Share

12. Permintaan ibu

"Banyu minta maaf, Bu. Kali ini Banyu terpaksa jadi anak durhaka. Banyu akan mempertahankan Syahdu untuk tetap tinggal di rumah ini. Syahdu akan jadi tanggung jawab Banyu."

"Kamu lebih memilih perempuan yang baru saja kamu kenal dan sudah merebut Ayahmu itu, Banyu, daripada Ibu dan istrimu?!"

"Ibu dan Arumi yang tidak punya hati. Lihat Syahdu, Bu. Dia seorang perempuan cacat yang layak kita kasihani. Tolong mengertilah, buka sedikit saja hati kalian buat dia. Banyu mohon."

"Anak tak tau diri kamu, Banyu!"

"Maafkan Banyu, Bu. Dan aku juga sudah putuskan, Rum. Untuk sementara aku tidak akan kembali ke Jepang. Aku mau berhenti kuliah dulu, Bu, Rum. Atau mungkin untuk selamanya."

"Karena perempuan jalang itu juga kan, Mas? Mas Banyu tidak mau meninggalkan dia! Iya, kan?"

"Jaga ucapanmu, Rum. Dia bukan perempuan jalang. Dia punya nama. Syahdu namanya! Kamu harusnya bisa lihat situasi. Ayah sudah nggak ada. Siapa yang akan membiayai kuliahku di Jepang. Aku juga memikirkan Ibu dan adikku. Aku akan meneruskan usaha Ayah untuk menghidupi keluarga ini."

"Lalu bagaimana denganku, Mas?"

"Kuserahkan padamu. Terserah kamu mau tetap berangkat ke Jepang meneruskan kuliah atau ikut aku di sini. Aku akan hargai keputusanmu, Rum. Karena memang ini diluar rencana."

"Kenapa semua harus berantakan seperti ini, Mas," keluh Arumi dengan raut kecewa yang sangat bisa aku pahami, cobaan ini terlalu dini untuk pernikahan yang baru saja kita kayuh.

"Sudah menjadi jalan kita, Rum. Semoga kita bisa melewatinya. Kamu sabar, ya."

"Mas Banyu, Syahdu laper. Dinda juga. Ada makanan, nggak?" Tiba-tiba, sambil menggendong Dinda, Syahdu menghampiri kami.

"Hai perempuan jalang, enak bener kamu ya, minta-minta makan. Memangnya kamu siapa? Juragan di sini? Cari makan sana sendiri! Kerja! Jangan bisanya ngrecokin rumah tangga orang, jadi benalu!"

"Rum, sudah aku bilang, namanya Syahdu bukan perempuan jalang! Dan tolong dipahami, Syahdu sudah terbiasa di layani pembantu dalam hal apapun sejak kecil karena memang dia anak orang kaya bahkan setelah jadi istri Ayah pun ada pembantu."

"Terus maksud Mas Banyu, kita, aku dan Ibu disuruh melayani perempuan itu, Mas? Jadi jongosnya gitu?"

"Keterlaluan memang Ayahmu itu, Banyu. Ibu selama jadi istrinya nggak pernah di kasih pembantu, giliran istri muda dimanjain, dikasih pembantu!"

"Sudah, Bu. Nggak usah diungkit-ungkit. Dan bukan begitu, Rum. Minta tolong dipahami saja. Ajarin Syahdu pekerjaan rumah nanti ya sedikit-sedikit."

"Aku nggak mau!" jawab Arumi ketus.

"Baik, Banyu, perempuan itu boleh tinggal di sini tapi Ibu nggak mau identitasnya sebagai istri muda Ayahmu di ketahui orang lain dan kerabat. Cukup kita saja yang tahu. Anggap saja kamu menemukan dia di jalan dan memungutnya untuk di jadikan pembantu di rumah kita. Syahdu akan jadi pembantu di sini untuk mengganti biaya makan dan kebutuhan dia dan anaknya di sini!"

"Apa harus serendah itu kita menempatkan Syahdu dalam keluarga ini, Bu. Banyu tidak setuju! Syahdu akan menjadi anggota keluarga yang sejajar dengan kita!"

"Ibu sudah mengalah sama kamu, Banyu! Sekarang giliran kamu yang harus manut dengan keputusan dan persyaratan Ibu. Atau Ibu akan membuang Syahdu ke jalanan!"

"Kenapa Ibu sangat membenci Syahdu padahal Syahdu sama sekali tidak bersalah, Bu."

"Dia tetap bersalah di mata Ibu! Apalagi dengan adanya anak hasil perselingkuhan mereka itu! Tolong jangan paksa Ibu untuk menyukainya, Banyu. Luka Ibu terlalu dalam karena perempuan ini!"

Dan dengan terpaksa aku menerima keputusan Ibu. Yang terpenting Syahdu bisa tinggal di rumah ini dulu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status