Melisa menatap bahagia Alisa yang sedang bermain dengan riangnya. Raut gembira tidak hilang dari wajahnya selama bermain.
Tanpa terasa sudah satu jam mereka bermain, Melisa merasa bersama Alisa waktu terasa berjalan dengan cepat. Mereka harus segera menyudahi bermainnya."Alisa, kita makan dulu yuk, sebentar lagi kita harus pulang," ucap Melisa pada Alisa.Alisa langsung mendekati Melisa dengan raut muram. Rupanya Alisa masih belum puas bermain. Mungkin karena Alina sedang hamil sehingga Alisa jarang diajak ke tempat bermain.Melisa pun berjongkok menyejajarkan diri dengan Alisa. Dia membelai wajah Alisa yang beraut muram dan bertanya, "Hei, kenapa kok cemberut?"Alisa hanya menggelengkan kepala merespon pertanyaan Melisa. Dia tidak berani membantah ucapan sang guru. Melisa pun tersenyum mengelus puncak kepala Alisa."Jangan sedih, Al. Lain kali kita main di sini lagi," ucap Melisa mencoba menghibur Alisa."Benar?" tanya Alisa dengan mata berbinar."Iya dong. Makanya Alisa jangan bersedih lagi, sekarang kita makan dulu," jawab Melisa.Alisa pun menganggukkan kepalanya bersemangat kembali. Melisa bangkit dan menggandeng tangan Alisa menuju tempat makan yang berada di dalam pusat perbelanjaan.Setelah sampai mereka mencari tempat duduk yang kosong. Melisa dan Alisa duduk berhadapan dan mulai memesan makanan.Sambil menunggu pesanan mereka datang Melisa kembali mengajak Alisa bercanda."Melisa?" panggil suara yang sangat Melisa kenal.Melisa pun menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Netra Melisa membulat, dia terkejut ketika melihat sosok Ratih, sang mantan mertua sedang menenteng belanjaan menuju ke arahnya."I-bu," ucap Melisa terbata."Wah, tidak menyangka kita bisa bertemu di sini, Mel. Bagaimana kabarmu sekarang setelah membuang anakku yang masih berada di dalam penjara?" tanya Ratih langsung duduk di samping Alisa.Melisa diam, tak bisa menjawab pertanyaan Ratih yang terdengar sarkas itu. Melisa tidak pernah membuang Hanan, dia hanya ingin Hanan kembali dengan Naya, ataupun menikah kembali dengan wanita yang bisa memberikan dia keturunan.Melisa benar-benar tak bermaksud untuk meninggalkan Hanan di saat dia sedang terpuruk. Saat itu Melisa juga telah berjuang menghadapi kenyataan bahwa dia sudah tidak mungkin lagi memiliki anak.Saat itu Melisa sedang dalam masa-masa yang sulit, dia sedang berusaha sembuh dari depresinya. Melisa ingin memperbaiki diri dari semua kesalahan yang telah dia lakukan."Bagaimana Ibu bisa berada di sini, Bu?" tanya Melisa tanpa menjawab pertanyaan sarkas Ratih."Memangnya salah kalau aku ada di sini? Di sini kan tempat umum, siapa saja boleh berada di sini, Mel.""Bukan begitu maksudku, Bu. Tapi bukankah tempat ini jauh dari rumah Ibu?" tanya melisa kembali."Oh, aku baru saja pindah ke daerah ini. Istri Hanan memintaku untuk pindah ke rumahnya di dekat sini. Kalau kamu mau, kamu bisa mampir ke rumah kami," ucap Ratih sambil memainkan kukunya.Deg.Hati Melisa seperti tertusuk kembali mendengar ucapan sang mertua bahwa Hanan sudah menikah lagi."Maksud Ibu, Mbak Naya juga pindah ke daerah sini?""Ha? Apa hubunganya dengan Naya?""Apakah Mas Hanan tidak kembali dengan Mbak Naya, Bu?" tanya Melisa penasaran."Hahaha ... Hanan sudah mendapatkan yang lebih dari Naya. Dia baru saja menikahi putri dari seorang pemilik yayasan di kota ini," ucap Ratih dengan tawa bangga.Hati Melisa mencelos mendengarnya, ternyata Hanan benar-benar tidak kembali lagi dengan Naya."Nasib Hanan sungguh beruntung sekali setelah kau