"Jangan sakiti aku, ya, Mas!""Bagaimana mungkin aku menyakitimu! Kamu perlu tahu, Syahdu, aku itu sayang kamu! Ngerasa nggak sih, kalau kamu kusayang?! Kebangetan kalau nggak bisa ngerasain!" Mas Adit membalikkan tubuhku, mencium keningku dengan lembut lalu matanya menatapku lama. Sebuah kecupan tiba-tiba mendarat di bibirku. Dia lumat habis-habisan. Kupukul pukul dadanya. "Kenapa, Syahdu?" Mas Adit akhirnya menghentikan ciumannya."Syahdu nggak bisa napas!" Aku terengah engah sambil mengatur nafasku, rasanya seperti kehabisan napas."Itu karena kamu tegang. Rileks ... nikmati, Syahdu. Ini tuh rasanya dasyat banget."Aku tak bisa menikmati karena di pikiranku masih saja ada Mas Banyu. Mataku terpejam ketika bibir Mas Adit kembali mengecup bibirku dan kali ini dia melakukannya dengan sangat lembut. Aliran darahku mulai berdesir desir. Apalagi ketika bibirnya berkelana ke sekujur tubuhku.Aku mulai tidak bisa mengendalikan diri. Kata-kata yang keluar dari mulutku mulai aneh. Meracau,
Pagi ini, setelah mandi keramas lagi dan salat subuh, Mas Adit mengajakku jalan-jalan. "Mas Adit, Syahdu susah jalan.""Kenapa, Syahdu?""Perih.""Sini, kutiup ya, biar perihnya ilang.""Nggak mau!""Ha ... ha ... ha. Atau mau lagi?""Mas Adiiiit!" teriakku gemes sambil kupukul pukul dadanya tapi buru-buru Mas Adit mencekal lenganku dan memeluk lalu menciumi keningku bertubi tubi. "Sudah, ah, takut kesetrum lagi. Ayo, Syahdu buruan berangkat, keburu siang." Dengan rambut yang masih sama-sama basah, kami pun menyusuri jalanan yang masih sepi, menikmati udara sejuk desa ini.Di sepanjang jalan, Mas Adit menggandengku, sesekali memeluk bahuku walaupun kadang kusingkirkan lengannya kalau berpasasan dengan orang, malu."Mbah Syahdu? Ini Mbak Syahdu, kan? Dan ini pasti suaminya Mas Syahdu," setiap ketemu orang pasti menyapaku begitu."Kamu terkenal juga ya, Syahdu, di desa ini. Mantan bunga desa ya.""Itu tadi kan tetangga-tetangga Syahdu. Teman Bapak." "Teman Bapak? Kenapa kamu tadi
#BUNGA_ILALANG#Mahkota_perawan_desa#Part 22_Cerai?Sepeninggal Embah, kita tinggal bertiga sama Dinda di ruang tengah. Aku memangku Dinda yang sedang mainan panci sama sendok. Sedangkan Mas Banyu duduk di depanku bercandain Dinda."Dinda sekarang udah gedhe, ya. Dah pinter Anak siapa sih ini?" tanya Mas Banyu sambil mengusap usap rambut Dinda."Papa dit, Papa Adit," jawab Dinda polos yang membuat Mas Banyu mengernyitkan dahi."Kok Papa Adit, sih. Salah, Dinda. Dinda anak Ayah Banyu. Ayo bilang A-yah Ba-nyu," pelan -pelan Mas Banyu membimbing Dinda."Ndak mau! Ndak mau!" ucap Dinda sambil menggeleng gekengkan kepala."Siapa sih, Syahdu, Adit itu? Bener dia suamimu?" Aku mengangguk lalu kutundukkan Kepala dalam-dalam karena takut dimarahi."Dia kan yang memaksa menikahimu? Kamu dipaksa kan, Syahdu? Jawab, Syahdu! Karena Mas Banyu tahu, cuma aku satu satunya laki-laki di hati kamu!" Cerca Mas Adit meledak ledak dengan muka berang, seperti menahan amarah."Mas Adit baik seperti Mas Ban
#BUNGA_ILALANG#Mahkota_perawan_desa #Part23_Sayang_Mas Banyu"Mas Adit, seumpama Syahdu meninggalkan Mas Adit, Mas Adit sedih nggak?""Memangnya kamu mau kemana? Kamu tega ninggalin aku? Nanti aku nggak ada teman naik ke puncak lagi.""Syahdu pengin nyusul Bapak. Syahdu pengin dikubur juga supaya bisa nemenin Bapak.""Jangan ngelantur, Syahdu. Terus Dinda?""Dinda kuajak.""Edan kamu!" "Daripada kamu ngelantur, kita jalan-jalan yuk ke kota. Entar kujajanin soto.""Mau ... Mau! Dinda?""Dinda biar di rumah sama embahnya. Pengin pacaran sama kamu, Syahdu. Mumpung Dinda ada yang momong. Nanti kalau sudah di Jakarta susah mo pacaran."Setelah aku dan Mas Adit ganti baju, kita pun pamitan pada mamanya Mas Adit dan Dinda. "Kalian itu ya, mentang-mentang ada baby sister gratisan, pacaraaaaan mulu!""Kapan lagi, Ma. Mumpung Dinda punya Embah baik.""Bocah gemblung!" "Dinda, Papa sama Mama pergi dulu, ya. Dinda main sama Embah putri, ya." Pamit Mas Adit dan Dinda pun mengangguk berulang-
