Share

#2 Dia Ranetha

“Bagaimana saya bisa percaya begitu saja kalau Anda tidak akan cerita ke siapa pun?” tanya laki-laki itu dengan sebelah alis terangkat. Nada suaranya penuh selidik.

“Mmm... itu...” Aneth tampak berpikir.

Kepalanya berdenyut memikirkan jawaban yang tepat.

Bagaimana bisa pertanyaan yang terdengar mudah itu sulit sekali dijawab. Kira-kira apa yang bisa meyakinkannya? Sungguh, dia tidak sengaja memergoki Yuka.

“Umm... Anda tau kan, saya mengenal Ivy dan Valdi? Saya akan tutup mulut karena Anda kerabat dari teman saya,”

Selain itu karena Aneth tidak tertarik dengan hubungan percintaannya.

“Apa... Anda bisa percaya saya?” Ia bertanya lagi karena laki-laki itu belum merespon.

‘Kumohon, percaya saja dong.’

Akhirnya Yuka menghela napas. Tampak menemukan solusi yang mungkin menjadi jalan tengah mereka.

“Begini saja, supaya saya bisa percaya dan mengawasi kamu, bagaimana kalau kamu bekerja di perusahaan kami?”

“A-apa? Itu...”

Ini terlalu mendadak.

Bukan Aneth tidak suka. Tapi ini sedikit aneh. Di satu sisi, tawaran ini jelas lebih menguntungkan untuknya.

“Bukannya ini malah penawaran yang bagus untuk Anda?” tanya lelaki tampan itu penuh percaya diri.

Ya, memang. Tapi Aneth takut keberuntungan bertubi-tubi yang mendadak ini malah akan mendatangkan hal yang tidak menyenangkan untuknya. Perasaannya jadi tak nyaman.

Yuka Damiani Leovin, orang yang duduk di hadapannya merupakan sepupu dari teman masa kuliahnya, Valdi Leovin. Dari mana Aneth tahu? Tentu saja berkat teknologi yang semakin canggih. Ia berterima kasih pada segala macam info yang disuguhkan oleh media sosial.

Dulu, beberapa kali Aneth melihat Valdi mengunggah foto keluarga atau fotonya bersama Yuka di akun media sosialnya. Beberapa caption pun menghiasi postingannya seperti ‘brothers’, ‘cousins’, semacam itu.

Sebut ia stalker, silakan.

Tapi itulah gunanya media sosial.

“Hm?” Yuka bergumam meminta jawaban dari wanita di depannya.

“Saya sudah janji tidak akan bicara ke siapa pun, meski satu orang pun. Saya akan tutup mata dan tutup mulut. Tapi, tolong izinkan saya mempertimbangkan tawaran Anda.”

Laki-laki itu melipat kedua tangannya di atas meja.

“Apa yang membuat kamu meragukan tawaran saya?”

“Ah, maaf. Itu... cuma pertimbangan dari masalah pribadi.”

“Kalau begitu, bisakah kita bertukar nomor?”

Aneth menatapnya dengan pandangan bingung.

“Biar kamu bisa segera menghubungi saya setelah mendapat keputusannya.”

Aneth akhirnya mengiyakan. Senyum puas pun tersungging di wajah laki-laki itu. Yang ia takutkan sebenarnya hanya satu orang, Yurika.

***

Di tengah acara berlangsung, ia menatap wanita yang berdiri di antara teman-teman Ivy dan Valdi. Mereka berdua sedang menyapa teman-temannya itu ketika ia menghampiri. Tampak salah satu dari mereka adalah wanita yang tadi memergokinya di toilet.

Gadis itu menunduk, sesekali melirik ke arah lain, memalingkan wajah. Tidak berani menatapnya. Ia curiga. Bisa saja gadis ini telah mengambil gambarnya dan berencana menjual beritanya, atau mengunggahnya ke media sosial. Mungkin saja, kan?

“Val, yang di sana tadi lo kenal juga?” tanya Yuka setelah mereka melewati kumpulan tadi.

“Iya, mereka temen satu angkatan dulu.”

“Kalo cewek yang pake dress emerald, yang lebih tinggi dari cewek lainnya itu siapa?” Dia menunjuk dengan dagunya.

Valdi mengikuti arah pandang sepupunya, mencari sosok yang dimaksud. “Hm? Ranetha maksud lo?”

“Ranetha?”

‘Kenapa dia merasa pernah mendengar nama itu?

Tapi di mana?’

Setelah Yuka masuk kerja, ia pun akhirnya sadar siapa Ranetha yang ada di acara pertunangan sepupunya. Ketika sekretarisnya, Becca, melaporkan tentang kontrak sayembara yang akan ditandatangani pemenang, nama itu terdengar lagi. Ranetha Claire. Ia lalu meminta berkas data mengenai pemenang sayembaranya.

Data diri, data pendidikan, foto tanda pengenalnya. Tidak salah lagi, mereka orang yang sama.

