Jika benar yang merobek fotonya adalah ayah Dylan, kenapa? Apa ada masalah yang menyebabkan beliau sampai merobek fotonya?
Tapi masih belum tentu juga. Minimal dirinya harus mencari tahu terlebih dahulu siapa foto anak perempuan itu, apakah benar itu dirinya atau bukan. Besok, ia harus menanyakan ini pada Dylan!Esok paginya. Kiki masih sibuk mengurus keperluan Dylan, ia siapkan pakaian kantornya seperti biasa lalu dasi, sepatu dan kaus kaki.Ia siapkan tas juga dan masukkan laptop ke dalamnya. Ia bereskan barang-barang yang berceceran di atas lantai termasuk.... Segitiga miliknya.Ia masukkan baju kotor dan segitiga itu ke dalam box cucian baju kotor. Sebenarnya tugasnya disana bukan hanya sebagai pengawal pribadi saja akan tetapi asisten pribadi juga.Jadi apapun yang Dylan lakukan harus selalu melibatkan dirinya. Ia yang diserahkan tugas untuk menyediakan segala keperluan Dylan, tadinya itu adalah pekerjaan Roni.Akan tetapi kini diwariskan kepada penerusnya yaitu Kiki, meski sampai saat ini Roni masih terus menjabat sebagai kepala bodyguard disana.Hingga pada akhirnya Dylan pun keluar dari kamar mandinya dalam keadaan yang sama seperti kemarin, telanjang dada dan hanya berhanduk saja.Baru Kiki mau melangkah memberikan gantungan baju, akan tetapi Dylan langsung menyetopnya."Stop! Diam disitu! Biar saya aja yang ambil, jatuh lagi repot nanti." ucap Dylan. Kiki hanya terdiam disana manyun.Dylan sigap mengambilnya dan segera pakai. Baru akan memakai celana dalam, Dylan langsung melihat tajam ke arah Kiki. "Madep sana kamu." suruhnya.Kiki segera balik badan, membelakanginya.Dylan segera memakainya, termasuk kemeja biru muda dan celana hitamnya. Sembari itu Dylan mengajaknya bicara."Tadi malam kamu mau nanya apa, Ki?" tanya Dylan."Nanti aja tuan, di kantor. Saya enggak bawa fotonya, ada didalam tas." ucap Kiki."Foto? Foto siapa?" tanya Dylan heran."Justru saya mau nanya sama tuan, siapa orang yang ada didalam foto itu. Saya gak sengaja nemu foto, ternyata pas dilihat fotonya robek. Disitu ada foto tuan muda, tuan dan nyonya." ucap Kiki.Dylan semakin heran. "Foto siapa ya, perasaan jarang foto bareng orang. Tapi kenapa kamu kepo banget sama foto keluarga saya?" tanya Dylan."K-karena... Saya merasa seperti mengenal seseorang di dalam foto itu." ucap Kiki gugup.Dylan semakin penasaran. "Siapa?"Kiki semakin dicecar."Makanya nanti aja tuan. Ayo tuan keburu kesiangan. Saya kebawah dulu ya tuan. Perm--" baru akan pergi. Dylan langsung menarik tangannya."Tunggu Ki." ucapnya.Kiki menoleh.Dylan terus memandang ke arahnya, langkah demi langkah ia mulai mendekati Kiki. Tentu saja Kiki merasa deg-degan saat didekati sambil dilihati serius seperti itu.Ia mulai panik, apakah Dylan sekarang ingin menyosornya?!Kiki panas dingin, apalagi ketika dirinya melihat betapa tampannya pria dihadapannya ini."Ki... Sebenarnya..." ucap Dylan menggantung.Kiki rusuh membatin."Duh, gimana ini gimana ini... Tuan muda mau nyosor! Apa dia lagi kesurupan ya?! Tapi kelanjutan dari kata sebenarnya itu apaan?! Apa mungkin dia mau bilang kalau dia suka--- Hah? Masa sih? Tapi kenapa harus nyosor duluan?!" batinnya.Kiki bersiap akan teriak sekencang mungkin, akan tetapi Kiki langsung terperangah saat Dylan langsung mengambil sehelai rambut panjang diatas wignya."Ini sebenarnya apa?" tanya Dylan.Kiki tersentak. Itu kan rambutnya! Gawat kalau ketahuan ia memiliki rambut panjang!"Ini rambut... Jangan-jangan...!" Dylan menebak. Kiki semakin deg-degan. Ia khawatir kalau Dylan menebaknya tepat sasaran. Bahkan ia bisa mendengar suara petir menggelegar dan suara degup jantung seperti efek suara di sinetron."Ini rambut selingkuhan kamu Ki?" tanya Dylan petir kembali menggelegar, Kiki pun tercengang. "Hah?"Dylan langsung tertawa. "Kenapa