*Happy Reading*
Sebenarnya, sejak mendapati sikap Sean yang ternyata masih cuek dan acuh seperti sebelumnya. Ina malas sekali bertemu pria itu lagi.
Katakanlah Ina ngambek!
Tentu saja! Bagaimana Ina tidak ngambek? Kalau gara-gara sikap Sean kemarin, dia sudah baper sampai tidak bisa tidur semalaman. Eh, Sean-nya malah B aja. Kan, kesel, ya?
Mentang sudah dua kali nikah! Seenaknya aja manis-manisin anak gadis orang. Kan Ina jadi baper.
Karena itulah, demi mengembalikan perasaannya yang terlanjur baper. Ina pun awalnya berniat menghindari Sean, bahkan tak ingin bertemu untuk beberapa hari.
Sayangnya, itu hanya jadi niat awal saja. Karena selain mereka satu atap, ada saja kejadian yang mengharuskan mereka bertemu pria itu.
Misal pagi ini, saat masakan sudah matang, dan Ina sudah akan beranjak kembali ke kamar. Mbok Darmi tiba-tiba diare dan ... ya ...
*Happy Reading* Ina mengerjap bingung, masih mencoba mencerna maksud Sean sebenarnya. Sementara Sean sendiri, malah kini terdiam kembali sambil menatap Ina lekat. Zaina Rahayu. Gadis polos yang baik hati, meski tidak begitu cantik tapi sepertinya gadis ini pintar membuat orang nyaman di sekitarnya. Termasuk Sean. Namun, justru hal itulah, yang membuat Sean merasa jika dia tidak cocok menjadi pasangan Ina. Karena Sean tidak ingin ada Rara kedua dalam hidupnya. Itulah sebabnya, sepertinya Sean harus memastikan lagi keputusan Ina terhadap pernikahan ini. "Kamu harus tahu, Ina." Sean kembali membuka suara. "Saya ... benar-benar bukan pria baik." Pria itu ingin mencoba jujur, namun rasanya berat sekali. "Karena sudah dua kali gagal dalam pernikahan?" ulang Ina memastikan alasan Sean. "Mungkin ... itu salah satunya. Tapi, saya juga setuj
*Happy Reading* "Terus janji Mama sama orang tua Ina gimana, Sean?" Ternyata, nyonya Sulis masih belum bisa menerima keputusan Sean dan Ina, untuk membatalkan pernikahan mereka. "Mama kan hanya janji akan menjaga Ina, kan? Kita akan melakukannya, Mah. Kita akan menanggung hidup Ina. Membiayainya, menyekolahkannya, dan ... pokoknya apapun yang Ina butuhkan, kita akan memberikannya. Kita akan menyokong hidupnya, sampai Ina tidak lagi membutuhkan kita." Sean memberikan janjinya. "Tapi Sean--" "Atau, kalau perlu Mama bisa angkat Ina jadi anak Mama. Aku gak keberatan kok, punya adik seperti Ina." "No, Sean! Mama berjanji akan menikahkan kalian! Bukan sekedar menjaganya. Lagian, Yang Mama butuhkan itu menantu, yang bisa memberikan Mama cucu. Bukan anak lagi!" tolak Mama Sulis tegas. "Tapi kita juga gak bisa memaksa Ina, kalau dia tidak mau, Mah," jawab Se
*Happy Reading* Nyonya Sulis kritis! Saat jatuh di kamar mandi. Kepalanya memang terantuk pinggiran bathub di bagian belakang. Nyonya Sulis harus menjalani operasi karena adanya pendarahan hebat di bagian kepala. Meski begitu, kondisinya masih dinyatakan kritis setelah menjalani operasi. Ina tidak bisa menjelaskan dengan detail kondisi nyonya Sulis. Karena banyak sekali penjelasan dokter yang dia tidak mengerti. Yang Ina mengerti adalah, bahwa Nyonya Sulis kritis dan Sean terpukul sekali melihat kondisi ibunya. Kasihan sekali. Pria itu benar-benar tampak kacau sejak mengantar Ibunya ke Rumah sakit, dan makin kacau saat mendengar vonis sang Dokter. Pun Ina dengan rasa bersalahnya. Bagaimanapun, Ina merasa punya andil pada kondisi Nyonya Sulis. Karena keputusannya kemarin, yang membuat kesehatan Nyonya Sulis drop dan .... "Bagaimana
*Happy Reading* Jadi dia Rara. Istri kedua Sean dan ... ibu dari Keandra. Putra semata wayang seorang Sean Abdilla. Astaga! Ternyata dia lebih cantik dari yang Ina bayangkan selama ini. Tidak! Sebenarnya kedua istri Sean memang cantik. Baik itu alm istri pertama atau yang ini, keduanya masuk kategori wanita sangat cantik bagi Ina. Namun kalau harus dibandingkan. Tentu saja yang ini lebih cantik. Apalagi dengan senyum manis yang terus dipertontonkan wanita ini sejak tadi. Ina jadi tidak mengerti lagi, kenapa Sean bisa menyia-nyiakan wanita ini? Kurangnya apa? Cantik, dapet. Lembut, dapet, perhatian, dapet. Baik, dapet. Udah kasih anak, pula, iya kan? Kok, bisa di sia-siain? Sean nyari yang kayak gimana lagi, coba? Aneh banget! Dasar manusia gak bersyukur! "Ina!" Ina yang tanpa sadar kembali larut dalam lamunan pun, karena senyum seo
