Share

2. Kejutan

Author: Yetti S
last update Last Updated: 2024-07-25 17:43:18

Setelah beberapa menit, perbincangan Bagas dengan seseorang yang bernama Marco di seberang sana pun selesai. Pria itu lalu menatap Armila dengan tatapan canggung.

“Maaf, Mbak Armi. Tadi saya tinggal ngobrol sama teman saya,” ucap Bagas salah tingkah.

“Nggak apa, Mas. Keren deh ngomong pake bahasa Perancis. Ngalir gitu kayak air. Bahasa Inggris nya juga pasti keren deh. Kursus di mana, Mas?” sahut Armila dengan senyuman.

“Eh, kursus? Saya...” Bagas tak meneruskan kata-katanya, karena mobil derek telah tiba di tempat itu.

“Selamat malam, saya dari mobil derek. Tadi mendapat laporan kalau ada sebuah mobil yang mogok,” ucap sopir mobil derek ketika sudah berada di hadapan Bagas dan juga Armila.

“Iya, betul. Ini mobilnya, Pak. Lalu prosesnya bagaimana?” sahut Armila, yang memang belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.

“Ya...kami akan membawa mobil Mbak ke bengkel terdekat,” sahut pria itu kalem.

“Memangnya ada bengkel yang buka, Pak? Ini kan sudah malam,” celetuk Armila meragu.

“Ada bengkel yang buka dua puluh empat jam, Mbak. Tenang saja, ya, jangan panik.” Pria itu berkata sambil tersenyum pada Armila.

Akhirnya mobil Armila berhasil diderek dan dibawa ke bengkel terdekat, yang memang buka selama dua puluh empat jam.

Bagas sendiri dengan penuh kesabaran, menemani Armila. Dia justru yang bertanya banyak pada montir, mengenai kerusakan pada mobil gadis itu.

“Jadi kapan bisa selesainya, Mas?” tanya Bagas pada montir tersebut, setelah dijelaskan permasalahan yang terjadi pada mobil Armila.

“Besok ya, Mas. Jam sepuluh pagi deh bisa diambil mobilnya,” sahut montir itu kalem.

“Ok deh,” sahut Bagas dengan senyuman. Dia lalu mengalihkan tatapannya pada Armila, yang kini sedang melakukan transaksi pembayaran pada pihak mobil derek.

“Sudah selesai?” tanya Bagas ketika Armila mendekatinya.

“Sudah.”

“Ayo, kita pulang sekarang! Mobil kamu bisa diambil besok, jam sepuluh pagi,” sahut Bagas, yang diangguki oleh gadis itu.

“Terima kasih banyak ya, Mas,” sahut Armila, yang diangguki oleh Bagas.

“Sama-sama.”

Selanjutnya, mereka pun melangkah meninggalkan bengkel tersebut, menuju ke mobil yang Bagas gunakan untuk bekerja. Armila pun segera menyebutkan alamat rumahnya pada Bagas, setelah mereka sudah berada di dalam mobil.

“Kerja di mana, Mbak Armi?” ucap Bagas ketika mereka sedang dalam perjalanan. Dia mencoba mencairkan suasana yang tampak kaku selama dalam perjalanan, karena Armila lebih banyak diam di jok belakang.

Armila lalu menyebutkan nama perusahaan tempat dia bekerja. Tanpa diduga oleh gadis itu, Bagas tertawa kecil yang masih sempat terdengar oleh Armila.

“Kenapa kamu ketawa, Mas Bagas? Ada yang lucu?”

“Ah, nggak ada yang lucu kok. Cuma ingin ketawa saja. Soalnya saya pernah melamar kerja di sana, tapi ditolak. Eh, malah sekarang saya kenal dengan karyawan perusahaan itu,” sahut Bagas masih dengan senyumannya.

Armila yang merasakan tubuhnya lelah, tak berminat untuk melanjutkan perbincangan mereka. Gadis itu hanya menyandarkan punggungnya di sandaran jok mobil, sambil menatap ke luar jendela.

Beberapa menit kemudian, mobil yang dikemudikan oleh Bagas telah tiba di depan rumah Armila.

