Home / Rumah Tangga / CAP PELAKOR / Suasana Hati Yang Buruk

Share

Suasana Hati Yang Buruk

Author: Uci ekaputra
last update Last Updated: 2022-07-21 04:14:14

Suasana hati yang buruk

Setelah kepergian Ratih, Melisa menjadi sedikit pendiam. Dia hanya sesekali menanggapi ocehan Alisa. Jika biasanya keceriaan Alisa mampu membuat Melisa kembali bersemangat, tapi tidak untuk saat ini.

Melisa masih saja teringat kata-kata Ratih yang terngiang-ngiang terus di pikirannya. Melisa tak menyangka jika Ratih menjadi begitu membencinya sekarang.

Melisa mengerti sekarang bagaimana di posisi Naya yang selalu menghadapi kebencian sang mertua padanya.

Sungguh jika bisa memilih tentu Melisa lebih memilih untuk tidak bertemu dengan Ratih lagi untuk selamanya, jika Ratih hanya menyebar kebencian padanya.

Bukankah sudah pernah Melisa jelaskan kalau dia memilih berpisah dari Hanan supaya Hanan bisa kembali pada Naya? Kenapa malah Melisa yang disalahkan karena memilih berpisah dari Hanan?

"Awas, Bu!" seru Alisa saat Melisa akan menabrak mobil di depan mereka.

"Astaghfirullah!" Melisa tersadar dari pikirannya sendiri.

Melisa terkejut dan buru-buru menginjak rem. Untunglah mobil langsung berhenti sebelum menabrak mobil di depan mereka.

Melisa mengelus dada lega, untunglah tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Melisa terlalu terbawa pikiran hingga tidak fokus mengemudi.

Melisa hampir saja membuat Alisa berada dalam bahaya. Dia tidak tahu harus berkata apa jika sampai membuat Alisa terluka.

"Maafkan Ibu tidak fokus, Al," ucap Melisa sembari mengelus puncak kepala Alisa.

"Iya, Bu. Hati-hati menyetirnya," sahut Alisa.

Alisa nampak masih ketakutan, ini memang salah Melisa yang tidak bisa fokus dalam mengemudi. Harusnya dia bisa menahan diri untuk tidak membahayakan Alisa.

Lalu Melisa melanjutkan perjalanan lagi, setelah tenang, dia memacu mobil dengan pelan. Biarlah lambat asalkan mereka bisa sampai tujuan dengan selamat.

Selang setengah jam perjalan mereka pun sampai di rumah sakit tempat Alina memeriksakan kandungannya. Melisa sudah mengirimkan pesan, bertanya tentang keberadaan Alina sejak tadi. Melisa memarkirkan mobil dan mengirim pesan pada Alina.

[Mbak, aku sudah sampai di tempat parkir bersama Alisa.]

Tring.

Bunyi ponsel tanda pesan masuk. Melisa menyalakan kembali ponselnya dan  membuka pesan balasan dari Alina.

[Baiklah, Mbak. Tunggu sebentar.]

"Mama sudah mau kemari, Al. Sudah siap-siap pulang?" tanya Melisa pada Alisa yang kelihatan sudah mengantuk.

"Iya, Bu," jawab Alisa melepas sabuk pengaman dan mengambil tasnya di kursi belakang.

Mereka menunggu di dalam mobil karena cuaca sangat panas sekali. Tapi sejujurnya Melisa juga sedikit lelah karena terlalu banyak pikiran yang bersarang di otaknya setelah bertemu Ratih.

Tok ... tok.

Melisa menoleh saat ada yang mengetuk kaca mobil. Ternyata Alina sudah sampai di samping mobil Melisa.

Melisa buru-buru membuka pintu mobil dan turun bergegas membukakan pintu untuk Alisa, lalu membantunya turun.

"Maaf, merepotkanmu lagi, Mbak," ucap  Alina.

"Tidak apa-apa, Mbak. Aku senang bisa bersama Alisa, Mbak," sahut Melisa begitu mereka mendekat.

"Terima kasih banyak, Mbak."

"Sama-sama, kalau begitu aku pamit pulang dulu, Mbak," pamit Melisa.

"Kenapa buru-buru? Padahal aku bermaksud mengenalkanmu pada ayah Alisa yang masih di dalam," tanya Alina.

"Lain kali saja, Mbak. Aku masih ada urusan lain lagi," jawab Melisa berbohong.

Sebenarnya dia tidak ada acara lain, Melisa hanya ingin cepat sampai rumah saja. Suasana hatinya sedang buruk sekarang, dia hanya ingin segera sampai di kamar dan mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.

"Ah, sayang sekali. Padahal kamu belum pernah bertemu dengan ayah Alisa," pungkas Alina dengan raut muram.

