Melisa hanya diam saja saat sang mertua bertanya padanya, dia tidak tahu harus menjawab apa pada mertuanya itu. Dalam hati Melisa bertanya-tanya apa Ratih sudah menceritakan semua pada sang mertua."Jadi kamu masih tetap ingin bungkam, Mel?" tanya Widia memperjelas."Ma-af, Ma," cicit Melisa takut."Aku tidak perlu ucapan maafmu, aku hanya ingin kamu jujur padaku saja, Mel," ucap Widia.Melisa bimbang antara ingin jujur atau tetap bungkam saja. Tapi dia yakin sekali kalau sang mertua tidak akan menyerah begitu saja jika dia tetap bungkam."Se-jujurnya, Ibu Ratih adalah mantan mertuaku, Ma," jawab Melisa terbata.Widia nampak terkejut dengan apa yang Melisa ungkapkan tentang Ratih. Mau tak mau Melisa pun harus jujur pada Widia, dia tidak mau jika nanti Ratih menghasut Widia lebih parah lagi tentangnya.Biarlah kini Melisa mengungkapkan semuanya kepada Widia, biar sang mertua nilai sendiri bagaimana Melisa di masa lalu. Karena memang kenyataannya begitu, mau disembunyikan seperti apapun
"Bu, kenapa diam?" Melisa tersadar ketika mendengar suara Alisa.Dia seketika memaksakan senyum menanggapi pertanyaannya, sejak Widia memberinya pilihan, Melisa terus saja kepikiran tentang bagaimana harusnya dia mengambil keputusan."Diam lagi, Bu? Ibu Melisa tidak kangen Alisa ya?" tanya Alisa lagi."Maaf, ibu kangen kok dengan Alisa. Ibu sedang banyak pikiran saja," jawab Melisa sembari mengusap pipi Alisa.Hari ini Melisa meminta Alina untuk mengijinkannya bertemu dengan Alisa dan mengajaknya bermain. Dan kebetulan Alina menyetujuinya. Melisa bersyukur sekali, paling tidak Alisa bisa membuatnya sedikit merasakan ketenangan.Melisa bisa sedikit melupakan kegundahan hatinya jika bersama Alisa. Entah apa yang dimiliki Alisa hingga bisa membuat Melisa seperti itu.Melisa sendiri juga heran bisa setertarik itu dengan Alisa. Jika saja Melisa menjadi Alina tentu dia akan menjadi wanita yang paling bahagia di dunia, tapi dia tidak seberuntung Alina. Melisa hanyalah wanita yang berdosa kar
"Mbak, boleh aku tanya sesuatu lagi padamu? Tapi jangan tersinggung, Mbak." Melisa mulai memberanikan diri bertanya pada Naya."Tanya saja, Mel," jawab Naya.Melisa merasa lega ternyata Naya mau merespon pertanyaannya, dia merasa Naya adalah wanita yang sangat baik sekali. Melisa menyesal dulu sudah menyakiti hati dan juga menghancurkan rumah tangga Naya.Memang pantas Naya sekarang hidup dengan bahagia, karena memang Naya layak mendapatkannya. Melisa selalu iri dengan kebahagiaan orang-orang, tapi dia merasa tidak pantas mendapatkannya karena dia telah tega menyakiti hati wanita sebaik Naya."Kenapa Mbak Naya tidak mau kembali pada Mas Hanan?" tanya Melisa takut membuat Naya tersinggung.Naya ternyata tersenyum mendengar pertanyaan Melisa, padahal Melisa sudah berpikir Naya akan tersinggung lalu pergi meninggalkan Melisa tanpa menjawab pertanyaannya.Nyatanya Naya begitu berhati lapang. Melisa semakin merasa ciut di hadapan Naya."Aku hanya tidak mau terbayang-bayang rasa sakitku, j
"Dari mana saja kamu, Mel?" tanya Widia dingin pada Melisa.Melisa yang baru saja membuka pintu langsung terkejut dibuatnya. Dia baru saja tiba di rumah setelah pertemuannya dengan Naya."Assalamu'alaikum, Ma," salam Melisa pada Widia."Wa'alaikumsalam. Jawab saja pertanyaanku, Mel!" tegas Widia setelah menjawab salam Melisa."Aku baru saja bertemu dengan teman, Ma," jawab Melisa.Widia sedang duduk di sofa ruang tamu sambil memainkan ponselnya segera mendongak pada Melisa setelah mendengar jawaban darinya."Teman seperti apa yang bisa membuat wajahmu ceria, Mel? Jangan bilang kamu bertemu dengan mantan suamimu itu," tuduh Widia pada sang menantu.Widia sudah berburuk sangka pada Melisa, padahal mana mungkin Melisa bertemu dengan Hanan di saat dia sudah menikah dengan Ardan. Lagi pula Melisa sudah tidak ada urusan lagi dengan Hanan."Jangan berburuk sangka, Ma. Aku memang bertemu dengan temanku, jika tidak percaya aku bisa menelfonnya dan menjelaskan semuanya pada Mama," jelas Melisa
