Share

Suasana Hati Yang Buruk

Suasana hati yang buruk

Setelah kepergian Ratih, Melisa menjadi sedikit pendiam. Dia hanya sesekali menanggapi ocehan Alisa. Jika biasanya keceriaan Alisa mampu membuat Melisa kembali bersemangat, tapi tidak untuk saat ini.

Melisa masih saja teringat kata-kata Ratih yang terngiang-ngiang terus di pikirannya. Melisa tak menyangka jika Ratih menjadi begitu membencinya sekarang.

Melisa mengerti sekarang bagaimana di posisi Naya yang selalu menghadapi kebencian sang mertua padanya.

Sungguh jika bisa memilih tentu Melisa lebih memilih untuk tidak bertemu dengan Ratih lagi untuk selamanya, jika Ratih hanya menyebar kebencian padanya.

Bukankah sudah pernah Melisa jelaskan kalau dia memilih berpisah dari Hanan supaya Hanan bisa kembali pada Naya? Kenapa malah Melisa yang disalahkan karena memilih berpisah dari Hanan?

"Awas, Bu!" seru Alisa saat Melisa akan menabrak mobil di depan mereka.

"Astaghfirullah!" Melisa tersadar dari pikirannya sendiri.

Melisa terkejut dan buru-buru menginjak rem. Untunglah mobil langsung berhenti sebelum menabrak mobil di depan mereka.

Melisa mengelus dada lega, untunglah tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Melisa terlalu terbawa pikiran hingga tidak fokus mengemudi.

Melisa hampir saja membuat Alisa berada dalam bahaya. Dia tidak tahu harus berkata apa jika sampai membuat Alisa terluka.

"Maafkan Ibu tidak fokus, Al," ucap Melisa sembari mengelus puncak kepala Alisa.

"Iya, Bu. Hati-hati menyetirnya," sahut Alisa.

Alisa nampak masih ketakutan, ini memang salah Melisa yang tidak bisa fokus dalam mengemudi. Harusnya dia bisa menahan diri untuk tidak membahayakan Alisa.

Lalu Melisa melanjutkan perjalanan lagi, setelah tenang, dia memacu mobil dengan pelan. Biarlah lambat asalkan mereka bisa sampai tujuan dengan selamat.

Selang setengah jam perjalan mereka pun sampai di rumah sakit tempat Alina memeriksakan kandungannya. Melisa sudah mengirimkan pesan, bertanya tentang keberadaan Alina sejak tadi. Melisa memarkirkan mobil dan mengirim pesan pada Alina.

[Mbak, aku sudah sampai di tempat parkir bersama Alisa.]

Tring.

Bunyi ponsel tanda pesan masuk. Melisa menyalakan kembali ponselnya dan  membuka pesan balasan dari Alina.

[Baiklah, Mbak. Tunggu sebentar.]

"Mama sudah mau kemari, Al. Sudah siap-siap pulang?" tanya Melisa pada Alisa yang kelihatan sudah mengantuk.

"Iya, Bu," jawab Alisa melepas sabuk pengaman dan mengambil tasnya di kursi belakang.

Mereka menunggu di dalam mobil karena cuaca sangat panas sekali. Tapi sejujurnya Melisa juga sedikit lelah karena terlalu banyak pikiran yang bersarang di otaknya setelah bertemu Ratih.

Tok ... tok.

Melisa menoleh saat ada yang mengetuk kaca mobil. Ternyata Alina sudah sampai di samping mobil Melisa.

Melisa buru-buru membuka pintu mobil dan turun bergegas membukakan pintu untuk Alisa, lalu membantunya turun.

"Maaf, merepotkanmu lagi, Mbak," ucap  Alina.

"Tidak apa-apa, Mbak. Aku senang bisa bersama Alisa, Mbak," sahut Melisa begitu mereka mendekat.

"Terima kasih banyak, Mbak."

"Sama-sama, kalau begitu aku pamit pulang dulu, Mbak," pamit Melisa.

"Kenapa buru-buru? Padahal aku bermaksud mengenalkanmu pada ayah Alisa yang masih di dalam," tanya Alina.

"Lain kali saja, Mbak. Aku masih ada urusan lain lagi," jawab Melisa berbohong.

Sebenarnya dia tidak ada acara lain, Melisa hanya ingin cepat sampai rumah saja. Suasana hatinya sedang buruk sekarang, dia hanya ingin segera sampai di kamar dan mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.

"Ah, sayang sekali. Padahal kamu belum pernah bertemu dengan ayah Alisa," pungkas Alina dengan raut muram.

"Tidak apa-apa, Mbak. Lain kali pasti ada waktu lagi untuk berkenalan dengan suami Mbak Alina," sahut Melisa merasa tidak enak hati pada Alina.

"Iya, lain kali pasti bisa bertemu dan berkenalan."

"Kalau begitu aku pamit, Mbak. Assalamu'alaikum," pamit Melisa mengucapkan salam.

"W*'alaikumsalam, hati-hati, Mbak," jawab Alina.

Melisa pun bergegas masuk ke dalam mobil, sementara Alina dan Alisa telah pergi sambil bergandengan tangan.

Melisa mulai memacu mobilnya dengan pelan menuju jalan raya. Dia menambah kecepatan mobil agar segera sampai di rumah dengan cepat.

Suasana hati Melisa benar-benar buruk setelah bertemu dengan ibu Hanan. Apalagi dia juga harus mendengar segala hinaan dan ancaman dari sang mantan mertua.

Melisa menyesal dulu bisa termakan bujuk rayu Ratih agar menjadi menantunya. Menjadi istri kedua Hanan.

Kalau saja Melisa tidak terbutakan oleh cintanya pada Hanan dan bujukan Ratih, tentu dia tidak perlu merasakan penderitaan yang tidak bertepi seperti ini.

Padahal selama empat tahun ini Melisa tidak pernah bertemu dengan Hanan dan Ratih, tapi kenapa kini mereka harus dipertemukan kembali di saat Melisa sudah mulai bisa merasakan kebahagiaan karena kehadiran Alisa yang mewarnai hari-harinya yang selalu suram.

Kenapa Melisa harus kembali merasakan pedihnya penyesalan masa lalu yang selalu menghantuinya setiap saat?

Apakah dia benar-benar tidak akan bisa merasakan kebahagiaan yang seutuhnya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status