"Tidak apa-apa, Mbak. Lain kali pasti ada waktu lagi untuk berkenalan dengan suami Mbak Alina," sahut Melisa merasa tidak enak hati pada Alina.

"Iya, lain kali pasti bisa bertemu dan berkenalan."

"Kalau begitu aku pamit, Mbak. Assalamu'alaikum," pamit Melisa mengucapkan salam.

"W*'alaikumsalam, hati-hati, Mbak," jawab Alina.

Melisa pun bergegas masuk ke dalam mobil, sementara Alina dan Alisa telah pergi sambil bergandengan tangan.

Melisa mulai memacu mobilnya dengan pelan menuju jalan raya. Dia menambah kecepatan mobil agar segera sampai di rumah dengan cepat.

Suasana hati Melisa benar-benar buruk setelah bertemu dengan ibu Hanan. Apalagi dia juga harus mendengar segala hinaan dan ancaman dari sang mantan mertua.

Melisa menyesal dulu bisa termakan bujuk rayu Ratih agar menjadi menantunya. Menjadi istri kedua Hanan.

Kalau saja Melisa tidak terbutakan oleh cintanya pada Hanan dan bujukan Ratih, tentu dia tidak perlu merasakan penderitaan yang tidak bertepi seperti ini.

Padahal selama empat tahun ini Melisa tidak pernah bertemu dengan Hanan dan Ratih, tapi kenapa kini mereka harus dipertemukan kembali di saat Melisa sudah mulai bisa merasakan kebahagiaan karena kehadiran Alisa yang mewarnai hari-harinya yang selalu suram.

Kenapa Melisa harus kembali merasakan pedihnya penyesalan masa lalu yang selalu menghantuinya setiap saat?

Apakah dia benar-benar tidak akan bisa merasakan kebahagiaan yang seutuhnya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CAP PELAKOR   Akhir

    "Maaf, saya tidak sengaja." Naya menunduk membantu seorang wanita yang sedang memungut barang belanjaannya yang berserakan."Tidak apa-apa, saya juga tidak melihat jalan dengan benar," sahut Dara, wanita yang ditabrak oleh Naya. Dia masih fokus mengumpulkan barang-barangnya yang jatuh.Setelah selesai mengumpulkan barang-barang tersebut, Naya menyerahkannya kepada Dara yang masih menunduk."Terima kasih banyak." Dara mendongak melihat Naya, netranya langsung membulat begitu melihat Naya lah yang ada di hadapannya. Bibir Dara seolah kelu, dari dulu dia ingin sekali bertemu dengan Naya, akhirnya setelah sekian lama, Dara diberi kesempatan untuk bertemu dengan Naya tanpa terduga-duga."Sama-sama," ucap Naya sembari tersenyum teduh. "Maaf, apakah ada yang terluka?" tanya Naya.Dara masih membeku, dia belum bisa berkata-kata karena terkejut melihat Naya. Dara masih mematung memandang Naya takjub."Maaf, apakah benar ada yang sakit? Kenapa Mbak diam saja?" tanya Naya lagi sembari menggoyang

  • CAP PELAKOR   Hilangnya Cap Pelakor

    "Hai, Mel. Apa kabarmu?" tanya Naya sembari tersenyum. Kemudian dia menunduk diam sejenak, kelopak matanya mulai mengembun, dirasakannya usapan lembut di punggungnya.Naya menoleh, melihat Alisa yang sudah beranjak remaja. Tidak terasa lima tahun berlalu begitu cepat sejak kepergian Melisa. Operasi pencangkokan jantung Alina berjalan dengan lancar, Alina sudah sehat kembali dengan jantung baru dari Melisa. Bahkan anak-anaknya sudah tumbuh dengan sehat.Naya dan juga keluarganya tidak bisa melupakan jasa Melisa, mereka rutin mengunjungi makam Melisa di setiap tanggal kepergiannya.Masih teringat dengan jelas betapa sedihnya mereka saat Melisa pergi untuk selamanya dan mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan Alina. Sungguh jasa Melisa sangat berharga untuk semua orang, terlebih untuk Irham dan juga keluarganya.Bahkan Irham sempat menurunkan egonya untuk berterima kasih dan meminta maaf kepada Melisa, Naya yang menyaksikan adegan tersebut menangis terharu atas sikap Irham tersebut. Nay