mukanya sampe pucet gitu kamu? Hahaha, kayak lagi nunggu orang lahiran aja." ucap Dylan.Kiki menatapnya datar. Rasanya sangat ingin memasukkan orang ini ke dalam toples."Atau jangan-jangan emang bener? Ini rambut selingkuhan kamu?" tanya Dylan."Enggak tuan! Saya enggak punya selingkuhan, pacar aja enggak ada boro-boro selingkuhan! Permisi." tandas Kiki langsung kabur, sepertinya ia sangat ogah diinterogasi lagi.Meninggalkan Dylan yang sibuk tertawa dibelakang sana. "Ada-ada aja sih, dunia bisa kiamat kalo Kiki punya pacar. Cowok polos dan super sibuk kayak gitu mana ada pacar-pacaran. Eh tapi... Itu rambut siapa ya? Jadi penasaran." ucap Dylan yang mengakhiri itu dengan rasa heran.Dylan pun turun untuk makan bersama kakeknya yang sedang duduk lebih dulu di meja makan. Diantara hidangan sarapan yang tersaji itu Dylan ikut makan bersama Rudi."Papa kamu bilang mau pulang ke Indonesia besok." ucap Rudi yang langsung membuat Dylan terbatuk, ia teguk air minumnya segera.Kiki mendengar percakapan itu dari ujung sana, ia coba menguping."Kenapa enggak sekalian aja lama-lama disana. Lagian orang kayak dia kalo enggak sibuk ngurusin kerjaan ya cari mainan baru!" ucap Dylan. Rudi marah."Jaga bicara kamu Dylan! Belajar dari mana kamu bicara semena-mena kayak gitu?" tandas Rudi. Dylan menghela nafas, berpaling makan."Bagaimanapun juga dia itu ayah kamu, tanpa dia kamu enggak akan lahir ke dunia ini tahu." ucap Rudi. Dylan terdiam.Kiki tahu jelas kalau suasana hati Dylan pasti akan selalu memburuk jika membahas soal ayahnya.Makanya Kiki selalu mencoba untuk menghindari topik yang berhubungan dengan ayahnya.Sekalipun ia merasa sangat penasaran dengan apa penyebab permusuhan diantara ayah dan anak itu.Sepertinya konflik itu terjadi sebelum Kiki menjadi bodyguard Dylan, bahkan jauh sebelum itu.Di kantor.Kiki terus berjaga didepan pintu ruang kerja Dylan, tiba-tiba Dylan keluar dari dalam ruang kerjanya sambil membawa tas laptopnya. "Ayo kesana." Kiki mengangguk."Iya tuan." ucapnya segera mengekorinya.Tujuan mereka berdua saat ini adalah menuju ruang meeting. Saat dijalan Kiki inisiatif membawakan tas Dylan."Biar saya aja tuan." ucap Kiki.Mereka masuk ke dalam lift untuk turun menuju ruang meeting di lantai 1. "Sekarang kita mau meeting sama perusahaan apa?" tanya Dylan."Perusahaan Tara group tuan.""Terus? Yang kamu tahu tentang kerja sama ini?" tanya Dylan."Yang akan dibahas dalam meeting kali ini adalah rencana kerja sama pembangunan apartemen dan mall di daerah Bekasi kota." ucap Kiki."Ok, bagus. Udah cocok sekarang.""Cocok?""Bukan jadi asisten pribadi saya lagi. Tapi jadi sekertaris saya. Kamu mau jadi sekertaris saya, Ki?" tanya Dylan."E-eh, enggak tuan. Saya enggak sekolah tuan.""Ya entar saya sekolahin lagi kamu.""M-maaf tuan, enggak. Saya lebih nyaman jadi bodyguard tuan." ucap Kiki. Dylan sedikit kecewa dengan ini."Gajinya gede loh Ki.""Maaf tuan, enggak hehe."Lift masih terus menurun, kini lift berada di lantai 14 lalu semakin menurun ke lantai 13."Oh iya Ki, kenapa kamu enggak cari pacar aja?" tanya Dylan."Masih belum kepikiran tuan." ucap Kiki.Mereka saling terdiam beberapa saat, Kiki iseng-iseng mencari kesempatan untuk bertanya."Kalo tuan sendiri gimana? Selera wanita yang tuan inginkan yang kayak gimana? Saya cuma nanya aja sih tuan, karena ini supaya jadi referensi buat saya saat nyari pacar tuan bareng sama Putra. Katanya kan tuan mau minta cariin pacar sama kita berdua kemarin." ucap Kiki."Oh iya, bener itu. Untung kamu ngingetin, pokoknya secepatnya kalian berdua harus temuin saya wanita itu ya. Untuk masalah selera, saya suka sama wanita yang rambut hitam panjang, sukanya pake rok, putih, bersih, tinggi, pokoknya dia punya senyuman yang indah gitu. Kayak di--... Yah