“Mas, berapa ongkosnya? Ini kan tadi nggak order melalui aplikasi. Jadi Mas Bagas yang harus menentukan tarifnya,” ucap Armila, setelah mobil berhenti di depan pagar rumahnya.

“Nggak usah bayar, Mbak Armi. Saya ikhlas menolong kok. Lagi pula saya tadi sebenarnya sudah selesai narik, dan mau pulang. Jadi nggak masalah kalau yang ini tadi saya kasih free,” sahut Bagas kalem.

“Wah, jangan begitu dong, Mas. Saya jadi nggak enak ini. Masak gratisan begini. Malah Mas sudah temani saya dari tadi. Ya sudah, kalau Mas nggak mau kasih tarif, saya bayar saja sesuai dengan yang ada di dompet saya ini. Kebetulan di dompet saya tinggal satu lembar ini saja. Jadi kalau memang ikhlas, tolong diterima ya,” ucap Armila. Dia lalu menunjukkan dompetnya di depan Bagas, dan mengeluarkan satu lembar berwarna biru, lalu menyerahkannya pada pria itu.

“Beneran ini ya, kalau tinggal satu lembar ini saja. Saya belum ambil lagi di ATM soalnya. Tadi isi dompet saya masih cukup untuk besok. Cuma gara-gara mogok dan panggil mobil derek, jadinya sisa selembar ini saja setelah bayar ke mobil derek tadi,” imbuh Armila, yang membuat Bagas terkekeh.

“Tuh kan uang kamu tinggal selembar saja. Sudah deh nggak usah bayar. Saya ikhlas kok, Mbak.” Bagas berkata sambil mendorong tangan Armila yang memegang lembaran berwarna biru itu.

“Tapi...saya nggak mau gratisan lho, Mas.”

Bagas menggeleng seraya berkata, “Nggak baik menolak rezeki. Sudah masukkan lagi ke dompet. Buat pegangan sebelum ambil uang lagi di ATM.”

Akhirnya Armila pun mengangguk dan memasukkan kembali uangnya ke dalam dompet, dan membuka pintu mobil seraya berkata, “Terima banyak ya, Mas Bagas. Saya turun dulu.”

“Ok, sama-sama.”

Setelah Armila turun dari mobil dan melangkah masuk ke halaman rumahnya, Bagas masih terus menatap gadis itu yang kini sedang berjalan ke teras rumah. Bagas tersenyum penuh arti sebelum dia melajukan mobil meninggalkan tempat itu.

“Baru pulang, Mil?” sapa Arif-ayah Armila, ketika gadis itu sudah masuk ke dalam rumahnya. “Mobil kamu ke mana? Papa nggak dengar mobil masuk ke halaman rumah.”

“Tadi mogok di jalan, Pa. Makanya sampai rumah jam segini, soalnya tadi ke bengkel dulu. Besok baru bisa diambil mobilnya. Tadi pulang naik taksi online,” sahut Armila.

“Ya sudah, kamu makan dulu sana dan bersihkan badan kamu. Papa tidur duluan, ya,” ucap Arif, yang diangguki oleh Armila.

***

“Mil...kata papa, mobil kamu mogok ya semalam?” tanya Astuti ketika mereka sedang sarapan.

“Iya, Ma. Nanti saat jam istirahat, aku ambil mobilnya. Aku berangkat ke kantor naik ojek online saja. Ini sudah order kok,” sahut Armila tanpa menatap sang mama. Dia sibuk chat dengan tukang ojek online, yang mengatakan akan tiba dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Dia pun bergegas menyelesaikan sarapannya.

“Nggak usah naik ojek, Mil! Tadi Mama sudah hubungi Tante Linda. Nanti kamu diantar oleh adiknya, Arman. Kebetulan kantor Arman searah dengan kantor kamu. Sudah batalkan saja orderannya itu!” titah Astuti.

Kedua bola mata Armila membelalak mendengar penuturan sang mama.

“Arman? Maksud Mama, Om Arman yang adiknya Tante Linda itu?” tanya Armila memastikan.

“Hu’um. Nggak usah khawatir. Nggak ada yang marah kalau kamu bareng sama dia. Arman itu kan seorang duda tanpa anak. Kali saja nanti kalian jadi cocok satu sama lain,” sahut Astuti dengan senyuman.

