untuk masuk ke sebuah ruangan kosong. Mulut gadis itu disumpal dengan telapak tangan kekar dan berurat, hingga bisa dipastikan jika orang itu adalah laki-laki.

Sekuat tenaga Alya melepaskan diri dari orang tersebut. Akan tetapi, karena panik gadis itu sesaat lupa cara melumpuhkan musuh yang menyerangnya dari belakang.

Seraya menenangkan diri, Alya terus menuruti orang tersebut. Di sanalah, dia mulai mengumpulkan tenaga, lalu dengan kekuatan penuh kakinya menerjang bagian selangkang dekat alat kelamin lelaki asing itu.

Orang itu pun terjatuh dan mengaduh kesakitan. Namun, alangkah terkejutnya Alya yang saat itu masih dengan posisi siaga, melihat orang yang baru saja hendak dia lumpuhkan dengan jurus-jurus bela diri yang sudah dia pelajari.

Matanya membulat sempurna, tangan yang awalnya mengepal erat di depan dada hendak menyerang, seketika terangkat dan menutupi mulutnya. Sejurus kemudian, dia berlari mendekati orang tersebut, bahkan sampai harus ikut duduk di lantai berwarna putih itu.

“Ya ampun, Ken, maaf aku nggak sengaja. Kamu nggak pa-pa, kan?” tanya Alya seraya memegangi pundak lelaki yang dia panggil Ken dengan tangan gemetar.

“Beb, it’s oke. Aku nggak pa-pa. Aku juga minta maaf karena udah ngerjain kamu. Tapi aku lupa kalau kamu juga jago bela diri. Alhasil, diriku sendirilah yang celaka,” sahut orang tersebut sambil tersenyum dan kemudian memegang serta mengelus lembut pipi Alya.

“Lagian kamu kenapa, sih, iseng banget?” tanya Alya yang dalam hati sebenarnya masih ada sedikit rasa takut.

“Iya, maaf. Soalnya aku tuh kangen banget sama kamu. Sejak kamu balik, malah kita susah banget ketemunya padahal kita udah satu kota, loh,” ucap Ken, yang tak lain adalah kekasih Alya.

Hubungan keduanya sudah terjalin sejak SMA. Walaupun Ken kerap keluar-masuk penjara karena kasus tawuran dan kekerasan, tetapi Alya tetap setia kepada lelaki itu. Akan tetapi, keduanya terpaksa berpisah jarak karena Alya yang memutuskan untuk kuliah di jurusan kedokteran di salah satu kampus ternama di Jawa Timur

Ken mencoba menarik tubuh Alya ke dalam dekapannya, tetapi gadis itu menolak dan sedikit mendorong tubuh atletis sang kekasih hingga kembali terjungkal ke lantai. Pada saat itu, amarah Ken memuncak karena merasa Alya terlalu menolaknya dengan kasar. Akan tetapi, amarah itu berusaha keras dia tahan. Ken tidak ingin Alya berpikir kalau dirinya mencintai gadis itu karena nafsu belaka, walau pada kenyataannya itulah yang terjadi.

Tak segan Ken mengencani gadis lain di belakang Alya hanya untuk memuaskan hasratnya, karena selama ini pacarnya itu selalu menolak melakukan hal yang sebagian orang menganggapnya menjijikkan jika dilakukan dengan orang yang bukan pasangan sahnya.

“Beb, ayolah. Masa kita hanya ciuman dan pelukan doang? Sekali aja berikan aku lebih dari itu,” pinta Ken dengan memelas.

Alya pun beranjak dan merapikan tasnya lagi. Sebelum benar-benar meninggalkan kelas itu, Alya menatap tajam dan sinis kepada sang kekasih.

“Ingat, Ken, aku memang mencintaimu, tapi bukan berarti aku akan bersedia memberikan semuanya untukmu. Selama ini, semua permintaanmu sudah aku turuti kecuali yang satu itu. Aku harap kamu memahami batasan kita. Jangan pernah ulangi hal itu atau aku akan membuatmu nggak bisa memiliki keturunan. Kamu akan menyesal!” ancam Alya yang kemudian melangkah cepat menjauhi ruangan itu dengan jantung yang masih berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

Tepat di depan pintu ruangan itu, langkah kaki Alya tiba-tiba terhenti. Perasaannya kembali dibuat terkejut, tetapi kali ini oleh keberadaan Richard di depan ruangan itu yang menatapnya dengan mata memicing dan bergantian kepada Ken.

“Ayo pulang, urusan gue sudah selesai,” bisik Alya tetapi dengan suara yang sedikit lebih keras tanpa melakukan kontak mata dengan sang ajudan.

“Apa saya harus melakukan sesuatu kepada lelaki itu?” tanya Richard dengan nada rendah.

