Richard pergi meninggalkan Olivia yang masih mematung sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Lelaki itu segera berkumpul dengan tim terakhir yang akan berangkat menyusuri hutan untuk mencari titik lokasi jatuhnya pesawat yang bisa dipastikan sudah memakan banyak korban nyawa.“Oke, apa semuanya sudah berkumpul?” tanya ketua tim.“Sepertinya sudah,” sahut yang lainnya.“Oke, kalau begitu, sebelum kita berangkat, kita berdoa sesuai keyakinan masing-masing untuk keselamatan dan tercapainya tujuan kita, yaitu menemukan titik jatuhnya pesawat. Berdoa, dimulai,” ucap sang ketua tim.Saat semuanya berdoa, tiba-tiba datang Olivia yang bergabung dengan mereka dan berdiri tepat di samping Richard. Walaupun begitu, lelaki itu terlalu khusyuk berdoa hingga tak menyadari keberadaan Olivia.Usai berdoa, Olivia ikut mengatakan amin dan itu membuat Richard terkejut. Awalnya lelaki itu tak ingin menghiraukan Oliv, menurutnya sekarang perempuan itu hanyalah orang asing, tetapi rupanya Oliv bukan or
“Kalian tahu, kan, kalau putri sulung saya baru menyelesaikan studi S1-nya, dan kemarin dia kembali ke kota ini?” tanya seorang laki-laki bertubuh tegap, perutnya sedikit buncit dengan seragam berwarna cokelat muda untuk atasannya dan tua untuk celanya. Tak lupa, beberapa atribut pangkat dan beberapa penghargaan menghiasi seragam tersebut. Di kerahnya terdapat tiga buah bintang berwarna emas.Lelaki itu mengucapkan pertanyaan itu dengan nada tegas, sambil menatap satu per satu beberapa lelaki yang lebih muda dengan badan yang gagah dan proporsional yang ada di hadapannya. Para pemuda berjumlah delapan orang itu membentuk dua barisan, di barisan masing-masing berjumlah empat orang yang semuanya mengantongi sebuah senjata api laras pendek.“Siap, tahu, Komandan!” jawanb delapan orang itu dengan serentak.Lelaki yang disebut komandan itu lantas berjalan perlahan sembari memperhatikan satu per satu anak buahnya, hingga langkah kaki yang sudah memasuki setengah abad menginjak bumi itu berh
“Udah jelas dia mesum, tapi Mama masih aja minta keterangan dari dia?” tanya Alya sambil menunjuk ke arah Richard dengan kelima jarinya. Setelah itu, gadis bergigi gingsul di bagian gigi taring atas sebelah kiri itu pun menyisir rambutnya ke belakang kepala dengan kasar.“Alya, please! Mama mau dengar penjelasan Richard, jadi Mama harap kamu diam dulu!” titah Liana dengan nada dan raut tegas kepada Alya.“Ma ....”Belum sempat Alya melanjutkan kalimatnya, telapak tangan Liana langsung terangkat tepat di depan wajah gadis yang tingginya seratus enam puluhan sentimeter itu. Hal itu sukses membuat Alya terdiam sambil bersedekap disertai tatapan sinis kepada Richard.“Sebelum mengambil keputusan, kita harus bisa melihat dan mendengar dari berbagai sudut pandang. Kamu memang anak Mama, tapi bukan berarti Mama akan selalu membenarkan apa yang kamu lakukan, makanya Mama melakukan ini. Kalau nanti Richard memang bersalah, Mama sendirilah yang akan memberinya hukuman, dan papa pasti akan mendu
Richard mengajukan sebuah syarat, agar Alya membiarkan dirinya berada setidaknya berjarak lima meter, bukan sepuluh meter dari gadis itu. Dia meminta hal itu dengan alasan hal itu demi keselamatan Alya.Awalnya gadis itu menolak, tetapi Richard berhasil membuatnya menyetujui syarat itu. Akan tetapi, hal yang tak dia duga terjadi. Alya menyodorkan sebuah tas belanja berwarna hitam kepada lelaki itu.“Apa itu?” tanya Richard sambil menghadap ke belakang dan memperhatikan tas itu.“Ini baju,” jawab Alya singkat.“Untuk?” tanya Richard lagi.“Ish ... lo cerewet juga, ya, ternyata? Ya buat lo-lah. Buat siapa lagi?” sahut Alya sembari menyodorkan tas tersebut lebih dekat kepada Richard.“Maksudnya, untuk apa Anda memberikan itu kepada saya?” Richard rupanya menginginkan alasan yang lebih detail dari tujuan Alya memberikan pakaian tersebut.“Lo masih inget, kan, kalau gue nggak mau orang lain tahu kalau gue anaknya polisi? Makanya gue kasih ini buat lo!” jelas Alya, tetapi Richard langsung m
