Share

6

last update Last Updated: 2022-10-24 20:03:33

“Angkasa! Jaga mulutmu!” tegur Agni cepat mana kala melihat sang adik memasuki pintu rumah diikuti ketiga temannya yang lain. “Dia adalah tamu di rumah ini!” jelas sang Kakak.

“Dia memang tamu, Mas. Sayangnya tamu nggak tahu diri! Sudah biaya rumah sakit dibayarin, makan enak, sampai diberikan tempat tinggal gratis, tapi mulutnya macam orang nggak berpendidikan, nggak tahu terima kasih!”

“Kamu boleh saja nggak mempercayai Jingga, tapi aku dan Mbakmu percaya sama dia!” tegas sulung Dirgantara.

Agni memang biasa memberikan panggilan yang menyatakan keluarga pada Ilana untuk Angkasa, karena Agni ingin bila calon istrinya dihormati seperti keluarga sendiri. Begitu berartinya Ilana bagi seorang Agni karena hanya wanita itu yang bisa ia sebut sebagai keluarga, orang yang menginginkan Agni sebagai Agni, bukan sebagai pewaris Dirgantara Group.

“Jelas nggak percayalah, Mas. Dia sendiri saja nggak percaya kok sama kita, buat apa Mas Agni repot-repot ngebangun kepercayaan dia? Cuma buang-buang waktu, Mas!” cerca Angkasa memperjelas keadaan yang memang sudah jelas.

“Enough, Angkasa! Jingga akan tinggal disini mau kamu suka ataupun nggak, karena aku sendiri yang secara pribadi mengundang dia untuk tinggal,” Agni tidak membiarkan sang adik untuk berkata seenaknya mengenai orang lain.

“Mas, aku nggak ada masalah dengan pernyataan Angkasa, dia benar tentangku. Aku tidak mempercayai Mas Agni ataupun Kak Ilana....”

Belum selesai Jingga mengutarakan pendapatnya, Ilana lebih dahulu menggeleng, memberi isyarat pada remaja tersebut untuk tidak menginterupsi. “Kita keatas duluan!” ajak Ilana dengan suara pelan sedikit berbisik.

Ilana segera mengambil kesempatan untuk membawa Jingga naik ke lantai satu meninggalkan Agni dan Angkasa yang tengah berdebat disaksikan tiga sahabat Angkasa lainnya.

“Kalau kamu tidak bisa mempercayai dia, setidaknya hormati dia sebagai seorang tamu!”

“Tapi, Mas!”

“Tidak ada tapi, Angkasa! Lebih baik kamu main dengan teman-temanmu dari pada kamu ngurusin urusan orang lain! Kamu tahu nggak dampak dari sikap kamu barusan pada Jingga?”

“Apa peduliku tentang dampak buat dia, toh aku nggak kenal dia,” jawaban Angkasa membuat sang Kakak geram bukan kepalang, seandainya bukan adik, mungkin sudah diusir dari rumah.

“Mas nggak pernah tahu kalau ternyata kamu lebih tidak berperasaan, yang kamu lakukan saat ini hanya membuat lukanya semakin lebar dan berdarah.”

“Bukan masalah punya perasaan atau nggak, aku ini realistis. Mas nolongin dia tanpa pamrih, bahkan sampai ngasih tempat tinggal, tetapi dia malah nggak tahu terima kasih. Orang itu ada yang perlu ditolong dan ada yang nggak.”

“Ndasmu realistis, Sa!” hardik Agni keras. “Kamu sendiri hanya tahu menolong orang atas dasar kemauan dan penilaianmu sendiri, tanpa berfikir bila orang itu akan menempel layaknya parasit,” sindir Agni sambil melirik tajam pada wanita yang berdiri disisi Angkasa.

“Teman bukan parasit, Mas!” tegas Angkasa yang paham kemana arah pembicaraan sang Kakak.

“Tidak semua teman adalah parasit, tetapi selalu ada parasit dalam kehidupan yang kita jalani. Kita tahu semua itu dan kita juga sudah mengalami banyak mimpi buruk!”

“Lalu buat apa Mas bawa parasit kerumah?”

