Share

Chapter 7 Mengukir Hari Indah

Suara perut keroncongan terdengar jelas disaat pejalanan menuju kampus, membuat suasana hening seketika.

Linara menoleh kearah temannya Kayu, siapa lagi selain Kaivan dengan panggilan istimewanya Kayu. Membuat Linara sedikit menahan tawa.

“Kamu lapar, Kayu?” tanya Linara membuat Kaivan tersipu malu dan menggaruk kepalanya yang tak teras gatal itu, Kaivan hanya mengangguk pelan, membenarkan apa yang Linara ucapkan.

Linara segera merogoh isi tas bekal yang telah Kakek siapkan sebelum Linara berangkat, beruntung ada sepotong Sandwich telur yang begitu nikmat. Linara segera memberinya kepada Kaivan, yang jelas Kaivan menerimanya tanpa sungkan.

“Terima kasih! Kenapa engga dari tadi sih..,” candanya Kaivan dengan tangan yang segera merampas Sandwich Telur dari Linara.

Linara hanya tertawa kecil melihat gelagat Kaivan, diberi hati minta jantung mungkin itulah istilah yang tepat untuk membalas candaannya. Tapi seperti biasa Linara adalah sosok yang enggan untuk membalas, dia memilih diam.

Mereka terus berjalan kaki menuju kampus yang tak lagi jauh.

“Ya Tuhan ... Sandwich ini enak sekali!” puji Kaivan disela perjalanannya yang hampir setengah Sandwich ia lahap. Linara tersenyum dan menggeleng kepalanya melihat gelagat Kaivan yang semakin menjadi girang setelah melahap Sandwich pengubah mood dan pelipur laparnya.

“Lain kali bawakan lagi ya...” pintanya lagi dengan tatapan penuh harap pada Linara untuk mengabulkan keinginan Kaivan.

“Kau harus membayarnya nanti,” guraunya Linara terlontar juga, tawa Linara dan Kaivan saling bertaut sepanjang perjalanan, senda guraunya tak padam membuat perjalanan menjadi tak terasa.

*** 

Avraam masih termenung dengan menatap susu yang telah di Packaging Linara sebagai bentuk bonus untuknya, terkesan begitu manis. Tak terasa Avraam telah dua jam terduduk dikedai dengan terus menatap susu yang telah dingin. Dering ponsel memecah lamunan Avraam, tak perlu waktu lama Avraam untuk menjawab panggilan dari Sekretariat pribadinya itu.

“Selamat pagi, Pak! Maaf saya hanya ingin mengingatkan saja bahwa jadwal rapat hari ini akan berlangsung dua puluh menit lagi, semua sudah kami siapkan untuk rapat.” Ujarnya dalam panggilan.

“Baik, saya akan segera kesana.” Jawabnya tegas dan jelas membuat panggilan berakhir singkat.

Terpaksa Avram harus meninggalkan kedai sejuta cerita bagi dirinya, menarik napas pendek sambil berlalu dan meninggalkan dua lembar uang kertas yang terselip dalam Bill pesanan yang telah dirinci diselembar kertas.

Rayhan yang sudah menyadari pelanggan setia itu telah usai dalam menyelesaikan makanannya. Segera untuk membersihkan mejanya. Sewaktu Rayhan membersihkan dan mengambil Bill yang telah Avraam tinggalkan ternyata cukup besar nominal yang Avraam beri, membuat Rayhan sedikit berlari untuk menyerahkan kembaliannya, karyawan yang cukup jujur. Rasanya Rayhan bisa mengejarnya, itulah pikir Rayhan yang sanggup mengejar Avraam.

“Tuan tunggu!” teriak Rayhan yang setengah berlari mengejarnya. Membuat Avraam menoleh akan panggilan yang tidak asing bagi telinganya itu dan mematung sesaat. Akhirnya Rayhan berhasil mengejarnya, napasnya sedikit terengah-engah.

“Ada apa? Apa uangnya kurang?” tanya Avraam yang tidak sabar dan langsung menyimpulkan maksud kedatangan Waiters itu.

“Tidak, Tuan. Ini saya mau mengembalikan kembalian. Uang ini terlalu besar nominalnya,” Rayhan berucap begitu jujur dan menyerahkan uang Avraam.

“Itu Tip untuk kamu, hitung-hitung saya membayar tempat yang diduduki saya tadi terlalu lama.”

“Apakah ini benar untuk saya, Tuan?” tanya Rayhan untuk memastikan kembali.

“Yes!” Jawabnya Avraam begitu meyakinkan dan berlalu mendekati Land Rover Velar untuk segera meluncur ke kantornya.

“Terima kasih banyak, Tuan!” Rayhan membungkukkan setengah badannya sebagai bentuk ucapan rasa terima kasihnya, Avram membalas dengan senyum dibalik layar jendela mobil yang setengah terbuka, sambil melambaikan tangan perpisahan. 

“Akhirnya ... setelah sekian lama tidak menerima Tip dari pelanggan, sekarang hadir kembali dengan yang lebih besar! Terima kasih, Tuhan!” girangnya Rayhan begitu menambah warna, dia masuk kembali kedalam kedai dengan berloncat kecil.

Betapa indahnya pelanggan seperti Avraam dan betapa beruntungnya memiliki karyawan sejujur Rayhan.

***

Beruntung sekali bagi sebagian mahluk hidup yang bisa pulang lebih awal saat menjalin kegiatannya. Sama hal nya seperti Linara yang brsorak gembira dalam hati lembutnya karena pelajaran yang telah usai lebih awal.