buang, Mel. Lalu bagaimana denganmu? Sudah menikah lagi dengan ayah dari anak ini?" tanya Ratih menunjuk Alisa.Melisa hanya diam tidak menjawab pertanyaan Ratih, pikirannya masih melayang pada pernikahan Hanan. Dari sudut hatinya yang terdalam dia memang masih mencintai sang mantan suami. Melisa kecewa ketika Hanan tidak kembali pada Naya. Padahal Melisa sudah memutuskan untuk melepaskan Hanan."Kenapa Hanan tidak memperjuangkan Naya kembali dan malah menikahi orang lain?" batin Melisa. Melisa memilih berpisah dengan Hanan supaya mantan suaminya itu kembali pada Naya."Kenapa tidak menjawab, Mel?" tanya Ratih lagi."Dia hanya salah satu muridku, Bu," jawab Melisa singkat."Kalau hanya murid, kenapa bisa makan berdua di sini, Mel? Atau kamu mendekati anak ini supaya bisa mendapatkan ayahnya saja? Jangan bilang kalau ayahnya juga masih memiliki istri, Mel?"Mata Melisa terbelalak mendengat tuduhan-tuduhan Ratih padanya. Tega sekali Ratih menuduh Melisa tanpa tahu yang sebenarnya."Jangan menuduhku yang tidak-tidak, Bu!" seru Melisa menahan amarah."Aku tidak menuduhmu, Mel. Bukankah kenyataan kalau kamu dulu juga mencintai suami orang lain? Bukan tidak mungkin kalau kamu sekarang pun juga begitu," tanya Ratih dengan entengnya.Melisa mengepalkan tangan geram atas semua hinaan yang Ratih ucapkan padanya. Dia tidak menyangka jika Ratih akan menghinanya sedemikian rupa."Kenapa menghinaku seperti itu, Bu? Apakah salahku sehingga Ibu menghinaku di hadapan muridku sendiri?" tanya Melisa dengan air mata yang mulai mengembun."Salah kamu? Hahaha ...kamu tanya salahmu apa? Lucu sekali kamu, Mel."Melisa terdiam mendengar Ratih tertawa sinis padanya. Dia merasa malu di depan Alisa sekarang. Ratih benar-benar telah membencinya sehingga dia mempermalukan Melisa seperti itu."Aku beritahu sebagian dari kesalahanmu, Mel. Kamu sudah membunuh calon cucuku, kamu juga meninggalkan anakku dalam keadaan terpuruk, itulah yang paling utama," pungkas Ratih dengan tajam.Hati Melisa berdenyut nyeri. "Tidak! Aku tidak membunuh anakku. Bagaimana mungkin aku membunuh darah dagingku sendiri?" batinnya.Ucapan Ratih tidaklah benar, Melisa tidak melakukan apa yang diucapkannya. Melisa tidak mungkin setega itu.Netra Melisa memerah, air mata mulai luruh mengaburkan pandangannya. Hatinya berperang melawan pikirannya menanggapi ucapan Ratih."Kamu akan membayar semua yang telah kamu lakukan pada cucu dan anakku, Mel. Ingat itu!" Ratih beranjak pergi setelah mengancam Melisa. Dia meninggalkan Melisa dan Alisa yang dari tadi hanya diam.Suasana hati yang buruk Setelah kepergian Ratih, Melisa menjadi sedikit pendiam. Dia hanya sesekali menanggapi ocehan Alisa. Jika biasanya keceriaan Alisa mampu membuat Melisa kembali bersemangat, tapi tidak untuk saat ini.Melisa masih saja teringat kata-kata Ratih yang terngiang-ngiang terus di pikirannya. Melisa tak menyangka jika Ratih menjadi begitu membencinya sekarang.Melisa mengerti sekarang bagaimana di posisi Naya yang selalu menghadapi kebencian sang mertua padanya.Sungguh jika bisa memilih tentu Melisa lebih memilih untuk tidak bertemu dengan Ratih lagi untuk selamanya, jika Ratih hanya menyebar kebencian padanya.Bukankah sudah pernah Melisa jelaskan kalau dia memilih berpisah dari Hanan supaya Hanan bisa kembali pada Naya? Kenapa malah Melisa yang disalahkan karena memilih berpisah dari Hanan?"Awas, Bu!" seru Alisa saat Melisa akan menabrak mobil di depan mereka."Astaghfirullah!" Melisa tersadar dari pikirannya sendiri.Melisa terkejut dan buru-buru menginjak rem. U
