Suara perut keroncongan terdengar jelas disaat pejalanan menuju kampus, membuat suasana hening seketika.
Linara menoleh kearah temannya Kayu, siapa lagi selain Kaivan dengan panggilan istimewanya Kayu. Membuat Linara sedikit menahan tawa.
“Kamu lapar, Kayu?” tanya Linara membuat Kaivan tersipu malu dan menggaruk kepalanya yang tak teras gatal itu, Kaivan hanya mengangguk pelan, membenarkan apa yang Linara ucapkan.
Linara segera merogoh isi tas bekal yang telah Kakek siapkan sebelum Linara berangkat, beruntung ada sepotong Sandwich telur yang begitu nikmat. Linara segera memberinya kepada Kaivan, yang jelas Kaivan menerimanya tanpa sungkan.
“Terima kasih! Kenapa engga dari tadi sih..,” candanya Kaivan dengan tangan yang segera merampas Sandwich Telur dari Linara.
Linara hanya tertawa kecil melihat gelagat Kaivan, diberi hati minta jantung mungkin itulah istilah yang tepat untuk membalas candaannya. Tapi seperti biasa Linara adalah sosok yang enggan untuk membalas, dia memilih diam.
Mereka terus berjalan kaki menuju kampus yang tak lagi jauh.
“Ya Tuhan ... Sandwich ini enak sekali!” puji Kaivan disela perjalanannya yang hampir setengah Sandwich ia lahap. Linara tersenyum dan menggeleng kepalanya melihat gelagat Kaivan yang semakin menjadi girang setelah melahap Sandwich pengubah mood dan pelipur laparnya.
“Lain kali bawakan lagi ya...” pintanya lagi dengan tatapan penuh harap pada Linara untuk mengabulkan keinginan Kaivan.
“Kau harus membayarnya nanti,” guraunya Linara terlontar juga, tawa Linara dan Kaivan saling bertaut sepanjang perjalanan, senda guraunya tak padam membuat perjalanan menjadi tak terasa.
***
Avraam masih termenung dengan menatap susu yang telah di Packaging Linara sebagai bentuk bonus untuknya, terkesan begitu manis. Tak terasa Avraam telah dua jam terduduk dikedai dengan terus menatap susu yang telah dingin. Dering ponsel memecah lamunan Avraam, tak perlu waktu lama Avraam untuk menjawab panggilan dari Sekretariat pribadinya itu.
“Selamat pagi, Pak! Maaf saya hanya ingin mengingatkan saja bahwa jadwal rapat hari ini akan berlangsung dua puluh menit lagi, semua sudah kami siapkan untuk rapat.” Ujarnya dalam panggilan.
“Baik, saya akan segera kesana.” Jawabnya tegas dan jelas membuat panggilan berakhir singkat.
Terpaksa Avram harus meninggalkan kedai sejuta cerita bagi dirinya, menarik napas pendek sambil berlalu dan meninggalkan dua lembar uang kertas yang terselip dalam Bill pesanan yang telah dirinci diselembar kertas.
Rayhan yang sudah menyadari pelanggan setia itu telah usai dalam menyelesaikan makanannya. Segera untuk membersihkan mejanya. Sewaktu Rayhan membersihkan dan mengambil Bill yang telah Avraam tinggalkan ternyata cukup besar nominal yang Avraam beri, membuat Rayhan sedikit berlari untuk menyerahkan kembaliannya, karyawan yang cukup jujur. Rasanya Rayhan bisa mengejarnya, itulah pikir Rayhan yang sanggup mengejar Avraam.
“Tuan tunggu!” teriak Rayhan yang setengah berlari mengejarnya. Membuat Avraam menoleh akan panggilan yang tidak asing bagi telinganya itu dan mematung sesaat. Akhirnya Rayhan berhasil mengejarnya, napasnya sedikit terengah-engah.
“Ada apa? Apa uangnya kurang?” tanya Avraam yang tidak sabar dan langsung menyimpulkan maksud kedatangan Waiters itu.
