Share

Telah Kembali

Senja bergegas membawa Manda berteduh. Kini, gadis itu sedang ditenangkan oleh Marsha yang terlihat andal. Sepertinya, Marsha memang bisa melakukan banyak hal, tentu bisa diandalkan. Senja hanya bisa menghela, Michle sebagai pasangan Marsha dalam acara ini jelas beruntung. Mereka pasangan paling kompak di antara dua peserta lainnya.

“Amanda, sudah merasa lebih tenang?” Marsha bersuara. Wanita itu melambaikan tangan di depan wajah Manda yang kini tengah memijat pangkal hidungnya. Posisi Manda saat ini masih terbaring dengan paha Senja sebagai bantalan. Senja hanya bisa memasrahkan diri, ia yakin kakinya kan kebas saat hendak berdiri nanti.

Pergerakan abnormal terasa, Senja menundukkan wajah guna menatap Amanda lebih dalam. Wanita itu menggeliat pelan. Lalu mengeluarkan isak tangis dengan alasan yang tidak pria itu mengerti. Begitu mendengar Amanda menangis, Marsha, Michel, dan Senja saling bertatap satu sama lain sembari melempar tanya lewat ekspresi wajah mereka.

“Oh, apa aku salah menanganinya, Michel?” tanya Marsha pada Michael, pasangannya. Namun pria itu menggelengkan kepala, memberi jawaban jika penanganan yang Marsha lakukan tidak salah sama sekali.

“Lalu mengapa Manda tiba-tiba menangis?” tanyanya lagi. Kini pandangannya tertuju pada Senja. Pandangan kebingungan yang dilayangkan oleh Marsha dan Michel hanya Senja tanggapi dengan cara mengendikkan bahu. Lantas ketiganya kembali memusatkan atensi pada Amanda yang masih sibuk dengan isakannya.

“Amanda, are you okay?” tanya Senja dengan nada dilembutkan. Pria itu mengusap satu tangan Amanda yang menutupi wajah, berniat menenangkan. Namun tangisan gadis itu malah semakin kencang. Hal itu mengundang ringisan Senja, Marsha dan juga Michel. Mereka tidak tahu apa yang terjadi pada gadis itu, jelas Amanda tidak berniat mengudarakan suara.

Dalam hati, Amanda tengah mengerutuki Senja yang malah bertanya seperti itu. Dengan keadaanya sekarang, apakah ia tampak baik-baik saja? Ia juga mengumpat pada acara yang tengah di jalaninya. Sungguh, demi apapun ia sangat menyesal menyetujui kontrak dengan sang ayah tempo hari!

Ia akan mengadu pada Ayah saat memiliki celah untuk bertemu, tentunya untuk memberitahu bagaimana tersiksanya Amanda selama ada dalam acara. 

Manda tidak suka sinar matahari, tidak senang dengan tanah kotor yang mengenai tangan, tidak terbiasa hidup sepanjang hari tanpa adanya televisi. Ia sudah merindukan suasana kota yang serba ada, padahal satu minggu berada di sini pun belum ada.

“Amanda,” panggil Senja lagi.

Michel dan Marsha memilih kembali lebih dulu. Mereka akan beristirahat sebelum jam tujuh malam nanti melanjutkan permainan. Kini, Amanda menanggapinya dengan dehaman. Wanita itu bangkit dari posisi terbaringnya, lalu mengusap kasar sisa tangisan pada pipi. Amanda menolak menatap Senja, tiba-tiba ia merasa malu karena menangis dipangkuan pria itu.

“Kau sudah lebih baik?” tanya Senja. Posisi pria itu masih berjongkok di belakang Amanda yang memunggunginya. Manda menganggukkan kepala beberapa kali, “Sudah lebih baik,” balasnya dengan suara serak yang amat ketara.

Senja menahan tawa yang siap meledak. Saat ini, ia mencoba menerka raut wajah Amanda. Wanita itu jelas menolak menatap ke arahnya karena merasa malu. Mungkin matanya bengkak lengkap dengan wajah yang sembab.

Senja memilih bangkit dari posisi terduduk, senyuman pada wajahnya belum luntur. Ia membiarkan Bella bernapas lebih tenang sebentar. Setelahnya ia menggeleng-geleng pelan, dasar gadis manja yang cengeng!

“Ayo kembali ke vila, sudah cukup sore. Kita harus beristirahat dan membersihkan diri sebelum melanjutkan permainan malam nanti.” Senja lantas berjalan meninggalkan Amanda, tetapi dengan langkah yang tidak terlalu cepat. Ia masih memiliki hati nurani, akan merepotkan jika Amanda hilang karena ia tinggalkan.