Selang dua puluh menit Melisa sudah tiba di rumah, dia segera turun dari mobil. Melisa mengernyit heran ketika netranya melihat ada mobil yang nampak asing sedang parkir di halaman rumahnya.Melisa buru-buru masuk ke dalam rumah untuk melihat siapa gerangan yang bertamu ke rumahnya. Dia pun membuka pintu setelah sampai di depannya."Assalamu'alaikum," salam Melisa sembari akan melangkah masuk ke dalam rumah."Wa'alaikumsalam," jawab semua yang duduk di ruang tamu.Melisa membulatkan mata melihat seseorang yang sedang duduk manis di hadapan sang ayah. "Dari mana dia tahu rumahku? Lalu ada kepentingan apa dia sampai datang ke rumahku?" batin Melisa.Melisa mematung di depan pintu tak mengerti dengan situasi yang telah terjadi. Bahkan dia terhenti dari langkahnya saking terkejutnya."Baru pulang, Nak?" tanya Meta mendekat pada Melisa."Eh, iya, Bu," jawab Melisa tergeragap karena terkejut."Ayo duduk dulu, Mel. Nak Ardan sudah menunggu kamu pulang dari tadi," ajak Meta menggandeng tangan
Ardan pun bangkit dengan langkah lunglai, Melisa tahu jika Ardan sedang berperang dengan pikirannya. Jika Melisa menjadi Ardan tentu dia tidak akan mau menjadikan wanita yang tak sempurna dan mempunyai masa lalu yang buruk untuk dijadikan sebagai pendamping hidup.Dia pasti akan lebih memilih wanita yang bisa memberikannya keturunan dan juga wanita yang baik-baik. Bukan pelakor seperti dirinya.Melisa pun bangkit melangkah di belakang Ardan, untuk mengantar kepergian Ardan sampai ke teras rumah.Ardan berbalik melihat Melisa yang berada tepat di ambang pintu. Pandangan mata Ardan sendu, seolah tidak rela menerima kenyataan yang Melisa ungkapkan."Saya pergi, Bu. Tolong sampaikan salam saya pada orangtua Ibu Melisa, Assalamu'alaikum," pamit Ardan."Wa'alaikumsalam, akan saya sampaikan, Pak," jawab Melisa.Ardan kembali berbalik dan meneruskan langkah menuju mobilnya, sebelum masuk ke dalam mobil, Ardan kembali menoleh pada Melisa. Sementara Melisa pun segera masuk tanpa menunggu keperg
Melisa merasa enggan untuk makan malam hari ini, tapi dia sudah janji dengan ayah dan ibunya untuk menjelaskan semuanya. "Bolehkah aku tidur saja tanpa ikut makan malam sehari ini saja?" batin Melisa.Melisa menghela nafas kasar, dia mencoba memantapkan hati untuk menghadapi kedua orangtuanya. Melisa bangkit dari ranjang melangkah menuju pintu untuk keluar dari kamar.Melisa merasa langkahnya begitu berat saat dia sudah melewati pintu kamar, rasanya dia seperti melangkah menuju tempat penghakiman saja. Melisa menuruni tangga dengan perlahan menuju dapur.Saat sampai di dapur dia melihat kedua orangtuanya sudah duduk di kursinya masing-masing. Melisa mendengar mereka terlibat dengan pembicaraan tentangnya. Mereka sedang membahas tentang kedatangan Ardan tadi siang.Melisa berjalan mendekat pada ayah dan ibunya, lalu dia pun bergabung bersama mereka di meja makan. Melisa duduk berhadapan dengan sang ayah, setelah kedatangannya, tetapi mereka diam seribu bahasa. Mereka pun mulai menyant
