Share

Chapter 8 Festival

Sepertinya ada yang salah persepsi, Rayhan yang berpenampilan rapih dan wangi mendadak ciut saat Kaivan yang tidak diharapkannya hadir. Ekspektasi yang jauh dari realita, mungkin itu yang Rayhan rasakan sekarang. Apalagi saat Kaivan lebih dekat dengan Linara, dirinya merasa jadi kambing conge berada diantara mereka.

Muka Rayhan yang berubah kecut dengan tatapan datarnya masih menatap Linara yang berbincang sembari bersenda gurau dengan Kaivan saat masih didepan Kedai Kopi, mereka masih menunggu Kakek Aathif untuk berpamitan.

“Kalau gini jadinya gue engga akan ikut, sayangkan waktu istirahat gue! Shit!” gerutu Rayhan dengan menggigit bibir bawahnya. 

Tak selang lama Aathif muncul, Linara mulai berpamitan. Aathif memberikan kepercayaan penuh pada Kaivan dan Rayhan untuk menjaga Linara. Semoga Cucunya itu terus mengurai bahagia, harap Aathif saat Linara, Kaivan, dan Rayhan mulai perlahan meninggalkannya.

Tak perlu waktu lama, kini Festival yang sudah diharapkan sudah ada didepan mata. Mata Linara berbinar melihat manusia ramai memenuhi acara tersebut, wangi masakan pun sangat berbau harum, membuat mulut tak tahan untuk melahap satu persatu sajian.

Kaivan segera menyodorkan tiga tiket gratis kepada salah satu penjaga pintu masuk, siapa yang tidak senang mendapati tiket makan gratis, sungguh nikmat bukan. Tak perlu lama lagi, mereka langsung masuk setelah diberi tanda sah dalam sebuah ID Card unik dalam sebuah Festival, yang dikalungkan pada leher.

“Selamat datang di Festival Korean Food! Akhirnya bisa makan gratis...,” ucap Kaivan dengan tangan yang terlentang, semangatnya sangat bergairah saat melihat masakan itu.

Telinga Rayhan mendadak heboh saat mendengar pernyataan Kaivan bahwa makanan dalam acara itu gratis, rasanya Rayhan ingin memastikan kembali namun lagi dan lagi rasa gengsinya hadir. Membuat Rayhan mengurung niatnya. 

Kaivan yang memulai duluan, dia tidak sabar untuk mencicipi sajian Khas negeri ginseng itu. Linara pun ikut bertisipasi dalam semangat gelora kuliner. Akan tetapi, Rayhan hanya diam mematung seperti tak bersemangat, Linara menyadari sikap Rayhan.

“Ayo, Kak.” Linara menggenggam tangan Rayhan, membuat Rayhan terkejut setengah mati.

Saking canggungnya, membuat Rayhan masih mematung dia bingung apa yang harus dia lakukan, ketika tangan halusnya menyentuh tangan Rayhan. Astaga jantungku!

“Kak Rayhan kenapa? Kakak tidak suka Korean Food?” tanya Linara yang membuat lamunan Rayhan pecah.

“A-ah Aku suka...,” jawabnya kikuk.

“Yaudah ayo!” tukas Linara, lalu kembali menggengam tangan Rayhan, akhirnya Rayhan mampu melangkah mendekati beberapa sajian.

"Suka Kamu!” Lanjut Rayhan dalam lubuk hatinya, yang spontan mengungkap seperti itu. Tapi sayang, hanya sekedar angan. Real sad boy! Suatu pengakuan yang tidak tersampaikan.

Banyak sekali sajian disana, ada beberapa sajian yang sangat menarik perhatian sepasang mata pada beberapa Stand. Linara dan Rayhan masih bingung dengan makanan apa yang akan mereka pilih untuk disantap.

Berbeda dengan Kaivan yang sudah kesana kemari mencicipi macam sajian, pergerakannya sangat cepat saat melihat makanan, itulah Kaivan.

“Kalian sudah memakan apa saja?” tanya Kaivan yang tiba-tiba muncul kembali dengan tangan memegang sajian yang memakai tusukan lidi cukup panjang, dikenal dengan nama Odeng. Mulut Kaivan penuh dengan Odeng.

“Aku masih bingung dengan semua makanan ini..,” jawab Linara yang terlihat memandang kesana kemari mengintari beberapa Stand.

“Astaga! Selama ini kalian hanya kesana kemari gitu?” Kaivan yang sangat menyayangkan melihat kedua temannya yang dilanda kebingungan. Rayhan dan Linara menganggukan kepala membenarkan apa yang ditebak oleh Kaivan.