Seseorang menarik paksa lengan Alya untuk masuk ke sebuah ruangan kosong. Mulut gadis itu disumpal dengan telapak tangan kekar dan berurat, hingga bisa dipastikan jika orang itu adalah laki-laki.Sekuat tenaga Alya melepaskan diri dari orang tersebut. Akan tetapi, karena panik gadis itu sesaat lupa cara melumpuhkan musuh yang menyerangnya dari belakang.Seraya menenangkan diri, Alya terus menuruti orang tersebut. Di sanalah, dia mulai mengumpulkan tenaga, lalu dengan kekuatan penuh kakinya menerjang bagian selangkang dekat alat kelamin lelaki asing itu.Orang itu pun terjatuh dan mengaduh kesakitan. Namun, alangkah terkejutnya Alya yang saat itu masih dengan posisi siaga, melihat orang yang baru saja hendak dia lumpuhkan dengan jurus-jurus bela diri yang sudah dia pelajari.Matanya membulat sempurna, tangan yang awalnya mengepal erat di depan dada hendak menyerang, seketika terangkat dan menutupi mulutnya. Sejurus kemudian, dia berlari mendekati orang tersebut, bahkan sampai harus ikut
Di rumah Alya, sore itu sang papa pulang lebih cepat. Kedua adiknya pun sudah pulang sejak beberapa sebelumnya. Semua orang tengah berkumpul di ruang keluarga, begitu pun dengan dua orang ajudan lain dan seorang yang bertugas di bagian pengamanan rumah sang jenderal. Sedang ajudan dan tim pengamanan lain berjaga di luar rumah.“Apa ada masalah soal penugasan Richard?” tanya Fajar, papa Alya yang berpangkat Komisaris Jenderal Polisi dan bertugas sebagai komandan korps Brimob Polri.“Ya, seperti yang sudah kita duga sebelumnya kalau Alya pasti akan menolak. Apalagi, ternyata sempat ada accident yang terjadi di bandara waktu mereka sama-sama mau balik ke sini,” jawab Liana.Fajar yang awalnya sedang membaca buku, langsung menutup buku tersebut dan meletakkannya di meja. Dia lantas menoleh kepada sang istri dengan dahi mengerut.“Accident? Apa? Mereka saling kenal?” tanya Fajar penasaran.“Nggak, mereka nggak saling kenal. Hanya saja ada kecelakaan kecil di bandara yang membuat Alya marah
“Lapor, Komandan. Tugas sudah diselesaikan,” ucap Richard saat dirinya sudah sampai di ruang tengah dan berada tepat di hadapan sang jenderal. Dia juga mengatakan hal itu setelah memberikan hormat kepada sang atasan.“Richard,” sapa sang jenderal sambil tersenyum dengan tangan terlipat di depan dada. “Bagaimana tugas barumu hari ini? Apa ada kendala?”“Siap, tidak ada, Komandan,” jawab Richard.“Apa tugas ini menyenangkan atau justru menegangkan?” tanya Fajar lagi.“Siap, menegangkan, Komandan,” jawab Richard jujur, tetapi sukses membuat semua orang di ruangan itu tersenyum penuh arti.“Saya suka kejujuranmu,” ucap Fajar. “Oh ya, malam ini saya akan menugaskan kamu dan Reza untuk mengikuti Alya. Richard tahu, kan, kalau malam ini dia akan ke pesta?”“Siap, tahu, Komandan. Tapi, setahu saya untuk masuk ke tempat pesta tersebut harus memiliki undangan,” jelas Richard.“Nggak masalah. Kalau begitu, pantau saja dari luar. Ingat! Jangan sampai Alya tahu kalau kalian mengikutinya!” Perintah
“Alya Gistara,” Richard melafalkan nama itu dengan sangat jelas. Suaranya begitu lembut hingga menggetarkan hati sang pemilik nama. “Seharusnya Andalah yang meminta maaf, karena yang sebenarnya menabrak adalah Anda, bukan saya. Pasti Anda tidak melihat kalau saya telah berdiri di sini, di titik ini, karena mata Anda hanya fokus ke ponsel dan tidak menghiraukan apa yang ada di depan Anda!”“Lo ....” Ucapan Alya menggantung, jari telunjuknya menunjuk tepat di bawah hidung Richard dengan tubuh mereka yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja.Dalam posisi itu, kedua insan berbeda jenis merasakan sesuatu yang aneh dalam hati masing-masing. Jantung keduanya berdetak terasa lebih cepat, bahkan seolah ingin melompat keluar dari tempatnya. Bahkan, deru dan aroma napas mereka bisa saling mereka hirup.Alya bisa melihat jelas detail wajah tampan Richard, hingga tanpa sadar gadis itu memujinya dalam hati. Namun, tak bisa dimungkiri kalau rasa gengsi itu jauh lebih bertakhta dalam hatinya.“Lo