“Tidak, Tuan. Ini saya mau mengembalikan kembalian. Uang ini terlalu besar nominalnya,” Rayhan berucap begitu jujur dan menyerahkan uang Avraam.
“Itu Tip untuk kamu, hitung-hitung saya membayar tempat yang diduduki saya tadi terlalu lama.”
“Apakah ini benar untuk saya, Tuan?” tanya Rayhan untuk memastikan kembali.
“Yes!” Jawabnya Avraam begitu meyakinkan dan berlalu mendekati Land Rover Velar untuk segera meluncur ke kantornya.
“Terima kasih banyak, Tuan!” Rayhan membungkukkan setengah badannya sebagai bentuk ucapan rasa terima kasihnya, Avram membalas dengan senyum dibalik layar jendela mobil yang setengah terbuka, sambil melambaikan tangan perpisahan.
“Akhirnya ... setelah sekian lama tidak menerima Tip dari pelanggan, sekarang hadir kembali dengan yang lebih besar! Terima kasih, Tuhan!” girangnya Rayhan begitu menambah warna, dia masuk kembali kedalam kedai dengan berloncat kecil.
Betapa indahnya pelanggan seperti Avraam dan betapa beruntungnya memiliki karyawan sejujur Rayhan.
***
Beruntung sekali bagi sebagian mahluk hidup yang bisa pulang lebih awal saat menjalin kegiatannya. Sama hal nya seperti Linara yang brsorak gembira dalam hati lembutnya karena pelajaran yang telah usai lebih awal.
Kaivan yang duduk paling pojok dikelas, sesegera mendekati Linara yang terhalang tiga bangku jaraknya. Wajah Kaivan sangat terlihat bersemangat dengan lembaran kertas yang Kaivan genggam, seperti ingin memperlihatkannya kepada Linara.
“Linara, kamu mau ikut engga ke Festival kuliner Korean Food? Aku dapat dua tiket secara percuma loh!” Ujarnya ria sambil mengipas Dua lembar kertas tersebut.
“Kok bisa? Kamu dapat darimana?” sepertinya Linara terpancing denga tawaran Kaivan itu, membuatnya penasaran dari mana asal usul kertas yang dimiliki Kaivan.
Dengan seribu kepercayaan diri Kaivan terpancar saat menjelaskan, “Tentu saja dari Kakak Tingkat,” jawabnya dengan mengusap rambutnya dengan banyak gaya.
“Pasti kamu menggodanya ya?” tebak Linara pada Kaivan dengan senda guraunya.
“Oh jelas benar!” jawab Kaivan membenarkan dengan tawanya yang mengembang.
“Haha ... Bagaimana bisa kamu merayunya dan dapat Tiket ini? Coba ceritain,”
“Aku akan ceritakan padamu nanti, tapi kamu mau enggak nih ikut?”
“Tergantung cerita kamu saat menggodanya, kalau menarik aku ikut.” Jawab Linara dengan tawanya yang tak henti itu.
“Baiklah aku anggap kamu ikut,” tukas Kaivan diseling tawanya.
“Lho kok gitu?”
“Karena aku yakin cerita ini sangat menarik ... menarik untuk kau hujat, Hahaha...,” lagi dan lagi mereka tertawa, membuat suasana kelas yang sepi menjadi ramai dengan tawa mereka berdua.
“Oh iya, sebenarnya aku dapat tiga Tiket sih. Tapi, bingung satu lagi buat siapa?” tambah Kaivan dengan lembar kertas yang dia ambil disakunya.
“Hmm ... bagaimana kalau Rayhan, karyawan Kakek aku?”
“Boleh juga, yaudah ajak Dia aja sekalian, biar tambah rame. Yaudah yuk pulang.” Ujung percakapannya membuat Linara dan Kaivan segera pergi meninggalkan kelas.