“Sayang sekali ... Baiklah biar aku antar ke beberapa Stand yang enak-enak, ayo ikuti aku!” ajak Kaivan yang bersemangat menjadi pemandu kuliner Rayhan dan Linara.

“Ini dia yang pertama kalian harus coba, Gimbab.” Tunjuk Kaivan pada Stand yang menyajikan cukup banyak Gimbab. Lalu Kaivan memesan dua porsi untuk Linara dan Rayhan. Dan tidak perlu waktu lama, makanan telah tersaji.

“Ini ambilah Linara dan Rayhan, mari kita cari lagi!” Kaivan yang memberi pada Rayhan dan Linara. Lalu kembali memandu mereka ke Stand selanjutnya

“Ini seperti Sushi ya?” tanya Rayhan disela perjalanan mereka yang masih berburu makanan.

“Iya, namun ini berbeda rasa.” Jawab Linara sedikit menjelaskan, Rayhan mengangguk paham. Rasanya ingin segera menikmati sajian ini.

“Dan yang paling wajib adalah Tteokbokki! Tadaaa...,” Kaivan sangat bersemangat sekali saat mengenalkan Stand makanan favoritnya.

“Wah ... terlihat enak, sepertinya itu pedas,” air liur Rayhan terjatuh dalam tenggorokannya saat melihat kuah merah kental yang membara. Linara membalas dengan anggukan, membetulkan apa yang Rayhan ungkap.

Kaivan lanjut mengajak pelancong kulinernya pada Stand-stand selanjutnya, banyak sekali Stand yang mereka kunjungi, hingga nampan yang dibawa sudah cukup penuh. Sepertinya ini waktu untuk menyantap sajian ini.

“Ayo kita lanjutkan perjalanannya...,” Kaivan menunjuk tangan kedepan Stand selanjutnya.

“Tunggu Kayu! Sepertinya ini sudah cukup deh, udah terlalu penuh nampan kami.” Tukas Linara disela Kaivan mengajaknya lagi. Lantas Kaivan menyetujuinya untuk berhenti mencari Stand dan lanjut langkah menuju meja.

Mereka bertiga sudah menemukan tempat yang  cukup nyaman untuk menyantap sajian yang telah diburu. Linara dan Rayhan duduk bersebelahan sedangkan Kaivan duduk berhadapan dengan Linara. Posisi yang cukup enak memandang Linara dari arah samping celetuk Rayhan.

“Selamat Makan!” seru Kaivan mulai menyantap kembali hidangan yang telah dia bawa.

Linara yang melahap awal Gimbab dan yang kedua Linara melahap Twigim yang dicelupkan pada saus Tteokbokki, sangat nikmat sekali.

“Wah ini panjang sekali ya! Tapi ... rasanya tidak asing, ini seperti kentang.” Tebak Rayhan disela menikmati sajian tersebut.

“Itu namanya Hweori Gamja, itu memang kentang. Cuma dibentuk seperti Tornado,” jawab Kaivan.

“Oh ya, kalian harus mencoba ini...,” lantas Kaivan menyodorkan sajiannya pada Rayhan dan Linara, memperlihatkan sajian mentah yang terlihat menggeliat, saat Rayhan melihatnya membuat dia bergidik.

“Apakah ini Sannakji?” jawab Linari sambil memainkan daging lembut yang sedikit menggeliat itu.

“Betul sekali! Ini nikmat loh!” Kaivan membenarkan.

Melihat reaksi Rayhan yang sedikit bergidik, layaknya jijik melihat hidangan hidup itu. Membuat Kaivan ingin sekali mengusilkan dirinya, “Ayo, Rayhan! Kau harus mencobanya, ini banyak kandungan yang baik,” nada Kaivan sedikit memaksa.

“A-ah aku tidak ingin memakannya! Aku tidak suka makanan mentah,” tolak Rayhan yang semakin membuat Kaivan ingin mengerjainya lagi.

“Ayolah, Boy! Kamu harus bisa memakan ini,” Kaivan semakin menjadi.

“Tidak ... Tidak ... aku tidak mau!” tolak Rayhan seperti anak kecil, membuat Linara tertawa kecil melihatnya.

“Hmm ... Bagaimana kalau ini kita buat jadi tantangan, siapa yang sudah memakan Sannakji akan mendapat hadiah yang ada diselembar kertas gulungan ini. Bagaimana berani?” Kaivan menunjuk sebuah box kecil yang sudah tersedia disetiap meja untuk membuat permainan kecil, sungguh Festival yang sempurna.

