แชร์

Part 3. Chef

ผู้เขียน: Andp
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-07-31 00:39:45

Sambil mengiris wortel sesekali aku memperhatikan Sada yang sangat gesit memasak dengan alat masak yang sangat-sangat seadanya. Dia tampak lihai dan akrab dengan kegiatan ini, yang membuat aku paling tercengang adalah aksinya menggiling cabai secara manual, alias diuleg sendiri.

Beberapa menit yang lalu Mas Lukman datang dengan sekantong plastik penuh bahan masakan. Sepertinya Sada meminta pria itu membawa semua bahan masakan di rumahnya, lengkap dengan ulekan cabai. Jadilah dia chef dadakan di dapurku yang sangat minimalis.

Katanya dia akan memasak sop ayam. Tapi sejujurnya, aku sanksi dengan rasa masakannya. Terlihat lihai belum tentu hasilnya enak, 'kan?

"Gue nggak percaya lo cuma punya wajan, panci, spatula, dan cutter karatan."

"Masih mending dari pada nggak ada."

"Gue juga nggak percaya lo masih bisa bertahan hidup dengan kemampuan masak nol besar kayak gini. Masak itu adalah basic skill buat survive."

"Ya buktinya aku masih nafas sampai sekarang."

"Dan gue nggak-"

"Bisa diem nggak sih? Kalau nggak ikhlas masaknya nggak usah ngedumel gitu. Aku nggak minta kamu buat masak disini." Aku menuding hidungnya dengan pisau yang tadi dia bilang karatan. Dia benar-benar membuatku muak.

"Wow be careful.” Sada mengangkat kedua tangannya lalu memintaku mendekat. “Sini masukin wortelnya."

Sambil menunggu ayam dan komponen-komponen lainnya matang, aku membentang tikar dan meletakkan sebuah meja kecil di tengahnya. Disinilah aku dan Sada duduk berhadap-hadapan.

"Jadi gimana setoran kos lo bulan ini?"

Ok, here we go.

"Udah ada uangnya, tapi belum cukup."

Sada menegakkan badannya dan menatapku lurus, tampaknya dia akan bicara serius. "Gue nggak bermaksud menyinggung atau apa ya, tapikan ternyata lo nggak pengangguran nih, berarti lo punya pemasukan. Ya gue tau lo pasti punya kebutuhan lain, tapi kan bayar kos ini salah satu kewajiban lo juga. Sorry kalau terlalu to the point, tapi gue nggak bisa basa-basi."

Aku mengangguk, "iya aku paham. Tapi walaupun aku punya pekerjaan, tetap aja itu masih kurang. Yah, ada satu dan lain hal yang buat aku harus cari kerja tambahan karena uang dari nerjemah aja nggak cukup."

Aku tidak tahu kenapa aku bisa seringan ini menceritakan kesulitanku pada orang yang masih tergolong asing. Biasanya aku tidak akan nyaman menceritakan tentang diriku bahkan ke orang terdekat. Mungkin karena aku berhutang padanya, atau karena memang sifat blak-blakannya yang mempengaruhi aku untuk berterus terang, atau mungkin dia memang dapat semudah itu memancing sisi terlemahku untuk keluar. Entahlah, yang jelas bercerita padanya terasa benar.

Aku tidak bercanda saat mengatakan aku butuh pekerjaan, setidaknya dengan penghasilan tetap per bulan, karena pengahasilan dari menerjemah tak tentu. Dulu hasilnya memang masih cukup untuk memenuhi kebutuhanku. Tapi sekarang berbeda. Adikku akan kuliah. Sudah janjiku kepada diri sendiri bahwa jika adikku kuliah, aku harus membantu biayanya. Aku tidak ingin berlepas tangan dan membiarkan orang tuaku membiayainya sendiri. Aku merasa sudah saatnya aku mengambil alih tugas itu. Maka sekarang aku benar-benar butuh pekerjaan.

"Jadi sekarang lo butuh kerja tambahan?"