Melisa bangun dari pembaringan dengan malas, setelah selesai sholat Subuh dia kembali membaringkan tubuhnya di ranjang, dia merasa enggan sekali untuk pergi ke sekolah. Melisa tidak ingin bertemu dengan Ardan di sekolah.Melisa tidak enak hati jika harus bertemu dengan Ardan, belum lagi dia juga harus menepati janjinya pada Imran. Melisa harus bertanya pada Ardan tentang keputusannya, apakah Ardan ingin meneruskan niatnya atau tidak.Melisa enggan sekali bertatap muka dengan Ardan dalam waktu dekat ini. Tapi dia tidak boleh menunda-nunda untuk menyelesaikan masalah ini, supaya sang ayah tidak perlu menghubungi Ardan.Melisa ingin kembali menjalani hari-harinya dengan tenang lagi. Dan dia juga berharap tidak perlu lagi bertemu dengan orang-orang dari masa lalunya. Cukup kemarin saja dia bertemu dengan ibu Hanan, jika bertemu lagi, dia tentu akan kembali mengingat-ingat masa yang suram dulu.Tok ... tok.Suara pintu kamar diketuk, Melisa segera bangkit dari ranjang dan melangkah untuk
"Apa maksud Bapak meneruskan niat untuk mengkhitbahku?" tanya Melisa begitu dia berada dalam satu mobil dengan Ardan untuk berangkat ke sekolah."Saya tidak ada maksud apa-apa, saya hanya ingin tetap menjadikan Ibu sebagai pendamping saya," jawab Ardan.Melisa tidak bisa melihat ekspresi Ardan ketika menjawab pertanyaannya. Walaupun mereka berada di dalam satu mobil tetapi Melisa duduk di kursi belakang. Dia tidak mau duduk di samping Ardan karena mereka memang belum mempunyai hubungan apa-apa.Sesungguhnya Melisa tadi juga ingin membawa mobil sendiri, tetapi Imran memaksanya untuk ikut dengan mobil Ardan saja. Mau tidak mau pun akhirnya Melisa ikut dengan Ardan."Tolong jangan bercanda, Pak. Bukankah kemarin saya sudah mengatakan semua tentang saya pada Pak Ardan?""Saya tidak bercanda, bahkan saya sudah yakin ingin secepatnya menghalalkan Bu Melisa," jelas Ardan membuat Melisa terkejut."Jangan mempermainkan saya, Pak. Saya tahu setiap orang yang mengetahui masa lalu saya, pasti aka
Tak terasa hari ini Melisa kembali menikah lagi, dua minggu yang lalu dia menerima pinangan Ardan. Wajah orangtua Melisa berbinar bahagia ketika Melisa mengatakan kalau dia menerima Ardan.Melisa mencoba mengalah menerima pinangan Ardan, untuk kebahagiaan ayah dan ibunya. Dia mencoba peruntungannya dengan menerima Ardan. Berharap Ardan menjadi jodoh terakhirnya.Pernikahan mereka dilakukan dua minggu setelah Melisa menerima Ardan. Memang sangat terkesan buru-buru, tapi itu semua keinginan Ardan.Acara ijab kabul, sudah dilaksanakan sejak pukul delapan pagi tadi, Melisa akhirnya sudah resmi menjadi istri Ardan. Acara pernikahan mereka tidaklah mewah, mereka hanya mengundang keluarga dekat saja. Melisa pun hanya mengundang Alina sekeluarga, mengingat dia sudah tidak punya teman lain lagi.Dia sangat berharap Alina bersedia datang ke pernikahannya. Melisa juga sudah rindu sekali dengan Alisa, sudah satu minggu dia tidak bertemu dengannya karena sibuk mempersiapkan acara pernikahannya.M
Pertemuan Irham dan Ratih "Maaf aku tidak bisa menemanimu, Sayang," ucap Irham kepada Alina di depan pintu masuk gedung."Tidak apa-apa, Mas. Naya lebih penting, kasihan dia kecapekan jika harus naik taxi. Apalagi adik Aryan sedang aktif-aktifnya," sahut Alina."Ya sudah kalau begitu kamu masuk dulu, Al. Aku akan pergi jika kamu dan Alisa sudah masuk ke dalam. Jaga diri baik-baik, jangan terlalu banyak berdiri di sana nanti. Aku akan menjemputmu jika sudah mengantar Naya ke rumah." Irham menurunkan Alisa yang sedang berada dalam gendongannya. "Alisa jangan nakal, jaga mama dan adik-adik Alisa dengan baik. Jangan sampai menyusahkan mama.""Iya, Yah," jawab Alisa menurut.Irham mengelus puncak kepala Alisa dengan lembut. Nampak Irham sangat menyayangi putri kecilnya itu."Hati-hati di jalan, Mas. Jangan ngebut-ngebut mengemudinya, aku akan menunggu sampai kamu datang. Jadi tidak usah terlalu buru-buru," ucap Alina sembari meraih tangan Irham dan mencium punggung tangannya."Iya, Sayang