Kaivan yang duduk paling pojok dikelas, sesegera mendekati Linara yang terhalang tiga bangku jaraknya. Wajah Kaivan sangat terlihat bersemangat dengan lembaran kertas yang Kaivan genggam, seperti ingin memperlihatkannya kepada Linara.

“Linara, kamu mau ikut engga ke Festival kuliner Korean Food? Aku dapat dua tiket secara percuma loh!” Ujarnya ria sambil mengipas Dua lembar kertas tersebut.

“Kok bisa? Kamu dapat darimana?” sepertinya Linara terpancing denga tawaran Kaivan itu, membuatnya penasaran dari mana asal usul kertas yang dimiliki Kaivan.

Dengan seribu kepercayaan diri Kaivan terpancar saat menjelaskan, “Tentu saja dari Kakak Tingkat,” jawabnya dengan mengusap rambutnya dengan banyak gaya.

“Pasti kamu menggodanya ya?” tebak Linara pada Kaivan dengan senda guraunya.

“Oh jelas benar!” jawab Kaivan membenarkan dengan tawanya yang mengembang.

“Haha ... Bagaimana bisa kamu merayunya dan dapat Tiket ini?  Coba ceritain,” 

“Aku akan ceritakan padamu nanti, tapi kamu mau enggak nih ikut?” 

“Tergantung cerita kamu saat menggodanya, kalau menarik aku ikut.” Jawab Linara dengan tawanya yang tak henti itu.

“Baiklah aku anggap kamu ikut,” tukas Kaivan diseling tawanya.

“Lho kok gitu?” 

“Karena aku yakin cerita ini sangat menarik ... menarik untuk kau hujat, Hahaha...,” lagi dan lagi mereka tertawa, membuat suasana kelas yang sepi menjadi ramai dengan tawa mereka berdua.

“Oh iya, sebenarnya aku dapat tiga Tiket sih. Tapi, bingung satu lagi buat siapa?” tambah Kaivan dengan lembar kertas yang dia ambil disakunya.

“Hmm ... bagaimana kalau Rayhan, karyawan Kakek aku?”

“Boleh juga, yaudah ajak Dia aja sekalian, biar tambah rame. Yaudah yuk pulang.” Ujung percakapannya membuat Linara dan Kaivan segera pergi meninggalkan kelas.

Pukul menunjukan jam satu siang, sebenarnya Linara ingin menolak ajakan Kaivan. Namun, saat melihat raut gembira Kaivan membuat Linara menjadi sungkan untuk menolak. Padahal, waktu itu cukup untuk Linara istirahat lebih lama. Tapi itu semua tidak masalah karena besok waktunya kuliah libur, masih ada waktu baginya istirahat.

Tawa Kaivan dan Linara yang masih sangat terdengar jelas dengan senda gurau sepanjang koridor membuat kesan hangat terlukis. Apalagi saat Kaivan menjelaskan bagaimana dia mendapatkan tiket festival kuliner gratis dari Kakak Tingkatnya dikampus, dengan cara merayu membuat tawa Linara semakin terkekeh.

***

Hati mendadak bergetar hebat, saat yang mahluk yang disukai telah hadir kembali. Rayhan tersenyum lega saat melihat Linara telah pulang dengan keadaan baik. Rasanya ingin memeluk dia setelah pulang penuh peluh, namun sayang semua hanya angan.

Rasanya jantung semakin berdegup saat Linara semakin mendekati dirinya, sempat terasa aneh. Pada awalnya Rayhan tidak ingin terlalu percaya diri bahwa Linara ingin berdekatan dengannya. Tapi, rasanya semakin tidak karuan saat langkah Linara semakin mendekati Rayhan yang sedari tadi sedang mengelap gelas menghadap meja Bar.

“Kak?” sapa awal Linara pada Rayhan. Linara memanggil Rayhan dengan sebutan kakak? Apakah setua itu ya Rayhan dimata Linara? Tapi tetap imut panggilannya menurut Rayhan.

“I-iya, Dek?” Astaga! kenapa Rayhan jadi panggil Adek pada Linara, rasanya semakin canggung itulah pikir Rayhan.

“Kakak mau ikut enggak? Ke Festival Korean Food nanti setelah kedai sudah tutup?”

“Mau!” jawab Rayhan dengan secepat kilat, membuat Linara sedikit aneh. Tapi tidak masalah, mungkin Rayhan terlalu bersemangat pada Festival itu.

“Baiklah, Kak. Nanti Linara tunggu ya,” jawab Linara dengan berlalu menuju arah kamarnya, untuk segera berganti pakaian dan membantu dikedai.

Rayhan menutup mukanya dengan kedua telapak tangan, rasa malu seperti membanjiri dirinya. Dalam benaknya sangat heran oleh sikapnya yang selalu terburu-buru. 

“Astaga! Rayhan ... kenapa kamu menjawab Iya sih! Kan lu lagi engga punya duit! Tapi ... kapan lagi gue bisa kencan sama Linara, Argh ... tapi waktunya tidak tepat, Men!” gerutu Rayhan dalam hatinya yang merasa campur aduk, dengan posisi dia yang serba salah.

“Untung tadi ada rezeki nomplok dari Tip pelanggan, tapi ... bagaimana sama stok makanan gue yang sudah menipis di Kost'an? Argh ... sudahlah kapan lagi, demi Linara sayang. Abang akan lakukan semua untukmu...,” sesaat wajah Rayhan mengembang dengan rona pipi yang mulai memerah.

‘Kamu tetap terlihat sempurna dimata orang yang membuatmu istimewa’

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status