“Aku setuju!” jawab Linara yang bersemangat membuat Rayhan menoleh kearah Linara seakan ingin memberi kode untuk menolak tantangan itu.

“Bagus! kalau Linara setuju berarti Rayhan juga!” simpul Kaivan membuat Rayhan ingin sekali mencabiknya.

“Hei! Aku tidak berbicara setuju lho!” 

“Sudahlah ... ikuti saja permainannya, toh Cuma makan saja,” rayu Kaivan pada Rayhan yang masih berkerut dahi.

“Iya, Kak! Ikut saja kakak pasti bisa memakannya.” Linara mencoba meyakinkan Rayhan, yang pasti mata Rayhan dan pikirannya langsung tersihir saat sepasang Mata Linara seperti memohon.

“Baiklah yang pertama adalah aku sendiri yang akan makan Sannakji ini,” Kaivan mulai melahap santapan pertama, lalu mengambil gulungan kertas sebagai bentuk hadiahnya. Tak sabar untuk segera membuka hadiah misteri yang dia dapat.

“Memakan lima sendok Saus Tteokbokki tanpa minum!” itulah tantangan bagi Kaivan, meskipun Kaivan menyukai makanan tersebut, tapi dia tidak terlalu suka dengan pedas yang berlebihan.

Sepertinya Rayhan ingin membalaskan dendamnya, dia langsung beranjak membawa kertas hadiah dan meminta saus Tteokbokki yang paling pedas pada salah satu Stand.

Kaivan tertegun melihat merahnya saus yang dibawa oleh Rayhan itu. Mau tidak mau Kaivan mulai meneguknya, lidah dia terasa terbakar dan wajahnya memerah. Melihat reaksi konyol Kaivan yang kepedasan membuat Rayhan tertawa puas.

“Baiklah yang kedua kamu, Linara.” Lanjut Kaivan dengan mulut yang bergetar kepedasan.

Linara segera melahap Sannakji dan dia segera mengambil gulungan kertas, saat dibuka Linara mendapati sebuah hadiah memakan tujuh Gimbab dalam satu lahap. Astaga! Mulut mungilnya mana bisa melahap tujuh Gimbab sekaligus? Tidak ada yang tidak mungkin, Linara mencobanya dan ya dia berhasil, membuat Rayhan dan Kaivan melongo melihat mulut Linara yang penuh.

“Hebat kamu, Linara! Sekarang giliran kamu, Rayhan.” Tunjuk Kaivan tidak sabar melihat reaksi Rayhan saat memakan Sannakji.

Mau tidak mau akhirnya Rayhan memakan sajian yang menggeliat, saat pertama masuk dalam mulutnya, rasanya tentakelnya terus berupaya menggeliat membuat Rayhan ingin memuntahkannya. Tapi itu semua tertahan saat Kaivan segera membekam mulut Rayhan untuk tetap mengunyah dan menelannya.

“Kunyah ... Kunyah ... Telan,” itulah kata yang berulang kali Kaivan ucapkan saat membekam Rayhan, Linara tidak berhenti menertawakan kelakuan mereka berdua. 

Akhirnya Rayhan berhasil memakan Sannakji meskipun meninggalkan wajah pucatnya. Lalu, Rayhan mengambil hadiah gulungan kertas, berharap jangan memakan Sannakji lagi.

“Mencium orang yang berada disebelahmu!” seketika Rayhan menoleh ke arah Linara dan jantungnya begitu hebat bergetar, astaga! Apa ini hadiah terindah dari Tuhan?

Awalnya Linara enggan, karena malu begitu menerjang dirinya. Namun, lagi dan lagi Kaivan malah mengompori situasi dengan terus memaksa Linara agar mau. Saat Linara banyak berbicara untuk mengalihkan malunya sesaat Rayhan segera mengecup pipi Linara, serangan yang mendadak itu meninggalkan rona dipipinya.

“Mantap! Serangan dadakan, kerja bagus sob!” ujar mantap Kaivan memuji Rayhan sambil mengacungkan jempol.

“Gue tinggal bentar ya, ada Kating ngelewat tadi,” Kaivan meleos begitu saja saat melihat Kakak tingkat yang memberi Tiket gratis padanya, mungkin dia ingin menggodanya lagi. Entahlah.

Meninggalkan begitu saja, Linara hanya tertunduk malu. Namun Rayhan bersorak gembira, keberuntungan memihak dirinya, sepertinya...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status