Malam itu tercium aroma sate yang begitu menusuk hidung. Gegas kulangkahkan kaki keluar rumah, kulihat gerobak sate berada tepat di depan rumah kosong itu. Namun, anehnya tak terlihat batang hidung penjual sate itu.
"Mah, aku mau sate," ucap Yuna dan Yura saat mencium aroma sate.Aku mengangguk dan menyuruh abang-abangnya untuk menjaga mereka. Gegas ku berjalan menuju gerobak sate itu, walau sebenarnya bulu kudukku mulai meremang saat melihat rumah kosong itu. Sejak suamiku meninggal, aku tak pernah keluar rumah setelah magrib hingga pagi. Namun kali ini aku memberanikan diri saat melihat tukang sate itu."Mas Eko--- Mas Ekoooo---!" Aku berteriak memanggilnya dari kejauhan, karena jujur saja aku masih paranoid jika harus mendekati rumah itu.Hening, tak ada jawaban.Tiba-tiba terdengar suara tawa Mas Eko dari dalam rumah."Mas Ekoooo------!" Aku berteriak lebih kencang, tetapi Mas Eko malah terus tertawa dari dalam rumah kosong itu tanpa memperdulikan teriakanku.Aku merasa bingung harus bagaimana, kalau ke pergi ke rumah kosong itu, aku sangat takut bertemu sosok Kuntilanak pemakan burung yang tengah hangat diperbincangkan warga. Namun, tenggorokanku semakin sakit karena terus berteriak tetapi Mas Eko malah asik tertawa di dalam rumah itu. Mungkinkah Mas Eko tengah bercanda ria bersama Kuntilanak itu? Tiba-tiba aku merasa khawatir kalau Mas Eko akan kehilangan burungnya seperti yang terjadi pada suamiku.Tak ada cara lain selain menelpon Surti, hanya dia yang bisa menolongku. Namun, tiba-tiba Mas Eko keluar dari rumah itu dengan wajah berseri-seri. Aku langsung melambaikan tangan pada lelaki berkumis tebal itu."Mas Eko!" teriakku.Ia menoleh lalu mengangguk, pertanda setuju dengan kode yang kuberikan. Lelaki berkulit sawo matang itu langsung mendorong gerobak satenya menuju rumahku. Kulihat bibirnya tak berhenti tersenyum dengan pipi yang merona seolah baru saja mengalami sesuatu yang sangat menyenangkan."Mas Eko ngapain tadi dari dalam rumah kosong itu?" tanyaku."Penghuni baru rumah itu tadi beli sate, orangnya cantik banget," ucapnya dengan wajah berseri-seri."Trus Mas Eko nganu sama penghuni rumah itu?" tanyaku dengan wajah penasaran."Astagfirullah, saya lelaki baik-baik," ucapnya sambil mengibas wajahku dengan lap yang biasa ia taruh di lehernya."Rumah itu telah lama kosong, tadi yang bercanda sama Mas Eko itu Kuntilanak," bisikku.Tiba-tiba ia tersentak kaget dengan wajah yang yang kocak hingga malah membuatku ingin ketawa."Teh Mirna jangan ngadi-ngadi, wanita tadi manusia, kok, Napak di lantai," ucap Mas Eko yakin."Mas Eko tahu kalau suami saya meninggal?" tanyaku.Ia kembali tercengang dengan wajah tak percaya. Tukang sate yang merupakan duda itu baru kembali berdagang setelah dua Minggu tak kelihatan batang hidungnya, sepertinya ia habis pulang kampung untuk menengok anaknya."Innalilahi wa Inna ilaihi raji'un, kok saya baru tahu, Teteh gak bercanda, kan?" Wajahnya terlihat terkejut bercampur ragu."Masa saya bercanda, suami saya meninggal dengan burung yang hilang di rumah kosong itu." Mas Eko tampak bergidik ngeri mendengar ceritaku, rupanya ia ketinggalan berita sehingga ia tampak tercengang saat mengetahuinya."Teteh gak bercanda, kan? Saya jadi takut," ucapnya."Wanita penghuni rumah kosong itu ciri-cirinya bagaimana? Trus dia bayar gak satenya?" tanyaku."Orangnya cantik, putih dan tinggi." Ciri-ciri yang diceritakan Mas Eko sama persis dengan wanita yang menemuiku malam itu untuk meminta air panas. Sebenarnya siapakah dia? Apakah dia hantu atau manusia? Lalu mengapa