Share

Chapter 4. Liu, Doyeon, Danny

“Apa kamu pernah makan di Le Pre Michel?” tanya Liu pada Doyeon yang sedang duduk di cubicle kerjanya.

“Kamu bercanda? Menyebut nama restoran itu saja aku tidak bisa. Dompetku tak akan mau dijak kesana, kenapa memangnya?”

“Semalam aku dinner di sana.”

Kalimat itu menghentikan aktivitas Doyeon yang langsung bangkit dan menuju cubicle Liu. Ia duduk di meja kerja Liu, memasang wajah sangat antusias.

“Benarkah? Tidak mungkin kamu kesana atas kemauan sendiri, bukan? Dengan siapa?” cecar Doyeon penasaran.

Liu masih menimang-nimang apakah ia akan bercerita pada Doyeon atau tidak. Pasalnya, ia belum mau memberitahukan tentang Jung Jisung pada sahabatnya itu. Ia juga belum siap ditanya macam-macam, karena ia bahkan masih belum tahu takdir apa yang sedang menunggu di balik perjodohan ini.

“Kamu tahu harga makanan di sana? Semahal itu kah?” Liu justru mengalihkan pembicaraan.

“Yang aku tahu, seporsi ramen saja harganya lebih dari 100.000 won. Ah, gajiku menangis melihat kenyataan ini. Padahal sebungkus ramen seharga 10.000 won saja sudah enak sekali,” jawab Doyeon.

“Jadi, dengan siapa kamu kesana? Jangan mengalihkan pembicaraanku, Liu,” desak Doyeon yang baru tersadar Liu tengah berusaha menghindari pertanyaannya.

“C-calon suamiku. Aku akan mendaftarkan pernikahan dalam waktu dekat,” cerita Liu akhirnya. Ia belum akan memberitahukan dengan detail, hanya akan menyinggung masalah perjodohannya saja. Bagaimanapun juga, Doyeon sudah sepeti keluarga baginya.

“Kamu akan melakukan apa? Aku tidak salah dengar, kan?” tanya Doyeon menatap Liu tak percaya.

“Apa memang?” sahut sebuah suara dari pintu masuk kantor.

“Danny? Oh, bukan apa-apa. Lupakan,” panik Liu.

Danny adalah musuh sekaligus sahabat Liu dan Doyeon. Lucu memang, tapi itulah kenyatanya. Lelaki bernama lengkap Nakamoto Danny itu adalah seorang jaksa di pengadilan. Doyeon sering berperang dengan Danny di persidangan, kerena mereka sering menangani kasus yang sama.

Tapi di luar pekerjaan, mereka bertiga adalah sahabat karib yang berteman sejak bersekolah di jurusan hukum. Doyeon bahkan sebenarnya menyimpan perasaan tersendiri untuk Danny, Liu juga mengetahuinya. Tapi ia hanya diam karena takut merusak hubungan pertemanan ketiganya.

“Aku sempat dengar kata menikah, aku kelewatan part sebelum itu,” protes Danny.

“Ah Danny, aku belum siap bercerita padamu,” batin Liu.

“Mmm, ya, aku akan menikah. Tapi simpan ini rapat-rapat, hanya kalian yang kuberi tahu,” cerita Liu akhirnya.

“APA??!” pekik Danny.

Liu menghela nafas panjang. Jangankan sahabatnya, dirinya sendiri saja masih suka tak percaya dengan kenyataan bahwa ia akan menikah sebentar lagi.

“Kamu dijodohkan? Dengan siapa?” tanya Danny lagi.

“Tau dari mana kalau aku dijodohkan?”

“Kamu kan tidak punya teman lain selain kita berdua. Sudah jelas kalau itu perjodohan, kamu bahkan tidak suka berhubungan dengan laki-laki dan ingin melajang seumur hidup,” komentar Doyeon.

“Ah, aku lupa kalau kalian itu teman-teman brengsek,” kelakar Liu.

“Aku janji akan memberitahu kalian berdua nanti. Tapi untuk sekarang, situasiku masih cukup sulit. Aku hanya ingin memenuhi permintaan terakhir ibuku,” imbuhnya.

Kalimat terakhir Liu sukses membuat Doyeon dan Danny iba, mereka tahu bagaimana kondisi ibu sahabatnya itu sekarang. Danny selalu kesal jika itu menyangkut ibu Liu, karena ia tahu temannya itu tak pernah bisa bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri sejak dulu. Bahkan saat sakit keras sekalipun, ibu Liu tetap menjadi beban untuknya. Tapi ia sadar, Liu memang sesayang itu pada sang ibu.

“Aku yakin kamu kuat melalui semua ini. Apapun yang terjadi, aku harap kamu tidak terluka. Ceritalah saat semua sudah membaik,” ucap Danny lirih.

Liu langsung menghambur memeluk lelaki blasteran Korea-Jepang itu. Seperti biasa, hanya kehadiran sosok sahabatlah satu-satunya hal yang membuat Liu bertahan dari berat hidupnya.