semacam itulah hehe." ucap Dylan.Entah kenapa Kiki jadi terdiam saat mendengar pengakuannya. Ia cepat-cepat tersenyum saat Dylan tertawa.Sesampainya di ruang meeting Kiki pun segera menaruh tasnya ke atas meja meeting, dimana disana sudah dikelilingi oleh banyak orang disekitarnya.Mengumpul entah dari pihak Rolland group maupun pihak Tara group, meeting pun dimulai dengan membahas perencanaan kerja sama dan macam-macam kerja sama.Dari perusahaan klien saling memperkenalkan diri masing-masing. Dylan menjabat tangan pimpinan perusahaan Tara group bernama Heri."Saya merasa sangat penasaran dengan anda, dan akhirnya kesampaian juga bertemu dengan cucu keluarga Rolland yang terkenal itu. Suatu kebanggaan buat saya." ucap Heri."Terima kasih Pak." ucap Dylan yang ikut antusias menyambutnya. Akan tetapi saat ia berniat akan melepas tangannya, Heri masih terus memegangnya dan tidak ingin melepasnya.Dylan coba berkali-kali lepas, guncangkan hingga pada akhirnya pun terlepas juga.Bahkan kini Heri mengerdipkan sebelah matanya genit pada Dylan persis seperti banci. Dylan segera memalingkan wajahnya dan menggidik geli.Kiki sepanjang itu terus berada diluar ruang meeting berjaga. Ia tidak tahu jika didalam Dylan sedang bertekanan batin digoda berbagai cara oleh Heri. Seperti ketika sedang duduk, Heri coba meraih tangan Dylan yang duduk didepan mejanya.Dylan pun segera menjauhkan tangannya dari meja. Setelah tangan, kini kaki Dylan yang di towel-towel oleh ujung sepatu Heri. Matanya kembali mengerdip.Astaga! Orang ini kenapa sih!Dylan langsung berlari keluar dari dalam mobilnya, menuju pintu yang tertutup dihadapannya. Ia segera gedor-gedor pintu itu. "Kiki! Kiki! Kiki kamu ada disini kan?!" tanya Dylan berkali-kali dalam keadaan seperti itu, coba memanggilnya. Akan tetapi pintu itu yang tertutup itu masih terbungkam, bahkan bisa terlihat dengan tanda gorden yang tertutup. Kemungkinan besar kalau sedang tidak ada orang didalam sana. "Sepertinya memang tidak ada orang tuan, dirumah non Kiara." ujar Rizal berdiri disebelahnya. Akan tetapi tiba-tiba pintu itu terbuka dan memunculkan seseorang dihadapan mereka berdua. Tentu Dylan sangat kaget saat melihat Kiki ada dihadapannya dalam wujudnya menjadi seorang laki-laki, memakai rambut pendek. "Kiki!" pekik Dylan yang sesegera mungkin mendekatinya dan mengguncang-guncang bahunya. "Ini bener kamu Ki?" tanya Dylan tidak percaya. Kiki hanya tersenyum tipis saat itu. "I-iya tuan." jawabnya."Kamu kemana aja sih? Saya ratusan kali menelepon kamu, email kamu, sms
Setelah Putra menelepon, Dylan tiba-tiba menelepon video. Kiki pun kaget, ia tidak terbiasa dengan telepon video. Ia bahkan terlihat berantakan saat itu, belum sempat mandi juga tadi sore. Ia bingung, tapi coba sedikit rapikan rambutnya atau sisiri dengan tangan agar tidak terlalu berantakan. Ia ekspresikan wajahnya dengan senyum menghadap kamera, kemudian ia pun terima telepon videonya. Terlihat disana Dylan sedang duduk bersandar pada dipan kasurnya, dipangkuannya juga ada sebuah laptop yang sering dipakainya. "Hai Ra ... Lagi apa?" tanya Dylan tersenyum. "E-eh hehe, a-aku habis makan barusan." ucap Kiki sedikit menutupi kalau dirinya habis teleponan dengan Putra. "Kamu gak tanya saya udah makan?" tanya Dylan, Kiki terkekeh. "Kamu sudah makan?" tanyanya. "Belum, nunggu ngeliat kamu dulu. Baru saya mau makan." ucap Dylan. Kiki makin terkekeh. "Kok gitu pak? Memangnya belum lapar? Ini udah jam 9 loh, nanti telat makan sakit perutnya. Bapak kan besok pagi kerja lagi." tanya Ki