Pov Hanan.Aku masih terpaku setelah Melisa berani menjawabku, dan dari mana sebenarnya dia tahu tentang anakku. Aku saja yang ayahnya hanya melihatnya sekilas.Aku harus mencari informasi dari mana Melisa tahu tentang putraku. Sudah lama sekali aku mencarinya tapi tidak pernah bertemu kembali sejak dua tahun lalu. Padahal aku sudah mendatangi restoran Naya lagi tapi tidak menemukannya kembali.Harusnya dulu saat melihatnya, aku memberanikan diri untuk menemui putraku, bukan malah pergi seperti pengecut.Aku dulu belum siap bertemu dengan Naya dan suami barunya. Andai saja Naya tidak sedang bersama suaminya, aku pasti akan memberanikan diri mendekatinya. Kini aku hanya bisa menyesal dan memendam kerinduan mendalam.Jika aku diberi kesempatan sekali lagi untuk bertemu dengan Naya dan putraku, aku pasti tidak akan menyianyiakannya. Akan aku genggam kembali Naya beserta putraku.Aku sudah pernah kehilangan segalanya, maka aku tidak akan takut melakukan sesuatu untuk membuat Naya kembali
"Om ngapain? Masih nggak rela sepatunya buat bundaku?" tanya Aryan memecahkan keheningan.Hanan hanya bisa menatap Aryan sendu, dia tidak menyangka hari ini bisa bertemu dengan putra yang sangat dia rindukan."Apa kabar, Mas?" Naya akhirnya mampu tersadar dari keterkejutannya bertemu dengan Hanan."Ba-ik, Nay. A-pa dia putraku?" Tangan Hanan gemetar menunjuk pada Aryan yang sedang memandangnya dengan penuh tanya.Naya mengangguk dan segera menarik lengan Aryan untuk berdiri di sampingnya. Jujur ada rasa takut jika sampai Hanan merebut Aryan darinya, tapi Naya juga tidak boleh egois hingga Aryan tidak mengenal siapa ayah kandungnya.Netra Hanan berkaca-kaca melihat Aryan, putra semata wayangnya kini telah berada di hadapannya. Secara tak sadar Hanan melangkah mendekat hendak memeluk Aryan, tapi Naya buru-buru memundurkan langkahnya memegang erat lengan Aryan."Jangan terburu-buru, Mas. Aku butuh waktu menjelaskan pada Aryan siapa kamu sebenarnya," ucap Naya membuat hati Hanan sakit."A
Melisa tersenyum senang bisa membuat Hanan tidak bisa lagi mengancamnya, ternyata tidak sia-sia dia bisa bertemu dengan Naya tanpa sengaja."Kamu kenapa, Mel? Aku perhatikan dari tadi kamu selalu senyum-senyum sendiri. Memangnya ada apa?" tanya Ardan saat mereka sedang berada di kamar."Tidak ada apa-apa kok, Mas. Oh iya, mulai minggu depan aku boleh mengajar lagi, Mas?"Melisa berharap dijinkan oleh Ardan untuk mengajar lagi. Jika di rumah terus dia merasa jenuh dan kesepian, apalagi Melisa tidak bisa mengakrabkan diri dengan Widia."Kenapa buru-buru ingin mengajar, Mel?" Ardan nampak mengernyitkan keningnya."Aku jenuh Mas di rumah terus, aku juga rindu dengan para muridku," jawab Melisa.Ardan terdiam memikirkan bagaimana baiknya, sejujurnya dia ingin sekali istrinya itu hanya di rumah saja, biar dia saja yang bekerja. Tapi Ardan juga tidak kuasa menolak permintaan Melisa."Baiklah, kamu sudah boleh mengajar minggu depan," ucap Ardan."Benarkah, terima kasih banyak, Mas," sahut Mel
Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa kini Melisa sudah mulai mengajar lagi. Senyumnya dari tadi tidak pernah hilang dari bibirnya saat mengajar para muridnya."Aura pengantin baru memang beda sekali, dari tadi senyum-senyum sendiri," goda Dita yang telah duduk di samping Melisa.Melisa hanya menanggapinya dengan senyuman, Melisa tersenyum sejak tadi bukan karena menjadi pengantin baru, tetapi dia senang karena bisa kembali melihat Alisa setiap hari.Waktu sudah beranjak siang, mereka sedang bersiap-siap untuk pulang setelah selesai mengajar. Hanya tinggal menunggu bel pulang dibunyikan mereka bisa pulang.Hari ini Melisa berencana akan mengajak Alisa bermain lagi setelah pulang sekolah, akan tetapi pesan WA yang dikirimkannya pada Alina belum dibalas sama sekali. Padahal Melisa sudah lama mengirimkannya.Setiap saat Melisa mengecek ponselnya, adakah pesan dari Alina atau tidak. Ingin menelfon tapi Melisa takut jika nanti yang menerimanya Irham, nyalinya masih saja ciut jika berhada