  • CAP PELAKOR   Keputusan Irham

    "Apakah masih belum ada keputusan dari Bang Irham, Nay?" tanya Alan kepada Naya yang sedang bersiap untuk ke rumah sakit.Naya menggeleng lesu menanggapi pertanyaan sang suami. Abangnya itu sangat keras kepala. Padahal Melisa tidak punya waktu banyak, keadaannya sudah semakin memburuk. Jika Abangnya belum juga memberikan keputusan, Naya takut jika Melisa tidak bisa bertahan lagi dan Alina tidak mempunyai donor untuk jantungnya lagi.Sejak sadar pertama kali, Melisa sudah tidak pernah bangun lagi. Kehidupannya hanya bergantung pada alat-alat rumah sakit. Ardan masih ingin mempertahankan nyawa sang istri sampai Irham memberikan keputusannya.Ardan sudah rela jika sang istri memiliki keinginan untuk memberikan jantungnya pada Alina. Dia sudah ikhlas jika memang keinginan terakhir Melisa seperti itu."Kita tunggu saja, Nay. Mungkin Bang Irham masih bimbang," tambah Alan."Mau ditunggu sampai kapan, Mas? Bang Irham itu keras kepala, tidak tahu sampai kapan pikirannya itu akan berubah," sah

  • CAP PELAKOR   Kesedihan Ratih

    Ratih mengerjapkan matanya pelan, netranya bergerak ke sana kemari pelan. Memandang ruangan yang serba putih dengan aroma obat-obatan yang sangat kuat. Ratih melihat Dara yang tertidur dengan posisi membungkuk, tangan Ratih kaku ketika digerakkan untuk meraih Dara yang sedang tertidur di samping ranjangnya.Bibir Ratih bergerak tanpa suara memanggil Dara, tenggorokan Ratih terasa kering, dia ingin meminta minum pada Dara."Ra ... Da ... Ra," panggil Ratih dengan suara lirih.Dara tidak merespon panggilan Ratih, dia masih pulas tertidur. Dara kecapekan karena harus mondar mandir mengurus Ratih dan juga Hanan.Ratih pun menggerakkan tangannya dengan paksa untuk meraih Dara, walaupun tenaganya masih lemah, dia harus membangunkan Dara.Dara yang merasakan pergerakan Ratih akhirnya terbangun, "Ibu ... Ibu sudah bangun?" Dara segera bangkit dari duduknya dengan mata yang berbinar."Mi-num ...," lirih Ratih.Dara bergegas mengambilkan Ratih air putih dan membantu Ratih untuk meminumnya. Dara

  • CAP PELAKOR   Penolakan Irham

    "Apa? Apa maksudmu, Nay?" Irham meninggikan suaranya. Dia sedang berbicara dengan Naya di depan ruang rawat Alina."Bang, tolong jangan egois. Abang tahu sendiri kondisi Mbak Alina seperti apa. Sudah lama Mbak Alina belum juga menemukan donor untuk jantungnya, kini setelah ada yang mendonorkan jantungnya untuk Mbak Alina, kenapa Abang menolaknya mentah-mentah?"Naya sudah memberi tahu Irham tentang permintaan Melisa yang ingin mendonorkan jantungnya untuk Alina. Tetapi Irham terlihat menolak permintaan Melisa."Tapi kenapa harus jantung wanita pelakor itu, Nay? Kenapa tidak dari yang lain saja?" lirih Irham."Kita tidak punya pilihan lain, Bang. Jika saja kita masih mempunyai pilihan lain lagi, tentu Abang bisa memilih sesuka hati Abang," sahut Naya menatap sendu Irham."Aku tidak bisa, Nay. Aku tidak mau Alina memiliki bagian tubuh dari wanita itu. Aku tidak bisa menerimanya, hatiku tidak bisa, Nay." Irham masih bersikeras menolak.Naya menggelengkan kepala melihat sifat keras kepala

  • CAP PELAKOR   Tugas Melisa

    Tidak terasa sudah satu minggu semenjak Hanan meninggal, Melisa belum juga sadarkan diri. Ardan selalu berada di samping Melisa, dia tidak pernah meninggalkan Melisa barang sejenak.Naya juga mengunjungi Melisa setiap hari, dia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk Melisa walau hanya sebentar saja. Ardan dan juga Naya sudah tak lagi saling berkata tajam, mereka sudah saling bermaafan. Naya yang lebih dulu meminta maaf pada Ardan karena berbicara kasar padanya. Naya hanya ingin Ardan sadar tentang kesalahannya saja, dia tidak bermaksud melukai perasaan Ardan.Dan Ardan pun juga sebaliknya, dia juga meminta maaf atas perilaku tidak menyenangkan yang dilakukannya pada Naya.Hari ini Naya datang lagi menjenguk Melisa, tapi dia tidak sendirian. Alisa ikut bersama dengannya melihat kondisi Melisa. Naya pikir tidak mengapa jika Alisa ingin ikut dengannya, mungkin saja dengan kedatangan Alisa, Melisa bisa sadarkan diri.Naya sangat berharap Melisa bisa membuka matanya lagi. Dia ingin Meli

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status