Pukul menunjukan jam satu siang, sebenarnya Linara ingin menolak ajakan Kaivan. Namun, saat melihat raut gembira Kaivan membuat Linara menjadi sungkan untuk menolak. Padahal, waktu itu cukup untuk Linara istirahat lebih lama. Tapi itu semua tidak masalah karena besok waktunya kuliah libur, masih ada waktu baginya istirahat.
Tawa Kaivan dan Linara yang masih sangat terdengar jelas dengan senda gurau sepanjang koridor membuat kesan hangat terlukis. Apalagi saat Kaivan menjelaskan bagaimana dia mendapatkan tiket festival kuliner gratis dari Kakak Tingkatnya dikampus, dengan cara merayu membuat tawa Linara semakin terkekeh.
***
Hati mendadak bergetar hebat, saat yang mahluk yang disukai telah hadir kembali. Rayhan tersenyum lega saat melihat Linara telah pulang dengan keadaan baik. Rasanya ingin memeluk dia setelah pulang penuh peluh, namun sayang semua hanya angan.
Rasanya jantung semakin berdegup saat Linara semakin mendekati dirinya, sempat terasa aneh. Pada awalnya Rayhan tidak ingin terlalu percaya diri bahwa Linara ingin berdekatan dengannya. Tapi, rasanya semakin tidak karuan saat langkah Linara semakin mendekati Rayhan yang sedari tadi sedang mengelap gelas menghadap meja Bar.
“Kak?” sapa awal Linara pada Rayhan. Linara memanggil Rayhan dengan sebutan kakak? Apakah setua itu ya Rayhan dimata Linara? Tapi tetap imut panggilannya menurut Rayhan.
“I-iya, Dek?” Astaga! kenapa Rayhan jadi panggil Adek pada Linara, rasanya semakin canggung itulah pikir Rayhan.
“Kakak mau ikut enggak? Ke Festival Korean Food nanti setelah kedai sudah tutup?”
“Mau!” jawab Rayhan dengan secepat kilat, membuat Linara sedikit aneh. Tapi tidak masalah, mungkin Rayhan terlalu bersemangat pada Festival itu.
“Baiklah, Kak. Nanti Linara tunggu ya,” jawab Linara dengan berlalu menuju arah kamarnya, untuk segera berganti pakaian dan membantu dikedai.
Rayhan menutup mukanya dengan kedua telapak tangan, rasa malu seperti membanjiri dirinya. Dalam benaknya sangat heran oleh sikapnya yang selalu terburu-buru.“Astaga! Rayhan ... kenapa kamu menjawab Iya sih! Kan lu lagi engga punya duit! Tapi ... kapan lagi gue bisa kencan sama Linara, Argh ... tapi waktunya tidak tepat, Men!” gerutu Rayhan dalam hatinya yang merasa campur aduk, dengan posisi dia yang serba salah.
“Untung tadi ada rezeki nomplok dari Tip pelanggan, tapi ... bagaimana sama stok makanan gue yang sudah menipis di Kost'an? Argh ... sudahlah kapan lagi, demi Linara sayang. Abang akan lakukan semua untukmu...,” sesaat wajah Rayhan mengembang dengan rona pipi yang mulai memerah.
‘Kamu tetap terlihat sempurna dimata orang yang membuatmu istimewa’
Sepertinya ada yang salah persepsi, Rayhan yang berpenampilan rapih dan wangi mendadak ciut saat Kaivan yang tidak diharapkannya hadir. Ekspektasi yang jauh dari realita, mungkin itu yang Rayhan rasakan sekarang. Apalagi saat Kaivan lebih dekat dengan Linara, dirinya merasa jadi kambing conge berada diantara mereka.Muka Rayhan yang berubah kecut dengan tatapan datarnya masih menatap Linara yang berbincang sembari bersenda gurau dengan Kaivan saat masih didepan Kedai Kopi, mereka masih menunggu Kakek Aathif untuk berpamitan.“Kalau gini jadinya gue engga akan ikut, sayangkan waktu istirahat gue! Shit!” gerutu Rayhan dengan menggigit bibir bawahnya.Tak selang lama Aathif muncul, Linara mulai berpamitan. Aathif memberikan kepercayaan penuh pada Kaivan dan Rayhan untuk menjaga Linara. Semoga Cucunya itu terus mengurai bahagia, harap Aathif saat Linara, Kaivan, dan Rayhan mulai perlahan meninggalkannya.