“Kamu nanya ke aku masalah membawa orang kerumah?” sindir Agni sambil mengarahkan dagu pada beberapa orang yang berdiri tak jauh dari sang adik. “Kamu sendiri bagaimana? Kamu tahu Mas nggak terlalu suka sama salah satu teman kamu, tapi kamu masih dengan santainya membawa dia kesini, lalu kenapa aku nggak bisa melakukan hal yang sama seperti yang kamu lakukan?”

“Bisa Mas nggak mendesak temanku atau bawa-bawa mereka dalam masalah kita? Aku lebih mengenal temanku dibanding Mas mengenal mereka, sedangkan dia? Mas cuma nemuin dia di jalanan. Buat apa juga Mas berkorban bahkan berdebat demi dia?”

“Sa! sudah, Sa! Please! Aku nggak mau terlibat dalam perdebatan kamu sama Mas Agni,” pinta Karina yang tahu siapa orang yang dimaksud Agni.

“Bagus kalau kamu sadar diri,” cerca Agni jengkel pada wanita yang menurutnya berkepala dua tersebut.

“Mas! Karin itu teman aku! Mas nggak bisa memperlakukan temanku seperti itu! Mas bisa bantu orang tanpa pandang bulu, tetapi Mas malah mendiskriminasi Karin. Padahal secara harfiah seharusnya Mas lebih respek ke Karina yang yatim-piatu, dia berdiri dengan usahanya sendiri untuk bisa berada di tempat dia sekarang.”

“Lalu, kenapa kamu nggak bisa melihat dari sisi yang sama pada Jingga?”

“Nggak bisa, Mas. Dia dan Karina berbeda,” kilah Angkasa masih membela temannya. “Lagi juga apa bedanya cewek itu tinggal di luar sana atau di sini? Kalau Mas mau membandingkan dia dengan Karin, Karin itu hidup sendiri, Mas. Kenapa juga Mas Agni repot-repot bawa dia pulang?”

“Karena kemanusiaan, Sa. Sama seperti yang kamu lakukan untuk teman kamu. Mas masih punya nurani untuk nggak membiarkan dia tergeletak di jalanan, sama seperti kamu yang nggak tega melihat orang yang kamu anggap teman harus putus pendidikan. Terlepas dari dia percaya atau tidak padaku dan Mbakmu, dia adalah tamuku dan kamu harus menghormatinya, sama seperti aku yang tidak mempermasalahkan kedatangan teman-temanmu, walau aku nggak menyukai salah satunya. Satu hal yang harus kamu ingat, dia bukan parasit,” tegas Agni dengan argumentasi yang tidak bisa dibantah.

“Kenapa Mas bisa begitu yakin dengan pandangan Mas ke cewek itu ketimbang ke aku? Mas bahkan nggak kenal siapa dia dan dari mana asalnya.”

“Apa Masmu ini sebodoh itu sampai tidak tahu dari keluarga seperti apa dia? Hanya butuh dua jam bagiku untuk menyelidiki asal usul Jingga, dari mana dia, seperti apa keluarganya dan apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu. Mas diam hanya karena Mas nggak ingin Mbakmu khawatir berlebih yang membuat dia salah dalam menangani Jingga,” tutur Agni.

“So, where does she come from?”

“Bukan masalah dari mana dia berasal, yang menjadi masalah sekarang ini adalah sikap antipatimu terhadap dia! Menilai seseorang secara subjektif bukan hal yang baik untuk dilakukan.”

“Tapi....”

“Cukup, Angkasa! Aku nggak mau berdebat lebih dari ini. Mas ini hanya ingin kamu menilai seseorang dengan menempatkan dirimu dalam posisinya,” sela sang Kakak sebelum Angkasa kembali mengeluarkan argumen yang hanya berputar-putar di tempat yang sama.

“Dengerin pendapat aku dulu, Mas!”

“Sejak tadi kita memperdebatkan pendapat kita masing-masing tanpa ada titik temunya, kamu bersikeras dengan pendapat kamu sendiri tentang benar dan salah, tanpa mempertimbangkan pendapat Mas tentang dia.”

“Masalahnya, Mas dan Mbak lebih mengedepankan nurani dari pada logika. Mas Agni selalu saja membiarkan Mbak Lana menolong orang yang nggak jelas. Aku nggak masalah kalau kalian mau melakukan kegiatan sosial, panti banyak, Mas. Masih banyak orang yang lebih membutuhkan bantuan dari pada dia.”