*Happy Reading* "Astaga! Mama?!" seru Sean lantang, saat melihat kondisi Mamanya. Pria itu pun bergerak cepat ke arah tombol, dan memencetnya dengan tak sabaran. "Suster! Tolong Mama saya?!" teriaknya lagi, entah pada siapa. Dia melakukannya berkali-kali, dan seperti orang kesetanan seraya melirik Mamanya. Ya, Tuhan. Apa yang terjadi? Ina yang memang tidak mengerti apapun hanya bisa terdiam di tempatnya. Seperti orang linglung dan bingung harus melakukan apa. Untungnya, tak lama setelahnya seorang Dokter dan beberapa perawat pun masuk. Lalu segera menyuruh Ina dan Sean keluar Ruangan segera. Awalnya, Sean tentu saja tidak mau menuruti titah tersebut. Karena pria itu ingin menunggui dan memastikan kondisi Mamanya. Perlu beberapa perawat menghadang Sean, kemudian memaksanya keluar dari Ruangan tersebut meski dengan wajah kalut sekali. "Oh, Gosh!" geramnya kesal, sambil menyugar rambutnya dengan kasar
*Happy Reading* "Menikah hari ini?" beo Ina cepat. Saat akhirnya Sean memberitahukan apa yang diucapkan Mamanya. Setelah berada di luar Ruang rawat sang Mama. Sean mengangguk dengan pelan setelah menghela napas pendek. Ina lalu menggaruk belakang lehernya tanpa sadar, karena menurutnya permintaan ini aneh sekali. Kenapa harus hari ini, sih? Di Rumah sakit pula? Kayak gak ada hari esok dan ... "Oh, Tuhan! Jangan-jangan ini pertanda!" Seketika batin Ina pun berseru seakan memberikan sebuah kecurigaan. Demi apa? Ina jadi takut jika hal ini benar-benar pertanda dari Nyonya Sulis dan memang permintaan terakhirnya. Lalu, harus bagaimana Ina sekarang? "Bagaimana? Kamu setuju, kan?" tanya Sean lagi, karena tak segera mendapat jawaban dari Ina. Namun Ina tetap belum memberikan jawaban dengan segera. Gadis itu malah memilih melirik kaca besar yang menampilkan kondisi Nyonya Sulis, yang masih terbaring
*Happy Reading* Sean kacau! Sean kalut! Sean pilu! Saat akhirnya dokter menyatakan, jika Mamanya tidak bisa di selamatkan, dan sudah dinyatakan meninggal dunia. Sean bahkan meraung tanpa tahu malu di depan semua orang, dan menangis pilu tanpa perduli apapun. Rasanya, separuh jiwanya ikut mati dengan kepergian sang Mama. Hatinya patah, jiwanya gelisah mengetahui sang Mama tak akan bisa menemaninya lagi. Benar kata orang, kematian orang tua, adalah patah hati terbesar untuk seorang anak. Karena orang tua adalah cinta pertama semua anak. Bukankah, cinta pertama itu tak akan pernah tergantikan? Karenanya, saat ini Sean merasa hidupnya hancur sehancur-hancurnya. Bahkan, rasanya lebih hancur dari kehilangan hak asuh Keandra, juga kehilangan Audy, istri kesayangannya di masa lalu. Bumi yang di pijaknya terasa goyah, dan seluruh tulang seakan ikut terenggut dari tubuhnya. Mama! Sean harus bagaimana menja
*Happy Reading* "Aku menikahinya demi Mama. Karena sekarang Mama sudah tidak ada. Maka ... kamu boleh pergi sekarang, Ina. Saya sudah tak membutuhkanmu lagi." Degh! Tubuh Ina seketika membeku mendengar penuturan Sean barusan. Khususnya kalimat terakhir, yang sukses membuat hatinya hancur lebur seketika. Padahal, Ina tahu itu benar adanya. Tetapi, kenapa rasanya sesakit ini ya, saat mendengarnya langsung? "Apa maksud Kakak?" Bukan Ina yang membalas ucapan Sean, tapi Rara yang ikut merasa terkejut dan seakan bisa merasakan luka Ina yang tidak bisa di sampaikan gadis itu. "Ya ... Maksud saya, karena kini Mama sudah tidak ada. Maka saya sudah tidak membutuhkannya dan akan segera menalak--" Plak! Belum sempat Sean menyelesaikan ucapannya. Sebuah tamparan keras sudah melayang ke arah wajahnya, membuat cetak merah di salah satu pipi Sean. Pelakunya adalah Rara, yang begitu murka mendengar ucapan mantan suaminya