“Becca, biar saya yang akan meeting dengannya membahas kontrak,”

“Eh?” Sekretarisnya tampak terkejut, tapi lalu menuruti permintaan atasannya. “Baik Pak, akan saya persiapkan,”

***

Yuka dan Valdi duduk berhadapan, menyesap kopinya masing-masing setelah selesai makan siang. Ditambah rokok yang melengkapi ritual santai mereka. Yuka baru saja bercerita dengan jelas mengenai insiden di hotel pada sepupunya.

“Oh, jadi Aneth nggak sengaja liat lo di toilet lagi mesum?”

“Sialan, bukan mesum. Cuma ciuman doang kok,”

‘Meski hampir melakukan yang lain.’

Valdi terbahak mendengar cerita sepupunya. “Gblk sih, lagian di tempat umum.”

Yuka mendengkus kesal. Kalau Yurika sampai tahu, mungkin dia bisa menjewernya sampai telinganya hampir putus.

“Terus jadinya dia setuju kerja di tempat lo?”

“Yah, akhirnya setuju.”

“Oh ya? Asik deh, kalo gue ke kantor lo pas lo sibuk jadinya ada teman ngobrol lain,”

“Awas lo ya, jangan ganggu orang yang kerja,”

“Eh, eh...” Tiba-tiba Valdi berkata dengan suara pelan sambil mencondongkan badannya.

“Hm?” Yuka dengan cuek sambil menghembuskan asap rokoknya dari mulut.

“Dari kesan pertama, menurut lo dia gimana? Kenapa lo malah jadi tawarin kerjaan ke dia?”

Yang ditanya hanya mengangkat bahu.

Well, dia pemenang sayembara. Harusnya kerjanya bagus juga kan?”

Valdi tersenyum sambil menggut-manggut. “Dia orangnya rajin sih waktu kuliah,”

“Oh...” Yuka menanggapi sekenanya saja.

“Anak-anak suka titip barang-barang buat nugas. Sama pas kelas kalau ada yang nanya gitu pasti dijelasin detil. Pernah tugas ilustrasi gue dibantuin gambar sama dia,” Valdi lalu tertawa mengingat kemalasannya saat tugas menggambar karakter.

Kadang Yuka sendiri heran dengan sepupunya ini. Dia malas, tapi geraknya cenderung cepat. Pekerjaannya bisa cepat selesai. Meski tidak kelihatan mengerjakan dengan sungguh-sungguh, tapi produk tas dan sepatu pria rancangannya laku keras. Yah, ia akui konsep desainnya memang bagus.

“Tapi gue yakin sebetulnya dia nggak akan bocor kok soal kemesuman lo,”

“Tau dari mana lo? Orang-orang jaman sekarang hobinya ngegosip, apa lagi cewek. Udah nggak ada obat deh kalo udah masuk medsos,”

“Buktinya sampai sekarang nggak ada kehebohan apa-apa kan?” Valdi bertanya meyakinkan.

Sementara Yuka diam, tampak berpikir.

“Lagian gue yakin karena gue tau banget dia. Gue pernah coba dekatin dia,”

“Oh,”

Hening.

Satu detik.

Dua detik.

Yuka terbatuk oleh asap rokoknya. “Apa?! Apa tadi lo bilang?”

Well, gue dan Aneth pernah dekat.”

“Hah?” Yuka menatapnya tidak percaya.

‘Dengan Ranetha Claire? Pernah dekat dengan Ranetha Claire? Begitu maksudnya?

Ia tidak salah dengar kan?’

“Kok bisa? Perasaan dia nggak kayak tipe lo,”

Apa yang dilihat Valdi dari gadis itu? Dia tampak biasa saja, berdandan secukupnya, gaya berpakaian biasa saja, berbeda jauh dengan Ivy yang glamor dan elegan.

Tatapan tidak percaya dan kerutan dalam pada keningnya membuat Valdi tertawa.

“Kenapa? Aneh? Kalau diperhatiin dia manis kok,” sambil mengingat-ingat kesannya pada gadis itu saat kuliah. “Dia itu orangnya tenang dan kalem, nggak banyak ngomong. Sifatnya bikin dia kelihatan lebih dewasa dari cewek-cewek yang lain. Terus...”

Sebelah alis Yuka terangkat penasaran, menunggu lanjutan kalimat Valdi.

“Orangnya nggak sulit diajak ngobrol, tapi kadang ada kesan misterius aja dari dia yang bikin orang penasaran. Bagian itu deh yang bikin gue tertarik,” ia menyeringai.

Benar. Yuka juga sempat merasa demikian saat bertemu wanita itu. Tapi tetap saja tidak ada hal lainnya yang membuat ia tertarik.

“Jadi, kapan Aneth masuk kerja?”

“Lusa.”

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Lunetha Lu
Ayo baca terus lanjutannya kak ^^
goodnovel comment avatar
Lunetha Lu
Ayo baca terus lanjutannya ;)
goodnovel comment avatar
Lunetha Lu
Terima kasih kak :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status