Amanda mendengus, ia menatap Senja dengan mata bengkaknya. Dengan sangat terpaksa, gadis itu bangkit dari posisi terduduknya. Amanda bergegas menyusul Senja yang sudah cukup jauh, tetapi ia memilih untuk memberi jarak. Amanda berjalan tiga langkah di belakang Senja.

Mereka berjalan menyusuri ladang yang mulai tumbuh bahan makanan, membiarkan kemilau keemasan pada langit menciptakan bayangan pada tubuh mereka. Amanda tidak peduli, tetapi pria di hadapannya menyukai.

Senja menatap bayangannya dengan Amanda yang tampak berdekatan walau antar keduanya tercipta jarak tiga langkah. Ia tersenyum, cahaya kemilau itu bernama senja, sama seperti namanya.

Saat Amanda melihat pintu vila yang mereka tempati, wanita itu langsung mempercepat kedua langkah kaki. Ia menerobos Senja, berjalan mendahului sang pria dengan kedua kaki dihentak-hentaknya. Lalu masuk ke dalam vila dengan raut wajah masam sembari bergegas menuju kamar mandi. Berniat membersihkan diri. Satu hari berada di luar ruangan membuat Amanda merasa tubuhnya kotor. Bahkan, baju mahalnya ternoda tanah basah dari ladang. Itu membuatnya kesal.

Senja menggeleng-gelengkan kepala, “Sifatnya sama sekali tidak bisa diprediksi. Aneh, sangat aneh,” gumamnya. Senja sedang berusaha menilai Amanda. Selain menyusahkan, gadis itu juga membingungkan. Suasana hatinya berubah-ubah, Senja tidak bisa memprediksi kapan suasana hati Manda membaik.

Namun sepertinya ada yang perlu disyukuri, tetapi Senja belum menyadari. Bahwa keberadaan Amanda, cukup ampuh membuatnya tertawa. Yah, walau sedikit menyusahkan.

***

Amanda merasa tidak rela karena harus berbagi kamar dengan Senja. Namun karena acara ini sudah resmi dirilis, serta kamera pengawas yang selalu aktif, ia hanya bisa mengikuti permainan. Kini, setelah hari beranjak malam. Harapan Amanda untuk bisa bersantai di atas ranjang pupus setelah Senja mengingatkan ada satu permainan lanjutan sebelum mereka beristirahat di hari pertama.

Memasak, begitu yang Senja jadikan jawaban saat Manda bertanya.

“Huh, kau tidak akan kedinginan dengan pakaian seperti itu, Manda?” Senja bertanya. Laki-laki itu mengerutkan dahi saat Amanda keluar dari Vila hanya dengan dress sifon berlengan pendek. Dan lagi, panjangnya tidak sampai ke mata kaki. Dengan semilir angain malam, Senja tidak yakin gadis itu bisa bertahan.

Pertanyaan Senja langsung ditanggapi Amanda dengan dengusan tidak suka. Wanita itu bersedekap dada, lalu berdiri angkuh menghadap pasangannya.

“Aku terbiasa seperti ini, kau keberatan?” Gadis itu bertanya dengan nada angkuh, kedua alisnya terangkat sempurna. Senja hanya bisa mengembuskan napas, Amanda terlalu keras kepala.

“Aku hanya memperingatimu karena angin malam di pesisir pantai tidak cukup baik untuk kesehatan. Apanya yang merasa keberatan,” kesal Senja. Pria itu berjalan meninggalkan Senja yang menatapnya tak percaya di depan pintu Vila.

Amanda menatap kepergian Senja dengan raut wajah tidak terima, lalu tertawa sumbang dengan posisi kedua tangan yang setia bersedekap di depan dada.

“Dia mengabaikanku? Dia?” Amanda bertanya dengan nada tidak terima, lalu menunjuk pada wajahnya.

Walau dengan rasa kesal luar biasa, Amanda memilih berjalan menyusul Senja. Ini kedua kalinya pria tinggi itu meninggalkan Amanda, dan jelas tidak manusiawi.

“Senja! Tidak sopan meninggalkan gadis cantik sepertiku sendirian!” seru Amanda. Kini gadis itu berjalan tepat di samping pasangannya. Senja tidak menanggapi, pria itu hanya melirik sang gadis dengan pandangan tanpa minat. Setelahnya, ia terbahak.

Bagaimana tidak, sekarang Amanda menyesali keputusannya untuk keluar vila dengan dress tipis ini. Yang dikatakan Senja benar, udara pesisir pantai sangat sangat tidak aman. Kini, ia kedinginan.

“Sudah kukatakan bukan? Dressmu lebih cocok dipakai saat musim panas, malam ini kau benar-benar salah memilih kostum, Amanda.”

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status