Aku mengangguk cepat, lalu menambahkan, "kerjaan dengan gaji tetap per bulan. Merawat Reo belum bisa aku kategorikan sebagai pekerjaan."

Diluar dugaanku, ternyata Sada tertawa. "Nggak lah. Gue juga ogah ngasih lo gaji karna ngerawat Reo. Upah dari ngerawat Reo kan potongan biaya kos. Kalau gue gaji lo lagi, lo menang banyak dong."

"Dasar mafia."

"No no, itu namanya strategi bisnis. Win win solution."

"Terserah."

Sada berjalan ke arah kompor dan melakukan sedikit icip-icip, "berhubung sopnya udah matang, kita lanjutkan ngobrol tentang kerja tambahan lo nanti."

Hanya dengan begitu suara perutku semakin gaduh. Jangan salahkan aku, salahkan saja aroma sopnya yang sangat menggoda untuk disantap segera.

Lalu begitu saja, setelah mencoba satu suapan pertama aku langsung merasa melayang ke surga cita rasa. Aku tidak hiperbola, rasa sop ini benar-benar nikmat. Mungkin yang sedang makan di depanku ini adalah koki terbaik dari sebuah hotel bintang lima.

Dengan bersihnya piringku tanpa ada sebutir nasi pun tersisa, aku resmi menarik lagi keraguanku tentang rasa makanan yang dia buat. Ternyata dia punya satu kelebihan yang sangat menarik dibalik sifat menyebalkannya.

Setelah mencuci piring dan peralatan masak, aku duduk untuk menenangkan perutku yang kekenyangan sambil meratapi nasib laptopku yang sekarang sudah diujung usianya. Aku harus segera memeriksa apakah dia masih bisa digunakan atau tidak. Tapi dengan adanya seorang tamu tak diundang yang sedang bermain dengan Reo dan Mochi membuatku merasa tak leluasa untuk melakukan segala urusanku.

"Ehem," aku mencoba menarik perhatian Sada.

"Minum sana. Dari tadi ham hem mulu."

Aku beralih duduk di sampingnya yang sibuk menggelitik Reo, "aku bukan bermaksud ngusir atau apa. Tapi kamu beneran kesini cuma buat nagih uang kos? Kan kamu udah tau uangnya nggak ada, jadi kenapa kamu masih disini?"

Ditatap dengan jarak sedekat ini oleh mata yang tajam itu membuatku beringsut menjauh, "itu namanya lo ngusir," ujarnya.

"Nggak kok. Aku masih ingat banget waktu itu kamu bilang banyak urusan. Pasti kamu orang yang super sibuk. Jadi dari pada lama-lama disini, mending kamu selesaikan urusan yang lain.”

"Pertama, gue nggak perlu repot-repot buat kesini kalau emang cuma buat minta uang kos. Tinggal suruh Yadi, beres. Kedua, gue kesini mau liat keadaan Reo langsung. Ketiga, kalau gue sempat kesini berarti gue senggang. Nggak usah ngatur-ngatur.”

"Tapi kamu ganggu aktivitas aku.”

"Apa? Nonton anime?"

"Hei!"

Kalimat protesku selanjutnya terhenti karena perkataan Sada, "gue ada tawaran kerja buat lo."

Aku mengerjap untuk mencerna ucapannya, tapi... "Jangan bilang kerja buat bantuin Mas Lukman ngurusin kos?"

Sada meluruskan kaki dan bersandar ke dinding lalu mengutak-atik hp-nya, tak menggubris pertanyaanku. "Itu udah gue kirim ke wa lo. Lusa lo bisa datang ke sana, temui orang yang namanya Juna. Bilang lo disuruh Sadajiwa."

Aku melihat pesan dari Sada yang berisikan sebuah alamat. "Kamu nggak bakal jual aku ke om-om kan?"

"Kenapa lo nggak pernah berprasangka baik ke orang? Kalau lo nggak percaya yaudah, nggak usah datang. Anggap aja gue nggak pernah nawarin kerjaan. Intinya gue bakal suruh Yadi nagih uang kos terus ke lo, nggak mau tau gue."