"Tepat, yah meski masih agak nyerempet sedikit dengan bisnis perusahaan kita haha." ujar Richard. Putra tersentak sepanjang mendengar percakapan mereka, seakan dirantai seluruh tubuhnya hingga membuatnya terus mematung didepan sana dengan keadaan raut wajah tidak percaya. Seingat Putra yang terjadi tepat tiga belas tahun lalu adalah peristiwa yang sering dijabarkan oleh Kiki, dimana dirinya menjadi korban dari tragedi kebakaran di rumahnya. Yang turut menghanguskan kedua orang tuanya, tersisa hanya dirinya saja yang masih selamat dalam kejadian itu.Ia membatin. "Ini pasti ada hubungannya sama Kiki, gue yakin banget orang yang ngomong barusan itu direktur dari perusahaan Dean Kyle. Yakin banget gua kalo dia itu pelakunya, gue bener-bener enggak nyangka, kok bisa. Bahkan bapaknya Non Klarissa juga ngomongnya seakan-akan dia emang kongkalikong merencanakan tragedi belasan tahun lalu itu." batin Putra. Tiba-tiba seseorang menepuk punggungnya dari belakang, sontak saja Putra kaget bu
Sekitar pukul sebelas malam, Kiki dan Dylan segera pulang. Mereka saling jalan berdampingan sepanjang perjalanan pulang itu, menyusuri gelapnya jalan yang dikelilingi oleh beberapa pepohonan.Malam yang dingin dan sejuk, seakan suasana saat itu sudah benar-benar pagi, padahal masih belum berganti hari. Dylan merasa kedinginan, dirinya tidak terbiasa dengan suhu sedingin ini. Apakah mungkin ini pengaruh dari dekatnya mereka dengan wilayah pegunungan?"Kamu tahu? Sepanjang saya jalan sama kamu, saya selalu teringat sama Kiki. Kenapa ya kalian terlihat begitu mirip?" tanya Dylan heran. Kiki hanya tersenyum mendengarnya, menganggapnya hal biasa. "Semua orang yang kenal dekat sama saya dan Kiki juga bilangnya begitu pak. Kita terlihat sangat mirip.Bahkan saya pun sampai heran apakah Kiki sebenarnya saudara kandung saya atau bukan." ujar Kiki coba menimpalinya dengan kebohongan lain. Dan mirisnya Dylan benar-benar tidak menyadari hal itu. "Entahlah, mungkin juga karena saya terlalu ba
"Oh iya! Itu kan ada pasar malam di lapangan!" ucap Kiki antusias. "Pasar malam?" Dylan terheran. Kiki langsung bangkit dari duduknya dengan perasaan senang. "Saya mau kesana, katanya ada hadiah yang dapat jam tangan seharga lima ratus ribu! Saya mau kesana!" ucap Kiki. "Kamu tunggu sini aja." ucapnya langsung kabur, tentu saja Dylan tidak mau ditinggal sendirian. "Hei! Saya ikut!" Dylan mengikutinya. Rizal baru akan mengikutinya namun Dylan sudah berteriak. "Jangan ikut!" Mereka berdua akhirnya sampai didepan sebuah pasar malam yang dikelilingi oleh cahaya lampu disetiap wahananya atau di berbagai sisi kios-kios yang bertebaran. Kiki begitu antusias ketika melihatnya, entah kenapa dirinya jadi merasa nostalgia saat seluruh pandangannya terfokus pada suasana pasar malam itu. Seperti halnya di masa lalu, saat dirinya pergi ke pasar malam bersama kedua orang tuanya. Mendadak sebuah senyum terukir manis di sudut bibirnya. Terkesan lirih, tanpa disadari Dylan melihatnya. Entah ke
"Ya terus gimana? Mau ngapain kalau sudah tahu saya ada disini? Saya enggak bisa nikah sama kamu, saya enggak cinta sama kamu." ujar Kiki."Yakin gak cinta sama saya? Kalau gitu yang namanya Kiara juga enggak cinta sama saya ya? Janji belasan tahun lalu akan kamu lupakan sebegitu mudah?" tanya Dylan. Kiki tersentak, ia memalingkan wajahnya merasa tidak nyaman."Maaf saya harus pergi." ucap Kiki yang coba meraih kunci motornya lagi. "Enggak mungkin semudah itu." Dylan masih tetap menghalaunya dan menyembunyikan kuncinya. Dylan beralih memegang tangan Kiki dan membawanya pergi dari sana. Mereka jalan berdampingan di tepian tempat pemancingan, kemudian saling berdiri dan berhadapan. Angin berhembus sejuk dan Dylan pun berkata. "Saya tidak berniat untuk memaksa kamu, saya akan menunggu kamu sampai kapanpun kamu siap. Tapi yang jelas ada satu hal penting yang ingin saya tanyakan ke kamu. Dimana sebenarnya keberadaan Kiki sekarang?" tanya Dylan, Kiki tersentak. Ia hanya memalingkan w