Agni memijit pelipisnya yang pusing karena berdebat dengan sang adik, entah bagaimana lagi dia harus memberikan pengertian pada Angkasa agar tidak serta merta menilai seseorang hanya karena penampilan atau masa lalunya.

“Mas capek berdebat, lebih baik kamu ke ruanganmu sendiri untuk bermain dengan ketiga temanmu dan jangan coba-coba mengganggu Jingga! Selama dia berada di rumah ini, dia adalah tanggung jawab Mas. Jadi kamu jangan coba-coba untuk mengganggu dia, titik!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Wanita Penggoda   22

    “Hen, harus bagaimana aku bersikap supaya adikku bisa membuka matanya dan melihat kenyataan bila orang yang ia tolong hanya memanfaatkannya?” tanya Agni membuka pembicaraan pada asisten kepercayaannya selain Lukman yang biasa ia tugaskan untuk mendampingi Ilana.“Maksudnya si Karin, Boss?” kata Henry balik bertanya.“Siapa lagi kalau bukan dia. Anak itu sampai rela bertunangan dengan Jingga sesuai perintahku padahal antara dia dan Jingga sama sekali tidak ada rasa.”“Mungkin Angkasa merasa menjaga Karina adalah tanggung jawabnya, seperti Boss menjaga Jingga,” jawab Henry membuka sudut pandang. “Hanya saja, Angkasa mungkin belum bisa melihat apa yang Boss lihat dari seorang Karina. Tetapi, kalau aku boleh tanya, kenapa juga Boss nyuruh Angkasa untuk bertunangan dengan Jingga, apa lagi menilik dari masa lalunya dia yang bisa dikatakan kelam?!” lanjut sang asisten bertanya-tanya.“Karena Karina dan Jingga sangat bertolak belakang. Sampai detik ini Jingga tinggal di rumah, dia nggak pernah

  • Bukan Wanita Penggoda   21

    “Cewek sialan! Brengsek! Beraninya nyuruh pelayan buat nendang aku!” umpat Karina geram sambil memegangi perutnya yang baru saja terkena sentuhan manis Dian.“Masih untung Dian yang nendang bukan aku, atau kamu mau kalau aku yang melakukannya? Aku masih punya banyak tenaga untuk itu dan kupastikan juga kamu nggak sadarkan diri setelahnya!” kata Jingga dengan santainya menyilangkan kaki di sofa.“Tunggu sampai Angkasa tahu tentang ini, kamu akan ada dalam masalah!” “Jadi siapa yang bersembunyi di balik siapa? Aku yang bertameng Mas Agni atau kamu yang memanfaatkan keberadaan Angkasa saat ini?” Sarkas gadis berusia delapan belas tahun tersebut.“Dengar, wanita sial! Aku disini bukan menumpang, aku masih bekerja mencari uang, bukan seperti dirimu.”“Kau belum pikun, kan? Apa kau lupa kalau kau yang sudah membuatku dipecat dari pekerjaanku dan setiap tempat yang kudatangi pasti menolak resume-ku.”“Bagus, artinya mereka tahu cara memilih kualitas SDM,” sergah Karina cepat menanggapi kesu

  • Bukan Wanita Penggoda   20

    Siang hari yang terik, Jingga berjalan memasuki rumah dengan lunglai. Lagi-lagi resume-nya ditolak semenjak kasusnya dengan Karina waktu itu, nama baiknya hancur berantakan dan tidak satupun tempat yang mau mempekerjakannya. Ia hanya bisa menghela napas panjang meratapi hidup yang tak adil. “Damn!” umpat Jingga sambil menghempaskan surai ikalnya. “Kalau saja aku nggak memikirkan nama baik orang lain, ingin rasanya menjambak rambut panjang Karina. Demi Tuhan, aku sudah lelah tidak dihargai orang lain.” “Lain kali jambak saja, Non!” bisik seseorang dari balik punggung Jingga. “Duh Gusti!” seru Jingga terkejut. “Kalau ngomong jangan dari belakang dong! Jantungku cuma satu, kalau copot nggak ada gantinya!” “Namaku Dian, Non! Bukan Gusti,” protes sang pelayan sambil memanyunkan bibirnya. “Ya nggak gitu juga maksudnya, Diaaaaaan! Kamu tuh ngagetin, bisa nggak kalau bicara dari depan, jangan tahu-tahu ngomong di deket telinga orang!” omel Jingga nyerepet panjang. “Hehehe... maap, Non.