Armila seketika tersulut emosinya, mendengar ucapan Astuti. Dia lalu beranjak dari kursi dan melangkah cepat keluar rumah, tanpa berpamitan pada Astuti karena kesal. Dia hanya berpamitan pada Arif saja.

“Mila! Jangan pergi dulu! Tunggu Arman datang!” pekik Astuti yang juga kesal pada anak gadisnya itu.

Armila tak menggubris teriakan sang mama. Langkahnya cepat terayun ke halaman rumah. Di saat yang sama, ojek online yang dia pesan sudah tiba.

“Selamat pagi, Mbak Armi. Ayo, naik! Biar nggak telat ke kantor,” ucap tukang ojek online itu.

Kedua mata Armila terbuka sempurna kala melihat tukang ojek online itu, ketika kaca helm nya dibuka.

“Mas Bagas...”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 61

    “Bagaimana hasil tes nya, Yah? Apa benar anak yang dilahirkan Santi adalah anaknya Bara?” tanya Bagas setelah Haryo tiba di rumah.Haryo tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Nggak! Entah anak siapa itu? Tapi, Ayah sudah kasih kompensasi kok sama dia sebesar lima milyar. Setelah itu, kita nggak ada hubungan apa-apa lagi dengan dia.”“Syukurlah kalau ternyata anak itu bukan anaknya Bara,” timpal Armila, yang membuat semua yang ada di ruangan itu mengalihkan tatapan padanya.“Kenapa memangnya, Dek?” tanya Bagas dengan kening berkerut.“Ya...dia kan jadi nggak ada akses untuk datang dan masuk ke keluarga besar kamu, Mas. Aku melihat adanya ancaman kalau dia bisa masuk ke dalam keluarga ini,” sahut Armila kalem.“Tenang, Armila. Bunda nggak akan berdiam diri kalau itu terjadi. Cukup satu orang saja yang pernah menjadi duri di keluarga ini. Bunda nggak akan membiarkan duri lain melukai hati menantu Bunda.” Hesti berkata sambil menepuk pelan pundak Armila, berusaha menenangkan hati menant

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 60

    Beberapa menit kemudian, Haryo dan Bayu sudah tiba di depan laboratorium. Di sana juga sudah hadir Santi, yang kali ini ditemani oleh ibunya. Tak lama, petugas laboratorium memanggil nama Haryo dan menyerahkan hasil tes DNA.Haryo lalu kembali duduk di kursi yang ada di depan loket penerimaan hasil tes. Jemari Haryo dengan cepat merobek amplop tersebut, untuk segera tahu hasilnya.Sementara itu, Santi tampak agak cemas menunggu Haryo mengeluarkan kertas tersebut.‘Semoga bayiku memang benar anaknya Bara. Supaya masa depannya terjamin. Tentu akan bangga kalau menjadi bagian dari keluarga itu,’ ucap Santi dalam hati.Jantung Santi kini berdegup kencang kala Haryo mulai membuka lipatan kertas hasil tes DNA. Dia menahan napas kala melihat Haryo menghela napas panjang. Santi dengan sabar menunggu Haryo berkata sesuatu padanya. Tapi hingga lima menit berlalu, Haryo masih bungkam. Hanya hembusan napas kasar yang keluar dari bibirnya.“Bagaimana hasilnya, Om?” tanya Santi yang mulai tak sabar

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 59

    Haryo terdiam. Dia bingung harus menjawabnya, karena hatinya masih meragu. Namun, tatapan Santi yang terus ke arahnya, mau tak mau Haryo berucap juga.“Baiklah, nanti saya akan beri nama kalau sudah tahu hasil tes DNA. Sekarang Bayu sedang mengurus administrasinya, agar saya dan anak kamu bisa melakukan tes DNA, Santi,” sahut Haryo, yang membuat Santi menghela napas panjang.Beberapa menit kemudian, Bayu pun tiba di ruangan itu. Dia lalu meminta Haryo dan bayinya Santi untuk ke laboratorium, untuk melakukan tes DNA.Akhirnya, mereka pun bergegas ke laboratorium.Sementara itu di tempat lain, tepatnya di rumah keluarga Bagas. Tampak di rumah itu kedatangan seorang wanita pemilik event organizer, yang sekaligus sahabat dari Hesti. Wanita itu diminta Hesti datang, untuk membicarakan acara tujuh bulanan Armila.“Wah, cucu kamu sudah mau tambah satu lagi. Selamat ya, Hes. Kebetulan juga kesehatan kamu sudah semakin membaik sekarang,” ucap Indah-sahabat Hesti.“Iya, alhamdulillah. Oh ya, na