ia bisa membunuh suamiku?"Saya sengaja gak meminta bayaran dari sepiring sate tadi, itung-itung sebagai perkenalan," sambungnya lagi sambil cengengesan."Wanita itu yang membunuh suami saya." Raut wajah Mas Eko seketika berubah saat mendengar ucapanku, ia kembali termenung dengan wajah bingung."Tapi saya gak kenapa-kenapa, wanita tadi ramah dan baik sama saya." Aku menjadi bingung saat mendengar pengakuan Mas Eko, ia ada benarnya juga, mengapa ia bisa keluar dengan selamat dan tidak diganggu oleh wanita itu."Ajak saya bertemu dengan wanita itu, saya mau memastikan apakah dia hantu atau manusia." Mas Eko setuju dengan permintaanku lalu berjalan di depanku untuk mempertemukan aku dengan sosok wanita misterius itu."Rere!" teriak Mas Eko sambil mengetuk pintu.Rupanya tadi mereka sempat berkenalan hingga Mas Eko memanggil namanya dengan akrab.Hening, tak ada jawaban."Rereeeeeee! Ada yang mau bertemu denganmu!" Mas Eko kembali berteriak memanggil wanita yang entah manusia atau Kuntilanak."Kalian ngapain disana, istigfar Mir, kuburan suamimu masih merah!" Tiba-tiba kami dikejutkan dengan kedatangan Mas Parto yang menyorotkan senter ke wajah kami."Suudzan aja kamu, Parto, jangan fitnah, dosa!" sahut Mas Eko.Mas Parto dan Pak Wiguna berjalan menghampiri kami, sepertinya mereka tengah mendapat jadwal ronda."Tadi Mas Eko masuk ke rumah kosong ini untuk mengantar sate, bahkan dia sampe ketawa-ketawa dan berkenalan dengan penghuni rumah ini," ucapku.Mas Parto dan Pak Wiguna tampak tercengang mendengar ceritaku."Burungmu masih ada, Ko?" tanya Mas Parto dan Pak Wiguna kompak sambil menatap celana bagian depan Mas Eko."Yo aman, lah, kalian ini kenapa? Kok mencurigakan." Mas Eko langsung menutupi celana bagian depannya dengan kedua tangannya."Di rumah ini ada Kuntilanak pemakan burung, hiiiiy," ucap Mas Parto lirih lalu bergidik ngeri."Tapi saya yakin kalau wanita yang saya temui itu manusia, buktinya dia napak di tanah," ucap Mas Eko.Seketika lampu rumah itu padam hingga membuat kami semua terkejut."Hihihihihihi--!" Terdengar suara cekikikan Kuntilanak yang membuat kami terkesiap lalu berlarian meninggalkan rumah itu.Aku langsung kabur ke rumahku, begitupula Mas Eko langsung berlari sambil mendorong gerobaknya. Mas Parto dan Pak Wiguna malah mengikutiku ke rumah dengan wajah ketakutan."Hei kalian mau apa kesini?" tanyaku sambil mengacungkan sapu."Maaf, kami lupa," ucapnya sambil garuk-garuk kepala lalu melangkah mundur."Jangan membuat citra saya jelek dimata istri-istri kalian, atau saya hilangkan burung kalian," ancamku.Mereka mengangguk lalu melangkah mundur dan berlari pergi meninggalkanku.Semoga saja mereka mencari teman dan melanjutkan meronda agar aku merasa aman dan tak ketakutan nanti malam.Kulihat keempat anakku tengah terlelap di depan televisi. Anak-anak yang malang, aku sangat merasa bersalah karena malah heboh mencari tahu sosok wanita misterius itu hingga melupakan maksudku untuk membeli sate.Aku langsung memindahkan mereka satu persatu, lalu membawa anak bungsu ke kamarku. Sebelum tidur, aku berwudhu dan memohon perlindungan kepada Allah. Aku harus kuat dan berani untuk bertahan di rumah ini sesuai amanat dari kedua orangtuaku.Setelah mengaji beberapa ayat AlQuran juga berdoa, aku segera membaringkan tubuh dan mencoba memejamkan mata. Malam itu begitu hening, tampaknya Mas Parto dan Pak Wiguna langsung pulang dan melupakan jadwal ronda mereka.Malam semakin larut, terdengar suara lolongan anjing yang membuat mataku sulit untuk dipejamkan. Pikiranku berputar-putar, jantungku