Kisah Riswan dan Risa itu banyak drama, tapi tidak akan membuat pembacanya dilema. Dalam cerita Bukan Sekelumit Sesal ini, kita belajar karakter Abang Riswan yang sabar. Meski dia anak tunggal, tapi jika penyayang seorang kakak sebenarnya ada dalam diri seseorang, tidak perlu diragukan ketulusannya. Seperti dia menyayangi Akram, Firman, Adina, Alyana, Arum dan kini bertambah dengan kehadiran Ardito. Kisah mereka terinspirasi dari lagu Adera, Catatan Kecil. Percalah segalanya telah diatur semesta, agar kita mendapatkan yang terindah.
Bian baru saja selesai memberikan kuliah. Rasa penasarannya akan keributan para mahasiswi di depan ruangannya tidak terbendung. Pasalnya, ruangannya yang berada di pojok itu sama sekali tidak memiliki objek menarik. Bukan karena dirinya tidak memiliki barang yang berkenaan dengan passion atau background dirinya sebagai dosen lingkungan. Akan tetapi, baru dua hari ini ruangannya dipindahkan sehingga belum sempat berbenah. Lantas, hal apa yang menarik di sana dan membuat mereka berkerumun? "Kalian kenapa berkumpul di depan ruangan saya?" tanya Bian. "Eh, Pak Bian, itu loh Pak, ada model cover novel ala CEO yang lagi nongkrong di ruangan Bapak," jawab salah seorang mahasiswi dengan mata berbinar. Bian akhirnya berdeham sehingga barisan di depannya mulai bergeser memberinya akses jalan. Ketika netranya mendapati punggung tegap seseorang di balut jas mahal, Bian kembali berdeham. Pria dengan kedua tangan bersembunyi di saku celananya itu berbalik tanpa mengulas senyum. Justru Bian ditat
Mendengar Alyana menginginkan bulan, rasanya semua tulang Ranu retak. Sempat berpikir mungkin jantungnya juga ikut berhenti berdetak. Otaknya malas berpikir karena semakin lama ia justru putus asa karena tidak kunjung menemukan solusi. Di tengah keramaian Kota Hongkong, Ranu justru merasa sepi. Setelah mengikuti kompetisi game hari ini, ia meminta timnya untuk beristirahat lebih awal. Jangan sampai mereka menyadari jika pikirannya sedang kacau. Berjalan sendiri di trotoar sembari menikmati pemandangan kota malam hari, Ranu hanya berusaha untuk menyegarkan pikiran. Mungkin saja akan menemukan ide baru saat mengamati sekitarnya. Berbeda dengan Jakarta, di tempatnya saat ini lebih banyak pejalan kaki. Melihat beberapa detik lagi lampu lintas akan berubah warna, Ranu menghentikan langkah. Ia menunggu sampai lampu lalu lintas berubah hijau agar bisa menyebrang jalan. Mendongak menatap langit, Ranu tersenyum melihat bulan purnama yang indah itu. "Sulit membawa bulan itu padamu, Al. Kalau
Dua minggu berlalu setelah acara lamaran Riswan, kini mereka kembali merasakan suasana pesta. Kali ini mereka berkumpul di sebuah taman wisata yang menjadi lokasi akad sekaligus resepsi pernikahan Lintang dan Tasya. Kedua mempelai itu memang memilih taman ini agar segala rangkaian acara berpusat di satu tempat saja tanpa dekorasi berlebih. "Gugup?" tanya Akram pada sahabatnya yang sejak tadi melirik jam tangannya resah. "Mungkin," jawab Lintang mengatur napasnya berkali-kali. Akram mengulum senyum melihat Lintang meremas lutut kirinya. Menyelenggarakan acara di area outdoor seperti ini tidak juga mampu membuatnya bernapas lega. "Di taman ini aku sama Tasya pertama kali ketemu," ungkapnya mengenang kejadian beberapa tahun lalu. "Dan akan jadi gerbang pernikahan kamu," sambung Bian. "Aku sendiri merasa dejavu. Arum juga bilang begitu tadi. Dulu kami menikah di taman belakang Panti Asuhan Pradipta. Nuansanya kurang lebih seperti ini, meski ya… dekorasi kalian lebih mewah. Aku nikahny
"Sayang, maaf ya hari ini aku tidak bisa temani mama kamu ke acara hajatan temannya. Sahabatku sakit, dia tinggal sendirian di kamar kostnya. Rencananya setelah belikan dia makan, aku mau bawa dia berobat ke klinik atau rumah sakit dekat kostnya," jelas kekasih Fatur yang terdengar berat hati menyampaikannya. Fatur melirik pintu kamar mamanya sejenak lalu membalas, "Iya, tidak apa. Nanti aku bilang sama mama. Kamu antarkan teman kamu berobat dulu. Kamu juga jaga kesehatan biar kamu tidak ikutan sakit. Belakangan cuaca memang tidak menentu." "Terima kasih ya, Sayang. Kamu memang pengertian. Makin sayang deh sama kamu," gombal gadis itu tersenyum dari layar ponsel Fatur. Setelah saling balas dengan salam, akhirnya panggilan video itu mereka akhiri. Fatur entah mengapa merasa gamang. Mamanya sudah antusias ingin mengajak kekasihnya itu untuk menghabiskan waktu bersama. Rencananya setelah mampir sebentar ke acara hajatan teman, mamanya berniat ingin mengajak gadis yang hendak dilamar Fa