#BUNGA_ILALANG#Mahkota perawan Desa#Part 24_Perpisahan di Stasiun"Iya, Syahdu sayang Mas Banyu." lirihku."Apa maksudmu, Syahdu?! Terus aku ini kau anggap apa?! Hah?!" Mas Adit mencengkeram bahuku dengan mata tajam menatapku, kutundukkan kepala dalam-dalam."Kamu pikir aku ini ban serep, yang hanya kamu butuhkan disaat kamu jatuh terpuruk dan terbuang?!" Mas Adit mendongakkan daguku dengan kasar, memaksa kami beradu mata yang membuatku begidik."Mas Adit bukan ban, Mas Adit orang," celutukku."Nggak usah sok-sok polos kamu, Syahdu! Giliran urusan laki-laki saja kamu pinter banget main rahasia melebihi orang normal!"Tiba-tiba Mas Banyu berteriak sambil meremas rambutnya, "Arhg! Bodohnya kamu Adit! Bisa bisanya dipermainkan sama perempuan tak punya nalar ini!"Lalu Mas Adit berjalan cepat menyusuri tepian air tak mempedulikanku. Aku tergopoh-gopoh mengikuti Mas Adit dari belakang."Mas Adit! Syahdu jangan ditinggal!""Ngapain kamu ngikutin aku?! Banyu kan yang kamu sayang? Ikut Ban
"Nggak tau, Dit. Orang kampung sini sampai sekarang juga nggak tahu siapa suami Syahdu. Dikiranya kamu malah suami yang membawa Syahdu pergi dulu.""Sudah, biarin, Ma, orang berpikir begitu. Nanti lama-lama kebenaran juga akan nampak sendiri," ujar Mas Adit.*** Besoknya, pagi-pagi aku mengajak Dinda main. Pengin pamitan sama temen-temen karena nanti siang aku mau pulang. Mas Adit masih tidur jadi aku pamit Mama saja. "Mo kemana kamu pagi-pagi gini?" tanya Mama yang lagi masak di dapur."Syahdu mau main dulu ya, Mak. Mau pamitan sama temen-temen.""Jangan ikut-ikutan Adit manggil Mak. Panggil Ma! Perempuan pagi-pagi sudah main! sini bantuin Mama masak sekalian Mama ajarin kamu masak biar makin disayang suamimu!""Di kost Mas Adit nggak ada kompor, nggak ada beras, nggak ada panci, nggak ada wajan.""Alesan kamu! Bilang saja males!""Nanti ya, Ma, bantuin masaknya. Syahdu mo main dulu." sambil menggendong Dinda aku berlari kecil meninggalkan Mama."Syahduuu!" tak kupedulikan teriakan
Tiba-tiba seorang laki-laki yang sangat kukenal, menyisir kerumunan dan menghampiriku."Mas Banyu! Syahdu takut! Mas Adit hilang!""Syahdu ... Ada apa? Kenapa menangis? Kemana suamimu?""Nggak tau, Syahdu nggak tau. Mas Adit tadi katanya mo pipis tapi nggak balik-balik sampe sekarang," tangisku tersengal sengal."Dari jam berapa kamu menunggu di sini, Syahdu?" "Perempuan ini duduk di sini dari tadi pagi, Pak." Perempuan yang duduk di sampingku membantu menjawab."Ayo ikut Mas Banyu dulu, nanti kita hubungi suamimu, kita cari. Ayo, Syahdu!" Aku tak beranjak sama sekali."Nggak mau! Syahdu mau nunggu Mas Adit di sini.""Mau sampai kapan nunggu di sini. Ini sudah siang menjelang sore Syahdu. Kamu dan Dinda belum makan, kan?""Sudah, dikasih Ibu itu.""Oke, Mas Banyu temenin kamu nungguin suamimu di sini." Mas Banyu meraih Dinda dari gendonganku.Awalnya Dinda nggak mau digendong tapi setelah diiming imingi dibeliin es krim baru mau. "Sebentar ya, Syahdu, aku ajak Dinda nyari es krim du
"Kamu memaafkan mereka, Syahdu?" tanya Mas Banyu seperti tidak percaya dan kujawab sekali lagi dengan menggangguk."Jangan jahat sama Syahdu dan Dinda lagi, ya? Jangan sakiti Syahdu dan Dinda.""Iya, Syahdu, kami berdua tidak akan menyakiti kamu lagi. Makasih ya, Nak." Mereka berdua kemudian memeluk Syahdu."Baik Bu, Arumi, karena Syahdu memaafkan kalian, aku tidak akan menyeret kalian pada yang berwajib. Aku hanya akan menyeret dan menghukum Rangga. Tapi bukan berarti kalian bebas tanpa syarat! Kalian harus bersikap baik pada Syahdu. Ikut menjaga Syahdu dan Dinda. Posisi Syahdu bukan lagi pembantu di sini jadi jangan sekali kali menyuruh nyuruh Syahdu!""Iya, Ibu janji.""Arumi juga janji.""Sekarang aku minta tolong, Rum. Siapkan kamar buat Syahdu juga makan buat kami.""Baik, Mas.""Sini, Syahdu, biar Dinda kugendong. Kamu mandi dan makan dulu sana." Ibu berubah menjadi sangat baik.Dan malam itu aku akhirnya bisa tidur nyenyak setelah menangis sepuasnya karena kangen Mas Adit.***