pun terasa berdegup lebih kencang.Bruuuuuk--- Terdengar sesuatu menghantam kaca jendela depan hingga pecah. Aku langsung terkejut dan memberanikan diri untuk melihat apa yang terjadi. Benar saja, kaca jendela yang waktu itu diganti oleh Mas Parto kini kembali pecah. Aku memberanikan diri keluar rumah dengan wajah bertanya-tanya ada masalah apa Kuntilanak itu padaku hingga ia terus saja menerorku.Tiba-tiba kulihat sebuah botol dari balik pecahan kaca itu, rupanya dia melempar botol itu ke jendela kaca hingga pecah. Aku meraih botol itu, lalu kulihat ada sebuah surat di dalamnya."Jangan dekati suamiku!" Aku tercengang saat membaca tulisan di kertas dalam botol itu.Siapakah dia, lalu suami siapakah yang kuganggu? Sepertinya ia telah salah paham padaku, karena aku merasa tak pernah mendekati lelaki manapun saat suamiku masih ada bahkan hingga sekarang. Ingin sekali kujelaskan padanya bahwa aku bukanlah tipe wanita gatal yang suka cari perhatian pada lelaki manapun. Malahan walaupun sekarang aku sudah jadi janda, tetapi aku tak memiliki niat untuk mencari suami lagi.Bersambung"Setiap gue nyaris diculik, lo selalu ada. Apa jangan-jangan lo dalang dibalik semua ini?" tanya Siti pada Bryan yang dalam perjalanan pulang bersama Yura."Jadi gue harus diem aja melihat lo dalam bahaya?" tanya Bryan dengan wajah kesal."Kak Sinta, kita seharusnya berterima kasih sama Kakak ini," ucap Yura sambil menatap kagum wajah tampan Bryan."Sinta?" "Iya, nama panjangnya Kak Siti Yasinta, jadi bisa dipanggil Sinta juga," sahut Yura."Oh, ya, by the way gue Bryan.""Gue Yura, Kak.""Hati-hati Yura kalau kenalan sama cowok asing, jangan mentang-mentang dia good looking, karena bisa saja dia juga salah satu anggota kawanan penculik itu," ucap Siti sambil melirik ke arah Bryan dengan wajah sinis."Kalau gue penculik, gak mungkin gue balikin lo ke suami lo!" sahut Bryan dengan wajah kesal."Udah jangan berantem," ucap Yura sambil kembali menatap ketampanan lelaki berwajah bule yang tengah fokus menyetir.Beberapa waktu kemudian ia menghentikan mobilnya di depan rumah Siti. "Cepet
Suatu hari Yura mendatangi rumah Yudha dan Siti. Mata Rendi langsung terbelalak melihat kecantikan gadis itu."Biasa aja lihatnya Rendi Lukmanul Hakim," ucap Yura sambil menutup mulutnya yang tengah menganga."Makin cantik aja, Kak Yura. Oh, iya, makasih banget, loh karena masih mengingat nama kepanjanganku dengan lengkap.""Udah, ah, berisik, aku mau ketemu sama Kak Sinta.""Kak Siti maksudmu?""Iya, whatever."Rendi mempersilahkan Yura masuk, tampak Siti tengah melatih bela diri pada beberapa gadis seusia Rendi."Kak!" panggil Yura.Siti langsung menoleh dan berjalan menghampiri adik iparnya itu."Kenapa gak bilang-bilang mau kesini?" Siti langsung memeluknya dengan erat."Ada hal penting yang ingin kubicarakan." Yura melirik ke arah Rendi seolah obrolannya itu tak ingin didengar siapapun."Oke, aku tak akan dengerin percakapan kalian," ucap Rendi sambil bergegas pergi."Rend, mainnya jangan jauh-jauh ya," ujar Siti."Siap, Kak." Siti mengajak Yura ke ruang tamu, lalu mempersilahka