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 58

    “Mas, kita pulang sekarang, yuk! Aku capek, mau istirahat,” ajak Armila, yang langsung diangguki oleh sang suami.“Ayo, Dek!” sahut Bagas. Dia lalu menoleh pada Santi yang masih cemberut. “San, aku duluan. Semoga operasi caesar nya nanti berjalan lancar. Nanti aku kasih tahu ayah kalau kamu sudah mau lahiran. Biar ayah mengatur waktunya untuk tes DNA.”Santi mengangguk lemah secara berkata, “Iya, dan terima kasih atas doanya. Oh ya, kasih tahu istri kamu tuh. Jangan ketus-ketus jadi orang.”Bagas hanya tertawa kecil mendengar kalimat terakhir yang Santi lontarkan. Di saat yang sama, Armila hanya tersenyum mendengar kata-kata Santi barusan.“Istriku aslinya nggak ketus kok, San. Dia baik hati orangnya. Makanya aku jatuh cinta sama dia. Selain cantik, dia juga baik. Mungkin tadi itu karena dia capek saja. Maklum saja namanya juga ibu hamil,” sahut Bagas ramah. Dia lalu menggandeng tangan Armila seraya berkata pada sang istri, “Yuk, kita pulang sekarang!”Armila mengangguk dan mengeratka

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 57

    Bagas yang gemas pada sikap sang istri, lantas mendekatinya. “Apa sih yang kamu lihat di situ, Dek? Kayaknya asyik banget sampai nggak mau menoleh ke arah Mas.”“Ini lho, Mas. Aku sedang cari nama bayi perempuan dan bayi lelaki. Soalnya kan anak kita belum ketahuan jenis kelaminnya. Jadi harus siapin dua nama dong.”“Terus sudah dapat?” tanya Bagas kalem.“Belum. Pusing aku jadinya, Mas. Nama-namanya pada bagus semua. Bingung pilih yang mana.”“Sudah, nggak usah bingung. Mas sudah siapin kok nama untuk anak kita nanti. Sekarang kita berangkat saja ke rumah sakit, yuk! Semoga saja USG kali ini bisa kelihatan jenis kelamin anak kita,” sahut Bagas. Dia lalu merangkul pundak Armila dan mengecup kening wanitanya itu.“Siapa namanya, Mas? Jadi penasaran aku.”“Ada saja. Nanti juga kamu akan tahu, Dek.” Bagas senyum-senyum sambil menggandeng tangan Armila keluar kamar.“Ish, kok main rahasia begitu sama istrinya. Siapa namanya, Mas? Kasih tahu dong ke aku sekarang. Kepo kan aku jadinya,” cel

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 56

    “Siapa mamanya Bara, Mil?”“Beliau adalah istri kedua ayahnya Mas Bagas, Ma.”Astuti tersentak dan melanjutkan lagi bisikannya. “Kamu harus hati-hati menjaga Bagas, Mil. Jangan sampai dia menuruni sifat ayahnya yang poligami. Pokoknya kamu harus jagain Bagas biar nggak kecantol sama perempuan lain.”Rupanya bisikan Astuti yang terakhir itu agak keras, sehingga sempat terdengar oleh Bagas.Bagas tersenyum mendengar bisikan ibu mertuanya, yang sempat dia dengar barusan. Dia yang berjalan di depan, lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Armila dan Astuti.“Insya Allah, saya nggak akan berpaling ke lain hati, Ma. Saya sendiri sudah pernah merasakan sakitnya dikhianati. Jadi saya juga nggak akan berbuat hal seperti itu pada istri saya ini. Saya sudah dibuat jatuh cinta pada anak Mama ini, dan itu akan saya jaga agar Dek Armi nggak kecewa sudah menerima saya sebagai suami,” ucap Bagas sungguh-sungguh, dan tentu saja disertai dengan senyumannya yang khas.“Alhamdulillah, kalau kamu suda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status