Masih berada di suasana Festival, Kaivan yang berlalu begitu saja meninggalkan Linara dan Rayhan dalam lingkup canggung saat mendapati scene yang cukup tidak terpikirkan, bagaimana tidak tertuai rona merah saat sikap Rayhan yang sedikit pemalu itu mendadak berubah siasat dalam sekejap. Linara masih tertunduk malu sedangkan Rayhan memalingkan wajahnya berupaya menyembunyikan merah jambu pipinya.Rasanya Linara geram, ingin sekali mencabik Kaivan yang menyebalkan itu. Dalam situasi kaya gini dia malah kabur saat sepasang Mata genitnya melirik dua wanita cantik yang berbadan sintal, siapa lagi selain Kakak Tingkat dikampus yang memberinya Tiket gratis ke Festival ini.Seketika ponsel Linara berdering, mendapati notif panggilan masuk dari Kakek Aathif, segera Linara mengangkat panggilan tersebut, batin Linara berpikir bahwa Kakek pasti mengkhawatirkannya. Betul saja, Aathif menelpon Linara untuk segera pulang karna waktu akan semakin larut
Hatinya peluh, seakan ruh hilang sebagian. Andai semua tidak terjadi, andai semua tidak dilaksanakan, mungkin tidak akan seperti ini. Apadaya setelah tanah merah sudah terbuka, terbaring lemah disana, hanya duka yang kini terdengar dan penyesalan tanpa arti.Air matanya masih menggulir deras disamping pria tua yang merangkulnya, melihat kepergian sosok cinta pertama dalam kehidupan kini terbaring dalam tanah merah. Masih ada kebencian yang tertuai, dendam yang belum meredam, dan kehidupan yang masih terlihat cacat.Upacara pemakaman telah usai, semua berjalan sebagaimana mestinya, para pelayat pun perlahan berhambur meninggalkan. Namun seorang gadis rapuh dan pria tua tetap disana, menatapi batu nisan yang tertancap, air matanya masih berlinang.“Waktunya kita pulang, Linara. Ayah sudah tenang di alam sana,” Aathif berupaya mengajak Linara untuk pulang karena matahari akan tak lama lagi akan berubah sen
Sosok tinggi nan tegap itu kini berhadapan dengan Linara, tangannya merangkul bunga sebagai simbol bela sungkawa. Mata Linara seakaan tidak menyangka Avraam si pelanggan kedai itu berada dihadapannya. Dari mana Avraam tahu alamat rumah Linara? dan bagaimana juga Avraam mengetahui berita duka ini? Padahal berita duka ini tidak banyak orang tahu.Langkah kaki perlahan mendekat, keduanya saling berhadapan dengan jarak cukup dekat membuat Linara sedikit melangkah mundur, merasa canggung dengan jarak yang dibuat Avraam.“Saya turut berduka cita atas kepergian beliau, semoga Tuhan selalu menjaganya,” ungkap belasungkawa Avraam sembari menyodorkan bunga kepada Linara.“Aamiin, Terima kasih, Tuan.”“Tapi maaf anda tahu dari mana berita ini?” tanya Linara membuat Avraam diam membisu, rasanya Avraam tidak ingin memberi tahu Linara yang sebenarnya bahwa dia mengulik informasi
Air mata yang mengucur membasahi pipi lembutnya, tak peduli alas kepala yang mulai basah karena tetes demi tetes air haru mengalir deras. Tangannya meremas kuat kain selimut yang membalut diri, dengan bibir bawah yang digigit menahan sakit yang dirasa. Pikirnya membawa alam nostalgia.“Ayah ... kenapa kau tinggalkan Linara secepat ini! Dan Bunda ... kemana Linara harus mencari Bunda? Tuhan kemana Aku harus melangkah? Rasanya berat! Linara tidak sanggup menjalaninya!” itulah sedikit keluh kesah Linara dalam diam, penuh air mata, sesak rasanya menjalani semua. Terasa rumpang kehidupan.Suara ketuk pintu terdengar, seseorang berharap masuk kedalam. Tapi rasanya dalam benak Linara malas untuk membuka pintu tersebut, alih-alih telinga tidak mendengarnya. Mungkin si pengetuk berasumsi Linara sudah tertidur, lantas pintu yang tak terkunci itu dibuka. Kenop yang perlahan ditekan, dan si pengetuk itu masuk, berjalan mendekati Linara.Si peng
