Share

Chapter 5 Sedikit terobati

Pintu Kedai terbuka, seperti biasa dentingan selalu terdengar, yang pastinya Rayhan menyambut dengan kalimat Selamat datang! Akan tetapi, bukanlah pelanggan yang datang, melainkan Linara yang dibopong di punggung seorang pria asing. Tentu membuat Kakek Aathif dan Rayhan terkejut.

Terutama sang Kakek, dia sedikit berlari melihat Linara dalam keadaan payah itu. Wajah Aathif terlukis begitu cemas, mata yang membulat sempurna dan tangan yang sedikit bergetar. Pasti hal utama yang ditanya seorang Kakek itu perihal kondisi Cucunya. 

Perlahan Kaivan menaruh Linara untuk duduk disalah satu sofa yang telah diarahkan Rayhan, guna untuk Linara duduk ditempat yang nyaman. Lalu Kakek Aathif duduk disebelah Linara, mengusap genangan air mata yang tersisa diwajah manis Linara. Tak lupa Aathif menyuruh Rayhan untuk memberinya segelas air hangat untuk menenangkan Linara.

“Kamu kenapa Cucuku, Linara?” Hal yang berulang Aathif bertanya perihal kondisi Cucunya itu, namun sayang Linara hanya terdiam bisu, sangat terlihat jelas wajah lugunya itu penuh dengan tekanan.

Maka dari itu, Kaivan memberi sedikit penjelasan tentang hal yang terjadi pada Linara. Membuat terkejut bukan main setelah mendengar pernyataan dari Kaivan, benar saja dugaan yang Aathif pikirkan sejak kemarin, setelah mendapati selembar sticky note yang ditulis langsung oleh Linara, pasti ada sesuatu hal yang buruk terjadi pada Cucunya itu.

Tidak lama setelah menjelaskan Kaivan langsung memberikan kaki palsu Linara yang rusak kepada Kakek Aathif, tentu membuat sesak di Dada Aathif melihat kaki palsu buatannya itu kini telah rusak. Rayhan melongo sesaat melihat kaki palsu itu, diam dan sedikit bergetar tangannya saat melihat kekurangan yang Linara miliki, membuat nampan yang berisi gelas itu tergelincir jatuh dari tangannya.

Prang...

Tentu saja membuat suara bising yang menyorot perhatian, untung keadaan kedai sedang tidak ramai. Rayhan langsung menyadari dan segera memungut pecahan gelas itu, Linara langsung tertegun setelah menyadari reaksi Rayhan yang pasti terkejut melihat kebenaran. Sesegera mungkin Rayhan kembali ke dapur dan membawanya kembali air minum.

“Maaf sebelumnya, Kek. Saya tidak bisa berlama-lama disini, sudah dihubungi keluarga untuk segera pulang.” Pamit Kaivan begitu sopan.

“Ah, Iya. Terima kasih telah membantu Cucu saya, apa kamu mau Kopi atau Roti untuk saya bungkus untuk mu, Nak?” tawar Aathif kepada Kaivan sebagai balas budinya, meski kecil setidaknya tidak membawa tangan kosong.

“Tidak usah, Kek. Terima kasih sebelumnya, semoga Linara cepat pulih dan kembali kuliah lagi ya...,” balasnya Kaivan, dia langsung berpamitan dan pergi meninggalkan Kedai. Sedikit terburu-buru karena ponsel Kaivan terus berdering panggilan masuk dari Ibunda.

Aathif yang sedari tadi melihat Linara yang tertegun seakan menyembunyikan pilunya itu, mendekatinya perlahan dan mengusap pangkal rambutnya Linara, “Kakek akan segera membetulkan Kaki mu secepat mungkin ya ... sekarang Linara istirahat dulu dikamar, kamu pasti lelah menghadapi hidup yang sulit ini, Linara memang cucu ku yang hebat!” 

Itulah secarik semangat untuk Linara, berharap senyumnya kembali berkembang. Linara hanya mengangguk yang kemudian Aathif mulai membantunya untuk tertatih.

Dengan cepat Rayhan juga ikut membantu, bahkan dia rela membopong Linara langsung ke kamarnya. Sudah sepatutnya Rayhan membantu, apalagi Rayhan tidak tega melihat Pria tua renta itu harus membopong cucunya.

“Ringan sekali dia,” batin Rayhan menyeletuk seperti itu saat mulai menggendong Linara yang masih tertunduk malu itu, Rayhan sedikit menatap Linara yang terlihat jelas sedihnya. Manusia yang cepat berubah Mood kini berada dalam fase pilu, membuat Rayhan semakin tidak tega.

Satu persatu anak tangga dipijak Rayhan dengan beban yang dia bawa dalam pangkuannya, siapa lagi selain Linara. Juga Aathif yang menuturi dari arah belakang. Kini Rayhan sudah berada didepan pintu kamar Linara, batinnya sedikit berdegup karena ini pertama kalinya dia memasuk ranah pribadi wanita yang dia sukai. Sungguh sesuatu yang berharga, menurut Rayhan.

Aathif mempercepat langkahnya, dan segera menekan kenop pintu kamar Linara. Perlahan pintu terbuka Aathif segera masuk dan membukakan pintu sedikit lebar guna mempermudah Rayhan masuk. Mata Rayhan sedikit berbinar saat masuk kedalam kamar Linara, apalagi dengan sederet buku yang tertata rapi, memberikan simbol bahwa Linara gemar membaca.