Tumpukan berkas di hadapannya sama sekali tidak menarik perhatiannya. Padahal pagi tadi ia sudah menargetkan jika hari ini akan lembur menyelesaikan semua pekerjaan yang menumpuk. Alasannya agar bisa menemani sang tante melakukan check up rutin besok pagi. Laki-laki yang sedang duduk di kursi Direktur Yayasan HAS itu adalah Akram Hazami Ardanuansyah. Putra dari pasangan seorang politikus ternama di Kota Makassar dan seorang dokter spesialis kulit. Saat ini Akram tengah terdiam. Laki-laki berparas tampan itu larut dan tenggelam dalam pikirannya yang terjebak akan pertemuannya dengan seseorang. Tepatnya seorang gadis yang sudah beberapa waktu ini tidak pernah lagi ia temui. Bahkan saat mengunjungi sebuah kantor perusahaan yang tidak jauh dari kantornya sendiri. Tempat gadis itu bekerja, Pradipta Land Zona Timur atau lebih dikenal dengan PLZT. Arum, gadis itu terlihat terkejut dan ketakutan melihat dirinya. Saking terkejutnya, gadis yang mengenakan dress putih selutut bermotif bunga itu
Ketakutan Arum ketika tatapan mereka bertemu seolah menjawab semuanya. Kini ia bisa menduga jika itu adalah salah satu alasan Arum resign dari Perusahaan Pradipta. Karir gadis itu sudah cemerlang. Bahkan dia menjadi salah satu karyawan favorit dan panutan di perusahaan itu karena kinerjanya yang totalitas. Lantas apa yang membuat Arum harus rela melepaskan pekerjaannya di perusahaan bonafit itu? Mengapa Arum terus menggeleng dan melangkah mundur menjauhinya? Berlari pergi bahkan meninggalkan kantong belanjaannya yang terjatuh ketika refleks memeluk perutnya. Dering ponselnya sejak tadi diabaikan Akram. Tidak peduli siapa yang sedang menghubunginya. Saat ini hanya satu nama yang memenuhi pikirannya, Arumi Liliana. Akram masih memiliki rasa takut akan dosa dan karma. Tentu saja ia tidak ingin jika hal itu menimpa adik kandungnya Adina dan Aylana adik sepupunya. Dirinya memang seorang pengecut. Tapi ia tidak ingin terus terjebak dalam kubangan dosa dan penyesalan yang akan menggerogot
"Wan, aku…." "Hm." "Aku menghamili seorang gadis," ucap Akram kembali terdiam dengan mata terpejam. "Uhuk uhuk uhuk!!" Riswan berusaha meredakan batuknya dan menoleh dengan syok. "APA?!!" Akram sudah menduga akan menerima pukulan keras dari kakak sepupunya itu. Dirinya bahkan sama sekali tidak berniat mengelak. Hingga suara batuk Riswan tidak lagi terdengar, Akram perlahan membuka mata. Ia tidak berani menoleh ke samping. Sudut hatinya merasa lega dan ngilu disaat yang sama. Sejujurnya ia tidak sanggup menatap sepasang mata yang sudah seringkali menyembunyikan kesalahannya itu. Akram tahu jika Riswan tidak akan melepaskannya kali ini. Dulu ketika Riswan memergokinya di kamar hotel dalam keadaan mabuk bersama seorang wanita, ia babak belur. Entah kali ini tangan atau kakinya yang akan patah, ia seolah tidak peduli. Saat ini... ia benar-benar butuh untuk dipukuli. "Ulangi!" desis Riswan yang merasa jika baru saja mendengar sepupunya itu bergurau. "Aku... telah menghamili seora
"Di mana ini?" Suara lirih itu mengalihkan perhatian beberapa wanita yang sedang duduk memperhatikan katalog produk kecantikan. Wanita paruh baya yang duduk di sofa tunggal itu pun menghampirinya dan tersenyum hangat padanya. "Kepala kamu masih pusing? Ada yang sakit?" tanyanya masih dengan senyum yang terpatri di wajahnya. Wanita yang menurut Arum terlihat begitu cantik dan berkelas diusianya yang sudah tidak muda lagi. "Saya baik-baik saja. Di mana ini? Apa Nyonya yang membawa saya ke tempat ini? Apa ba-" "Dia sehat, bertahan demi ibunya," selanya. Arum menghela lega karena bayi dalam kandungannya baik-baik saja. Sempat terpikir hal buruk ketika merasakan sakit seperti tertusuk di bagian perut. Keterbatasan biaya membuatnya tidak ke rumah sakit memeriksakan kandungannya. "Kata putra teman saya, kamu kelelahan dan stres. Itu tidak baik loh untuk wanita hamil," lanjutnya masih dengan tersenyum. Seorang lagi turut menghampiri. "Saat ini kamu di klinik. Tadi pingsan di depan butik