Pagi hari yang terasa damai, udaranya hangat-hangat sejuk. Apalagi saat pikiran tenang, membuat tidur lebih nyaman.Sayang sekali, pagi itu telinga mendengar sebuah kebisingan dari mesin kendaraan, sepertinya ada seseorang yang hendak berangkat. Membuat Linara terpaksa membuka mata dan segera beranjak dari ranjangnya yang lebih menggoda untuk tidur kembali, dengan terpaksa semua harus ditinggalkan, karena bising membuat ganggu.Mengumpulkan seluruh nyawa, menguap sementara, dan meregang otot-otot yang terasa pegal. Kakinya mulai menyelipkan kedalam Sandal Rumah berwarna Peach dengan bentuk kelinci. Segera pergi meninggalkan ruangan dengan tubuh yang masih terbalut piyama.Menuruni satu persatu anak tangga, dan mendekati suara bising dari kendaraan itu. Langkahnya mengarah pada garasi rumah, benar saja dugaan Linara. Kakek Aathif yang sudah terlihat segar dan sepertinya Aathif hendak pergi."Kak
Rasanya sulit sekali bagi Linara menjalankan bisnis ini diusianya yang sangat muda, ditambah ilmu bisnis yang Linara garap tidak cukup untuk merajut bisnis turun temurun ini. Otak Linara hampir pecah dengan segala beban yang dipikirkannya. Masalah perusahaan yang membuat Linara tidak berhenti bagaimana caranya untuk memecahkan masalah.Zelline yang begitu kejam tega meninggalkan hutang cukup besar dan gajih karyawan yang entah kemana hilangnya, sungguh kacau keadaan saat itu. membuat Linara terpaksa menjual kembali aset terakhir perusahaan untuk menggaji karyawan sekaligus sebagai sarana pemutihan.Kini Perusahaan Atmaja mau tidak mau harus terjual pada pihak yang mampu mengelola. Hanya itu satu-satunya usaha untuk menyelesaikan masalahnya. Linara terpaksa untuk melakukan itu semua, tapi dia janji akan merebut kembali Perusahaan Atmaja.Hanya ada rumah peninggalan Ayah saja yang tersisa, Bi Inah pun terpaksa Linara berhentikan karena fina
Masih berpacu pada Linara dan Avraam, Leopaard yang melaju cepat membawa mereka ke suatu tempat makanan cepat saji. Restoran yang menyediakan beberapa makanan yang bernuansa negeri sakura ini, sungguh menggugah selera.Avraam mendorong kursi untuk Linara, sedikit canggung atas reaksi yang Avraam beri itu. linara menghargainya dengan mengucapkan terima kasih dan duduk secara perlahan. Avraam memanggil salah satu Waiters dan mulai menyebutkan pesanan yang diminta. Begitupun dengan Linara.Avraam hanya fokus dengan ponselnya sedangkan Linara juga begitu, rasanya suasana saat itu terasa canggung. Tidak biasanya Linara diajak makan bersama oleh pria atau istilahnya adalah nge-Date. Dan rasanya makanan terlalu lama tersaji, apa karena kondisinya saja yang membuat waktu terasa lama.“Sudah berapa semester sekarang?” tanya Avraam memecah hening diantaranya.“Baru masuk semester tiga,”“Seben