  • Bukan Wanita Penggoda   19

    “Selamat atas pertunangan kalian, semoga akur-akur. Jangan kaya anjing dan kucing terus.” Angkasa hanya memutar matanya jengah, sebab Irfan dengan sengaja menggodanya. Sedang Jingga memilih untuk diam tak menyahuti sahabat dari tuangannya.“Fan! Jangan cari masalah!” tegur Angkasa. “Kak Irfan, ngomong-ngomong dimana teman kalian yang perempuan? Bukankah jika ada kalian bertiga pasti ada dia?” tanya Jingga mengalihkan pembicaraan. “Oh, itu... Karina malam ini ada part-time jadi nggak bisa datang, maklumlah keadaan finansialnya dia agak berbeda dari kami,” jawab Irfan hampir benar. Karena kenyataannya Karina sama sekali tidak diterima di acara tersebut, sehingga Angkasa memutuskan untuk tidak memberitahunya.“Hoo... Bukannya dia punya sahabat yang siap jadi dompetnya, Kak?” Sindir Jingga sambil melirik kearah sang tunangan.“Kalau itu aku no comment deh, bisa hancur dunia persilatan kalau aku komentar.” Sahut Irfan mengamankan diri.“Kamu bisa manggil Irfan dengan sebutan ‘kakak’ tap

  • Bukan Wanita Penggoda   18

    Ilana berdiri di depan cermin, membantu Jingga menata berdandan dan menata surainya dengan indah. Ia sendiri sudah mengenakan gaun ungu cantik untuk pesta malam ini.Sesuai dengan keinginan Agni, pesta pertunangan antara Angkasa dan Jingga digelar setelah kembalinya sulung Dirgantara dari perjalanan bisnis. “Kak, aku masih tidak yakin dengan perjodohan ini. Apa nggak sebaiknya dibatalkan saja?”“Keputusan Mas Agni sudah bulat, Ngga. Aku sendiri masih belum paham alasannya apa, tetapi Mas masih belum mau jawab pertanyaanku. Terakhir dia cuma mengatakan kalau Angkasa membutuhkan seseorang seperti kamu untuk berada di sampingnya.”“Tetapi, ini beneran nggak rasional, Kak. Dari mana datangnya keteguhan Mas Agni kalau nggak ada alasan.”“Kalau masalah alasannya kamu bisa tanya langsung saja ke Mas Agni, dia malah bilang aku harus nunggu kamu cerita baru dia bisa menjelaskan alasannya, cuma cerita apa aku juga nggak tahu pasti.” “Serius, Kak. Aku bingung dengan penjelasan Kak Lana yang mu

  • Bukan Wanita Penggoda   17

    “Ilana, besok siang Mas harus berangkat ke luar pulau buat ngecek bahan mentah yang baru datang sekalian ketemu sama pihak vendor, mungkin sekitar satu sampai dua minggu. Kiranya kamu bisa menangani situasi dirumah atau nggak?” tanya Agni ketika berbicara berdua dengan sang tunangan di ruang kerjanya.“Bisa, Mas. Mas Agni bisa pergi dengan tenang, masalah dirumah biar aku yang handle,” Jawab Ilana yakin. “Memang sih agak rumit, terutama di Jingga yang masih dalam masa pemulihan, ditambah kamu yang bikin masalah baru dengan mencoba menjodohkan dia dengan Angkasa. Tetapi, sejauh ini masih bisa kuatasi.”“Nanti kuminta Lukman dan Bayu untuk stay di rumah selama aku nggak ada. Aku nggak mau kejadian seperti tempo hari dimana Jingga hampir kabur dari rumah.” Ujar Agni sambil meletakkan kaca matanya. “Iya juga, kok aku nggak kepikiran sampai sana.”Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar, menginterupsi pembicaraan mereka. “Mas, ini Angkasa. Boleh aku masuk?”“Masuk!” sahut Agni datar. Se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status