Share

Miris

*Happy Reading*

"Saya yang akan menggantikan Bapak dan Ibu mencicil utang sama anda." Ina memberanikan diri untuk menjawab.

Sayangnya, bukan persetujuan yang Ina dapatkan. Malah seringai menyebalkan dari pria bangkotan itu, yang benar-benar meremehkan sahutan Ina.

"Dengan apa kamu akan membayar, Ina? Dengan upah harian kamu yang tak seberapa dari warteg di pasar itu, huh? Mana bisa! Buat makan sehari saja tidak cukup. Apalagi untuk bayar hutang. Gak akan mungkin!" Jawaban juragan Joko mampu menohok Ina sampai ke ulu hatinya.

"Lagipula hutang orang tua kamu sudah terlalu banyak dan terlalu lama. Saya tidak bisa menunggu lagi." Pak Joko menambahkan dengan tegas.

"Ta-tapi--"

"Hais, sudah!" Pak Joko memangkas ucapan Ina dengan cepat. Sengaja tak ingin memberikan Ina kesempatan beralaskan lagi.

"Kalau kamu memang ingin membayar hutang dengan uang, silahkan. Tapi, saya ingin sekarang juga!"

Degh! Apa?! Itu tidak mungkin!

"Atau .... " Pak Joko.menambahkan, seraya menggantung kalimatnya diiringin senyum culas mempermainkan Ina. "Kamu harus rela menikah dengan saya saat ini juga!" putus Pak Joko dengan suara dalam. Membuat semua orang terkesiap karenanya.

Ina pun tercekat di tempatnya, seketika bingung harus mengambil keputusan apa saat ini? Kedua pilihan itu seperti neraka untuk Ina, tidak ada yang bisa meringankan beban Ina.

Harus bagaimana sekarang?

Harus dengan apa Ina membayar hutang orang tuanya?

Ina tak punya uang sama sekali. Bahkan kain kafan untuk orang tuanya pun, itu dapat dari pemberian tetangga. Lalu, harus pada siapa Ina meminta tolong lagi?

Adakah yang mau menolong Ina? Tidak perlu memberi dengan percuma. Menghutangkan saja, Ina sudah sangat bersyukur. Yang penting Ina tidak harus menikah dengan pria bangkotan Ini.

Karena sumpah demi apapun, pria ini bahkan lebih tua dari ayahnya. Sungguh, tidak ada pantasnya bersanding dengan Ina.

Bukan Ina memandang fisik. Hanya saja ... demi Tuhan. Ina tidak mau menikah dengan pria ini!

Ina mencoba menatap semua orang yang hadir di sana dengan tatapan menghiba. Meminta belas kasih dari mereka, yang mungkin saja mau membantu Ina keluar dari masalahnya Ini.

Namun, sejauh mata Ina memandang. Tidak ada satu orang pun yang bersedia menolong. Semuanya menunduk prihatin, bahkan ada juga yang langsung buang muka saat mata bersirobok.

Batin Ina menjerit pilu meratapi ketidakberdayaannya ini. Tuhan ... apakah hidup Ina harus berakhir bersama pria tua bangka ini?

Apa takdirnya memang harus menjadi istri ke tujuh bangkotan bau tanah ini?

Tuhan ... berikanlah keajaibanmu. Datangkanlah siapa saja yang bisa menolong Ina. Ina benar-benar tidak mau menjadi istri muda lintah darat tukang kawin ini.

"Bagaimana? Bisa kamu melunasi hutang kamu sekarang?" Seringai menyebalkan itupun kembali dipertunjukan. Membuat Ina muak sekali.

"Pak, tolong berikan waktu lagi pada saya. Saya janji akan melunasi semuanya." Ina mulai menghiba, dengan air mata yang kembali membasahi pipinya.

Demi Tuhan, jasad orang tuanya saja masih ada di sini. Belum di antar ke rumah terakhir mereka, dan Ina pun belum memberikan penghormatan terakhirnya.

Kenapa nasib kejam sudah muncul dan mendesaknya kembali?

Apa tidak bisa Tuhan memberikan tenggang waktu sedikit lagi untuk Ina bernapas lega?

Atau ... setidaknya sampai semua urusan pemakaman selesai. Agar Ina bisa berpikir dengan hati tenang.

Kalau seperti ini? Jangankan berpikir tenang, bernapas pun rasanya sesak sekali.

Tuhan ... kenapa kau tega sekali?

"Saya tidak punya waktu lagi!" Jawaban Pak Joko pun makin membuat Ina merepih luar biasa.

Kejam!! Kenapa takdir harus sekejam ini padanya?

"Sudahlah, Ina. Kamu terlalu banyak membuang waktu saya!" sentak Pak Joko mulai tak sabaran. "Pokoknya kalau kamu ingin membayar hutang. Maka lunasi sekarang juga! Atau ... ikut saya ke penghulu. Mengerti!"