"Cie ngambek. Iya, maaf deh.”

"Ya kalau ragu nggak usah datang. Gue paling males jelas-jelasin ke orang yang suka suudzon ke orang lain, nggak guna."

Setelah mengatakan itu, Sada mengambil jaketnya dan berlalu keluar. Astaga dia ngambek beneran. Apa perkataanku terlalu menyinggung? Apa aku sudah keterlaluan? Apa dia memang sesensitif itu?

Aku berlari mengejarnya keluar, "hei, aku beneran minta maaf, okay? Aku nggak ada maksud nyinggung kamu kok. Maaf kalau kamu tersinggung. Makasih banyak tawarannya, aku pasti datang kesana lusa."

"Ya."

Lalu dia benar-benar pergi tanpa berbalik. Ada apa dengan pria itu?

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • CAT-CH ME!   Part 17. Selamat Datang Patah Hati

    Aku berangkat ke Delizio dengan kereta yang sepagi ini saja sudah penuh sesak dengan orang-orang yang masih harus berkegiatan di akhir pekan seperti aku ini. Sesaknya membuat tak nyaman, seperti kondisi hatiku saat ini. Kenapa ya? Setelah pulang dari apartment Sada aku merasakan sesuatu yang mengganjal, rasanya aku jadi tidak terlalu bersemangat untuk menjalani hari. Sekelebat ingatan di apartment Sada tadi kembali membayang. Sada kembali dari kamarnya dengan pakaian kasual yang biasa aku lihat, lalu menyuruhku metakkan Reo di atas pantry dapur. Ah iya, wanita cantik tadi juga sudah pergi setelah memakai pakaian yang lebih layak sembari menenteng clutch yang aku tahu harganya sangat fantastis. “Cantik banget. Kamu selalu dikelilingi perempuan-perempuan cantik, ya? Enak banget kalau kaya dan good looking.” Detik berikutnya aku tersadar apa yang aku ucapkan tampaknya telah menyinggung perasaan Sada. Dia menatapku

  • CAT-CH ME!   Part 16. Pesan

    Kanaya Aku boleh numpang makanan di kulkasnya Reo nggak? Ternyata tak butuh waktu lama untuk Sada membalas pesanku. Kelihatannya dia sedang sangat santai. Arab KW Tinggal masukin aja ribet banget lo Pake nanya segala Wah, sepertinya Sada sedang kerasukan malaikat. Momen langka ini harus aku manfaatkan sebaik mungkin. Kanaya Okayyy. Terima kasiihh ^_^ Arab KW Besok-besok nggak usah tanya hal gak penting kek gini lagi lah Gue sibuk Paling males gue ditanyain hal-hal nggak penting gini Sekarang setannya sudah mengambil alih. Manusia satu ini benar-benar aneh bin ajaib, sangat sulit untuk ditebak. Sering kali aku berpikir mungkin Sada ini berkepribadian ganda karena mood-nya sering berubah-ubah dalam hitungan menit. Tersera

  • CAT-CH ME!   Part 15. Gossip!

    Salah satu bagian yang paling aku suka ketika bekerja di dapur pastry ini adalah saat indera penciumanku dipenuhi oleh aroma berbagai macam bahan yang meninggalkan kesan manis. Ini juga yang mendorongku untuk semangat berangkat bekerja setiap harinya. Rasanya aku bekerja sembari mempelajari banyak hal baru, seperti hari ini kami membuat menu baru yang belum pernah aku lihat sebelumnya, yaitu Danish pastry. Jika saja aku tidak ditugaskan sebagai helper di bagian dekorasi, pasti aku sudah berkeliling untuk melihat proses pembuatan bagian-bagian yang lain. “Nay, tolong ambilin blueberry, rasberry, sama apricot dong,” seru mbak Nana –senior bagian dekorasi – yang sedang sibuk dengan sesuatu. “Okay, mbak.” Aku berjalan menuju food storage dengan langkah semangat. Salah satu bagian yang paling aku suka dari dapur ini adalah bagian storage-nya. Disana tersedia sangat banyak bahan-bahan makanan dan minuman yang segar dengan kualitas terbaik.