Seseorang menarik paksa lengan Alya untuk masuk ke sebuah ruangan kosong. Mulut gadis itu disumpal dengan telapak tangan kekar dan berurat, hingga bisa dipastikan jika orang itu adalah laki-laki.

Sekuat tenaga Alya melepaskan diri dari orang tersebut. Akan tetapi, karena panik gadis itu sesaat lupa cara melumpuhkan musuh yang menyerangnya dari belakang.

Seraya menenangkan diri, Alya terus menuruti orang tersebut. Di sanalah, dia mulai mengumpulkan tenaga, lalu dengan kekuatan penuh kakinya menerjang bagian selangkang dekat alat kelamin lelaki asing itu.

Orang itu pun terjatuh dan mengaduh kesakitan. Namun, alangkah terkejutnya Alya yang saat itu masih dengan posisi siaga, melihat orang yang baru saja hendak dia lumpuhkan dengan jurus-jurus bela diri yang sudah dia pelajari.

Matanya membulat sempurna, tangan yang awalnya mengepal erat di depan dada hendak menyerang, seketika terangkat dan menutupi mulutnya. Sejurus kemudian, dia berlari mendekati orang tersebut, bahkan sampai harus ikut duduk di lantai berwarna putih itu.

“Ya ampun, Ken, maaf aku nggak sengaja. Kamu nggak pa-pa, kan?” tanya Alya seraya memegangi pundak lelaki yang dia panggil Ken dengan tangan gemetar.

“Beb, it’s oke. Aku nggak pa-pa. Aku juga minta maaf karena udah ngerjain kamu. Tapi aku lupa kalau kamu juga jago bela diri. Alhasil, diriku sendirilah yang celaka,” sahut orang tersebut sambil tersenyum dan kemudian memegang serta mengelus lembut pipi Alya.

“Lagian kamu kenapa, sih, iseng banget?” tanya Alya yang dalam hati sebenarnya masih ada sedikit rasa takut.

“Iya, maaf. Soalnya aku tuh kangen banget sama kamu. Sejak kamu balik, malah kita susah banget ketemunya padahal kita udah satu kota, loh,” ucap Ken, yang tak lain adalah kekasih Alya.

Hubungan keduanya sudah terjalin sejak SMA. Walaupun Ken kerap keluar-masuk penjara karena kasus tawuran dan kekerasan, tetapi Alya tetap setia kepada lelaki itu. Akan tetapi, keduanya terpaksa berpisah jarak karena Alya yang memutuskan untuk kuliah di jurusan kedokteran di salah satu kampus ternama di Jawa Timur

Ken mencoba menarik tubuh Alya ke dalam dekapannya, tetapi gadis itu menolak dan sedikit mendorong tubuh atletis sang kekasih hingga kembali terjungkal ke lantai. Pada saat itu, amarah Ken memuncak karena merasa Alya terlalu menolaknya dengan kasar. Akan tetapi, amarah itu berusaha keras dia tahan. Ken tidak ingin Alya berpikir kalau dirinya mencintai gadis itu karena nafsu belaka, walau pada kenyataannya itulah yang terjadi.

Tak segan Ken mengencani gadis lain di belakang Alya hanya untuk memuaskan hasratnya, karena selama ini pacarnya itu selalu menolak melakukan hal yang sebagian orang menganggapnya menjijikkan jika dilakukan dengan orang yang bukan pasangan sahnya.

“Beb, ayolah. Masa kita hanya ciuman dan pelukan doang? Sekali aja berikan aku lebih dari itu,” pinta Ken dengan memelas.

Alya pun beranjak dan merapikan tasnya lagi. Sebelum benar-benar meninggalkan kelas itu, Alya menatap tajam dan sinis kepada sang kekasih.

“Ingat, Ken, aku memang mencintaimu, tapi bukan berarti aku akan bersedia memberikan semuanya untukmu. Selama ini, semua permintaanmu sudah aku turuti kecuali yang satu itu. Aku harap kamu memahami batasan kita. Jangan pernah ulangi hal itu atau aku akan membuatmu nggak bisa memiliki keturunan. Kamu akan menyesal!” ancam Alya yang kemudian melangkah cepat menjauhi ruangan itu dengan jantung yang masih berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

Tepat di depan pintu ruangan itu, langkah kaki Alya tiba-tiba terhenti. Perasaannya kembali dibuat terkejut, tetapi kali ini oleh keberadaan Richard di depan ruangan itu yang menatapnya dengan mata memicing dan bergantian kepada Ken.

“Ayo pulang, urusan gue sudah selesai,” bisik Alya tetapi dengan suara yang sedikit lebih keras tanpa melakukan kontak mata dengan sang ajudan.

“Apa saya harus melakukan sesuatu kepada lelaki itu?” tanya Richard dengan nada rendah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status