“Jadi, kapan kamu akan mendaftarkan pernikahan? Ditemani calon suamimu?” tanya Doyeon.

“Aku harus menyelesaikan perjanjian di antara kami terlebih dahulu. Seperti kata Danny, aku tidak akan jadi pihak yang terluka, tidak akan pernah,” jawab Liu.

“Jadi, kalian hanya menikah kontrak? Kalian tidak benar-benar menikah, bukan?”

“Entahlah, Danny. Tak ada kesepakatan untuk bercerai di kemudian hari, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat kita akan bercerai. Satu hal yang pasti, aku tidak akan pernah mencintainya,” jelas Liu dengan mantap.

“Tunggu, tidak biasanya kamu kesini tengah hari?” tanya Liu pada Danny, sesaat mereka lupa bahwa Danny adalah jaksa yang sering alergi dengan ruangan pengacara publik.

“Oh, aku ingin memberitahu Liu kalau kasus si pemulung tua itu dilimpahkan padaku pagi ini.”

Liu berdecih, tak ada yang suka melawan Danny di persidangan, lelaki itu cukup ulet dengan pekerjaannya. Ia sering sekali memenangkan persidangan, dan sudah tak terhitung berapa kali ia sukses membuat pengacara mati kutu di hadapan hakim.

“Apa? Sial, aku akan melawanmu di persidangan?” gerutu Liu kemudian.

“Semangat, Liu. Aku tunggu pertunjukanmu,” kata Danny sambil berjalan keluar ruangan. Bahunya melorot, dilihatnya lagi berkas kasus yang menggunung di meja kerjanya, meminta untuk segera ditinjau.

“Ini, istirahatlah dulu. Bebanmu bukan hanya tentang pekerjaan, pasti berat ya,” ucap Doyeon, menyodorkan satu kaleng soda lemon kesukaan Liu.

“Aku agak seidih mendengar kabar kamu akan menikah,” tambahnya.

“Hm? Kenapa?”

“Entahlah, aku takut kehilangan sosok teman dalam hidupku. Kamu juga tahu kan, hanya kamu dan Danny yang aku punya. Biasanya orang berubah setelah menikah, karena mereka sudah memiliki prioritas lain dalam hidupnya,” lirih Doyeon.

“Aku tidak akan kemana-mana, Doyeon. Lagi pula, orang itu tidak akan mencampuri kehidupanku, begitu kesepakatannya,” balas Liu meyakinkan sahabatnya.

“Ah iya, aku sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut tentang CEO yang kemarin belum sempat kamu ceritakan. Jadi, bagaimana dia di mata publik?” tanya Liu pada Doyeon.

“Oh, tentang CEO 1 Miliar Won alias Jung Jisung itu? Banyak sekali rumor tentangnya. Ibunya adalah Stella Kwon, mantan Miss Korea tahun 1990.”

“APA? Stella Kwon yang sekarang menjadi aktor senior super cantik itu?” Liu terkejut mendengarnya.

“Tunggu, kenapa kamu tidak mencarinya di internet dan justru bertanya padaku?” Dayeon menatapnya heran.

“Memangnya dia seterkenal itu sampai namanya ada di internet?”

Dayeon memasang wajah frustasi melihat kebodohan sahabatnya, “Jung Jisung itu ibarat BTS di dunia perindustrian Korea, hanya orang-orang yang tinggal di goa yang tidak mengenalnya.”

“O-oke, akan aku cari tahu nanti, lanjutkan saja cerita dari sudut pandangmu,” pinta Liu. Kini hatinya mulai berdebar, ia benar-benar tidak tahu tengah berhadapan dengan siapa.

“Dia adalah CEO TJ Group, perusahaan properti nomor satu di Korea, sekaligus menjadi CEO termuda se-Asia. Ayahnya tinggal di Dubai, Jung Taejun, konglomerat pemegang ranking delapan dari sepuluh besar orang terkaya di Dubai,” lanjut Dayeon.

“Dengan wajah rupawan dan gelar CEO di usia 28 tahun, media mana yang tidak berlomba-lomba meliputnya?” tambahnya.

“Rupawan? menurutku dia biasa-biasa saja,” sahut Liu tanpa sadar.

“Sudah kubilang, cari saja dulu wajahnya di internet, jangan asal berkomentar. Dia itu benar-benar disegani,” potong Dayeon.

“Dayeon, aku sudah melihatnya dari jarak 2 kaki dan bahkan sudah mengutuknya berkali-kali.”

“Yayaya... kalau tentang julukan itu, maksudnya apa?” tanya Liu lagi.

“Kabarnya, Jung Jisung pernah diculik saat masih kecil. Penculik-penculik itu meminta tebusan pada keluarganya sebesar 1 Miliar Won. Dia pun dikembalikan setelah Jung Taejun menebusnya tunai. Sejak saat itu, orang-orang pun menjulukinya Si 1 Miliar Won,” terang Dayeon, membuat Liu langsung merasa bersalah telah menertawakan julukan itu kemarin.

“Benarkah? Jahat sekali orang-orang.”

---

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status