Perlahan Rayhan merebahkan Linara diatas kasurnya yang dibalut Seprai berwarna merah jambu, menambah kesan feminin terhadap seorang wanita. Setelah usai sudah tugasnya untuk membantu, Rayhan sedikit mundur perlahan. Lalu, Aathif duduk ditepi ranjang untuk memastikan kembali Linara.

Sudah waktunya Rayhan untuk kembali pulang, lantas dia berpamitan kepada Aathif, seperti biasa lontaran terima kasih tidak lupa terucap dari bibir pria tua tersebut. Kedai tutup satu jam lebih awal, untung semua kursi dan meja kedai sudah berhasil dibersihkan. Lalu, Rayhan memberikan kunci pintu kedai kepada Aathif, dia berlalu pulang melewati pintu belakang.

“Linara, sebaiknya kamu keluar saja dari kampus mu. Kita cari kampus yang lain saja,” sedikit solusi terlontar dari Aathif, membuat Linar mulai angkat bicara.

“Tidak usah, Kek. Sayang uang yang dikeluarkan sudah banyak untuk masuk kampus itu.” Tolak Linara.

“Tapi, Kakek tidak tega melihat Linara tersakiti seperti ini. Masalah uang bisa dicari lagi..,”

“Tidak apa-apa, Kek. Linara baik-baik saja kok!”

“Jangan kamu tutupi masalah mu itu dengan berucap ‘Tidak apa-apa’ Kakek tahu betul apa yang dirasakan kamu, Linara. Sedihmu adalah sedih Kakek, dan Bahagiamu adalah bahagia Kakek juga. Maka, jangan sungkan untuk berbagi cerita. Meski tak punya titik solusi setidaknya sudah mempunyai lega hati dalam membagi cerita.” 

Mendengar ucapan indah Aathif membuat genangan air mata Linara pecah, yang sudah tidak bisa ditahan bendungannya. Aathif tahu betul perihal kondisi hati Linara yang terasa pedih bukan main, Aathif bantu Linara untuk terduduk, kemudian memeluk Linara dengan lembut untuk sedikit menghentikan tangisnya.

“Menagislah sampai hatimu tenang.”

Membelai lembut pangkal rambutnya, tangisan yang teramat dalam menyisakan kepedihan. Tidak lama kemudian, hati Linara sedikit tenang, tangisnya perlahan berhenti. Aathif mulai melepaskan peluknya. Memberikan secangkir Teh hangat yang dibuat Rayhan tadi sebelum dia pulang.

“Kenapa harus Linara yang mendapati ujian seperti ini ya, Kek?” tanya Linara yang masih sesegukan itu.

“Tuhan mempercayai Linara untuk ujian ini, Tuhan tahu Linara bisa melewatinya, yang perlu Linara lakukan sekarang berdoa dan selalu berusaha. Ada kejutan indah yang Tuhan akan berikan untukmu, Linara.” Lagi dan lagi sebuah untai kata yang begitu indah menularkan semangat pada Linara.

“Sekarang Linara istirahatlah, biar besok Kakek yang mengurusi kampus baru untukmu,” Aathif hendak saja mau beranjak dari duduknya, namun semua itu terhalang oleh tangan Linara yang menggapai lengan Aathif untuk membatalkan.

“Tidak usah repot-repot, Kek! Linara masih mau tetap kuliah disana, mungkin ini hanya sebuah musibah saja. Linara janji akan selalu berhati-hati lagi, dan Linara akan tetap masuk besok meskipun harus memakai tongkat lagi tidak masalah bagi Linara.” 

“Apa kau yakin, Linara?” Aathif meyakinkan kembali sebuah keputusan yang dibuat Linara itu.

“Linara sangat yakin, Kek!” semangatnya terlukis jelas pada wajah Linara, membuat Aathif mempercayainya.

Aathif mengangukan kepalanya bukti bahwa dia menyetujui keputusan Linara yang pastinya dia selalu menancapkan semangat pada cucunya. Sejenak Aathif terdiam seaakan dia mengingat sesuatu, membuat Linara bertanya apa yang Aathif pikirkan itu?

“Sebentar ... Kakek merasa mempunyai satu kaki palsu yang dahulu Linara tidak suka, karena warna kayunya sedikit cerah.” Dahinya berkerut, terlihat sedang berusaha keras untuk mengingatnya.

“Kakek masih menyimpannya? Bukankah itu sudah lama sekali?” 

“Tentu saja masih. Ah! Aku ingat.” Aathif langsung meninggalkan Linara saat pikirnya mengembalikan memori saat dia menyimpan Kaki palsu yang dahulu pertama Linara punya. Tidak lama kemudian Aathif kembali lagi dengan Kaki palsu yang dulu Linara tidak suka.

“Nah ini dia! Semoga Kaki palsu ini masih pas ukurannya,” lantas Aathif segera memakaikan kaki palsu itu kepada kaki kanan Linara. Beruntung sekali, ukurannya masih pas meskipun sedikit pendek dua centi dari kaki kirinya.

“Untuk sementara kamu pakai ini saja ya, selama yang ini diperbaiki.”

“Baik Kek, Terima kasih!”

Linara berharap Kakek selalu sehat, kelak pangeran pendamping hidup Linara nanti menjalarkan sikap dan kepribadian yang sama seperti Kakek. 

Linara sayang Kakek Aathif!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status