Tidak! Ina tidak mau!

Tuhan ... Tolong Ina! Harus bagaimana ini? Ina bingung sekali. Ina gak tahu harus bagaimana sekarang?

Ina pun hanya bisa menangis pilu setelahnya, karena merasa buntu dan tak punya pilihan lagi.

"Ck ... lama kamu, Ina. Udah! Ikut saya ke penghulu sekarang!"

Pak Joko pun dengan kurang ajar mencekal lengan Ina, dan menyeretnya begitu saja keluar dari tempat, yang sebenarnya tidak layak di sebut rumah.

Ina menangis, meronta, dan mencoba minta tolong pada siapa saja yang bersedia menolongnya. Namun tak ada satu pun yang berbaik hati mengulurkan tangan. Untuk menolong Ina.

Sekuat apapun Ina meronta. Sekuat apapun Ina menghiba. Mereka semua seakan tutup telinga dan mata pada penderitaan Ina saat itu.

Miris sekali!

Pak Joko sudah berhasil menyeret Ina beberapa langkah dari gubuknya, tanpa adanya aral yang menghambat. Membuat Ina Akhirnya pasrah,  Karena sadar tidak bisa lari lagi. Mungkin, nasibnya memang .....

Ciiiittt ....

Tiba-tiba saja sebuah sepeda motor yang dikenal sebagai salah satu ojeg di daerah sana, berhenti beberapa meter dari mereka.

Kemudian, seorang wanita paruh baya berpakaian mahal pun turun, sambil menyalak ke arah kerumunan di depan Gubuk Ina.

"Eh, eh, ada apa ini? Kenapa anda menarik-narik Ina?" bentaknya galak, sambil menerjang maju dan mencoba melerai cekalan Pak Joko di tangan gadis yang kini sudah jadi yatim piatu.

Siapa wanita ini? Ina merasa asing padanya. Apa Ina mengenalnya?

"Jangan ikut campur! Ini bukan urusan Anda!" balas Pak Joko tidak kalah galak.

Namun wanita itu tidak gentar sama sekali. Dia malah menatap Pak Joko sengit, sambil berkacak pinggang dengan tegas.

"Kata siapa ini bukan urusan saya? Jelas ini urusan saya. Karena yang anda tarik itu calon menantu saya."

Apa?!

Semua orang yang hadir di sana pun menahan napas dengan kaget mendengar pernyataan wanita itu, pun Ina yang memang tidak tahu apa-apa.

Calon menantu? Siapa? Ina? Tapi siapa wanita ini?

"Maksud anda?" tanya Pak Joko, menyuarakan isi kepala semua yang hadir di sana.

"Ya, maksud saya jelas. Ina ini calon menantu saya. Ngapain anda tarik-tarik seperti itu. Anda pikir Ina kerbau?" sahut Wanita itu tak bersahabat sama sekali.

"Eh, anda jangan sembarangan, ya? Ina ini calon istri muda saya?" Namun ternyata, Pak Joko pun tak mau mengalah sama sekali.

"Hah? Yang benar saja? Jangan ngaur, deh. Anda tidak punya kaca ya, di Rumah? Masa tampang bau tanah seperti anda mau menikahi Ina. Ingat umur, Pak. Udah tua, sebentar lagi mati. Harusnya yang di perbanyak itu amal ibadah, Pak. bukan istri. Tidak tahu malu!" Wanita itu menyahut dengan entengnya.

Seketika tawa orang-orang yang ada di sana pun terdengar tanpa di cegah. Membuat wajah Pak Joko langsung merah padam, sambil melayangkan tatapan tajam pada semua orang yang berani menertawakannya.

Pria pasti marah sekali saat ini, karena merasa dipermalukan.

"Kurang ajar! Anda sudah bosan hidup sepertinya!" Murka Pak Joko, seraya mengangkat tangan hendak memukul wanita itu. Tapi ....

Ttiiiiiiinnnn ....

Sebuah motor lain tiba-tiba datang, sambil membunyikan kelakson panjang sekali. Lalu ....

Bugh!

Seorang pria gagah meloncat turun dari boncengan, dan langsung melayangkan tinjuan keras pada Pak Joko hingga tersungkur mengenaskan.

================================

Siapa? Siapa? Siapa?

Ken pasti nih. Jagoan soalnya. Iya kan?

Tapi ... buat apa Ken di sana, ya???

Stay tune terus ya!

See u next partπŸ’‹πŸ’‹πŸ’‹

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Aliza
sean la siapa lg
goodnovel comment avatar
Apriliana Yohana
tuh lintah darat kaga tau diri amat ya dah bau tanah juga masih aja mau nikahin Ina
goodnovel comment avatar
Yuli Harmina
bukan ken, bukannya ken dah nikah ama rara
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status