  • CAT-CH ME!   Part 14. Sad but Happy

    Karena memang bodoh dan sudah terlanjur panik, aku memungut patahan statue di lantai dan mencoba merekatkannya kembali, yang sudah jelas-jelas tidak akan bisa. "Ya ampun, kok bisa jadi patah gitu sih?!" Hardik si pramuniaga yang berdiri di depanku. Dalam posisi jongkok, si bodoh Naya ini masih terus mencoba menyatukan statue yang patah itu. "Maaf mbak, tadi saya nggak sengaja nyenggol." "Makanya mbak, kalau nggak punya uang tuh nggak usah masuk ke sini. Nggak usah pegang-pegang kalau memang nggak mampu beli. Sekarang liat, jadi rusak gitu barangnya. Emang mbak bisa ganti?" "Iya mbak, maaf." Pelasku, masih memegang statue yang patah dengan tangan yang mulai bergetar dan dingin. Walaupun jongkok, tapi aku sadar beberapa pengunjung mulai memperhatikan kami. Rasanya malu sekali. Mataku juga mulai panas dan berair. Aku terkejut saat lengan atasku tiba-tiba ditarik hingga aku bangkit dari lantai. "Dia datan

  • CAT-CH ME!   Part 13. Mini Paradise

    Hari ini aku mendapat shift pagi, jadi seharusnya di waktu sore begini aku sudah bisa bersantai-santai di kos sambil mengerjakan beberapa proyek terjemah. Yap, seharusnya. Tapi kenyataan berkata lain. Pukul setengah lima sore, aku harus buru-buru mandi lalu berdesakan dengan orang-orang dalam angkutan umum hanya demi menemui the big boss Sada di sebuah pusat perbelanjaan. Aku tidak tahu kenapa dia selalu bisa mengacaukan rencana indahku di kos. Aku curiga dia memasang semacam alat penyadap untukku sehingga dia bisa tahu kapan waktu aku ingin bersantai, lalu dia bisa mengacaukan rencanaku dengan mudahnya. Sampai di pusat perbelanjaan yang dia maksud, aku mencari-cari toko tempat Sada menyuruhku menemuinya. Ini baru kedua kalinya aku masuk kesini, jadi tentu saja aku tidak hapal seluk beluk bangunan ini, yang mana pasti membuat aku kesulitan menemui Sada di tempat sebesar ini. Dari pada repot, lebih baik aku telfon saja dia. Baru didering pertama, pang

  • CAT-CH ME!   Part 12. Insecurity

    Setelah Ranti memergoki posisiku yang sangat tidak biasa –alias di atas perut Sada– pria itu pergi begitu saja dari kosku dengan seringai jahil di bibirnya yang tak pernah hilang bahkan sampai dia menutup pintu, meninggalkan aku bersama tatapan Ranti yang mengandung sejuta tanya dan tentu saja beragam spekulasi yang dia ciptakan sendiri. Aku tahu setelah ini aku akan memasuki tahap introgasi ala Ranti yang lebih ditail dan memusingkan dibandingkan ketika sesi tanya jawab saat sidang skripsi. “Langsung aja ya, Kay,” Ranti menarik nafas dramatis, welcome back our drama queen, “sejak kapan kamu punya simpanan singa arab begitu tapi nggak pernah kasih tau aku?” Pfftt Ranti dan pilihan katanya. Singa arab? Yah, kalau dipikir-pikir Sada memang bisa saja menjadi singa yang siap mencabik mangsanya jika dia benar-benar murka. Tidak salah sih, tapi tidak benar juga. “Pertama-tama, yang perlu kamu tahu adalah dia bukan simpananku,” terangku pada Ranti.

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status