Siti menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan tasnya masih ada, karena di dalamnya ada ponsel yang GPSnya selalu aktif. Ia sengaja selalu mengaktifkan GPS agar Yudha bisa melacak keberadaannya.Namun, rupanya para penculik itu telah mengamankan tasnya lebih dahulu. Bukan hanya dimatikan tapi dilempar jauh dari mobilnya. Siti mencoba mencari cara agar ia bisa lolos, lalu tiba-tiba ia menggedor-gedorkan kepalanya ke kaca mobil, berharap menjadi perhatian bagi para pengendara lain.Namun, tiba-tiba penjahat itu mengacungkan pisau kepadanya."Berani macam-macam? Maka pisau ini akan menari di wajah cantikmu!" ancam penjahat itu.Siti mencoba pasrah sambil mencari cara lain untuk kabur. Jantungnya semakin berdegup lebih kencang saat ia lihat mobil yang membawanya semakin melaju menjauhi kota tempat tinggalnya. Mobil Siti semakin membayangkan bahwa dirinya akan kembali disekap seperti beberapa hari lalu.Setelah beberapa jam berlalu, mobil itu berhenti tepat di sebuah villa. Siti menoleh ke
Dua lelaki itu melayangkan tendangannya hingga tubuh Siti terpental, sedangkan dua remaja tadi hanya berdiri dengan tubuh gemetaran."Kalian pergi dari sini!" teriak Siti.Dua remaja itu langsung kabur meninggalkan Siti yang tengah mencoba bangkit walau harus menahan rasa sakit.Dua lelaki itu langsung menangkap Siti, tetapi dengan sisa tenaga yang ada, ia berhasil membuat kedua lelaki bertubuh tinggi besar itu kembali terguling. Tanpa berlama-lama ia mencoba untuk kabur. Namun, dua lelaki tadi langsung bangkit dan mengejar Siti yang masih berada di gerbang, sedangkan dua remaja tadi telah jauh meninggalkannya.Dua lelaki tadi berhasil kembali menangkap Siti. Namun, tiba-tiba sebuah mobil hitam melaju ke arah rumah itu. Seorang lelaki tampan bak Aktor Hollywood keluar dari mobil bersama dua remaja tadi."Lepaskan wanita itu!" teriak lelaki tampan yang mengenakan jas hitam dan kaca mata hitam."Bbbbb--."Belum sempat dua penjahat itu mengatakan sesuatu, tiba-tiba lelaki itu melayangkan
Bu Suhaetik adalah seorang janda yang memiliki dua orang anak perempuan. Anak sulungnya dibawa merantau ke luar kota oleh suaminya, sedangkan anak bungsunya baru kelas 2 SMA. Suami Bu Suhaetik meninggal karena kecelakaan, sejak itu ia berjualan nasi uduk di depan rumahnya untuk mencukupi semua kebutuhannya juga anak bungsunya.Siti meminta Bu Suhaetik untuk menunjukan foto anak gadisnya."Anak saya bernama Desi," ucapnya sambil menunjukan foto anak gadisnya. Setelah melihat foto tersebut, Siti menggeleng karena sama sekali tak pernah melihat gadis itu."Rend, kamu kenal anaknya Bu Suhaetik, gak? Kan kamu satu sekolah dengannya," ucap Siti sambil menunjukan foto gadis tersebut."Aku kan baru masuk sekolah, jadi aku belum mengenal banyak orang disana," sahutnya setelah memperhatikan lekat-lekat foto tersebut.Saat itu Bu Suhaetik masih belum bisa melapor pada polisi karena anaknya belum menghilang selama 24 jam. Kesokan harinya seperti biasa Yudha berangkat bekerja setelah mengantar Ren
Mirna membawa Siti juga adiknya ke rumahnya. Untuk sementara, mereka tinggal di paviliun rumah keluarga Mirna karena belum sah menjadi istri Yudha.Sebelum menikahkan ia dengan putra sulungnya, Mirna berpesan agar Siti tak lagi berbuat gegabah ketika menghadapi seorang pria hidung belang atau pelaku pemerkosaan."Boleh saja melawan saat kita dalam bahaya, tetapi sebisa mungkin hindari untuk menghilangkan nyawanya, kecuali jika kita memang benar-benar terdesak," kata Mirna.Pesan tersebut disampaikan juga kepada Yura, yang memiliki jiwa psikopat sejak bergabung dengan Siti dan Rere. Siti dan Yura mengangguk dan berjanji untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Acara pernikahan Siti dan Yudha pun berlangsung di sebuah gedung mewah. Karena sudah tidak memiliki ayah ataupun kakek dan paman, maka adik lelakinya menjadi wali nikah untuk Siti. Hingga akhirnya Siti dan Yudha telah resmi menjadi sepasang suami istri.Saat itu air mata Siti terus bercucuran, ia tak menyangka kalau