Share

Chapter 5. Perjanjian Kontrak

Pukul enam sore, Liu akhirnya bisa terbebas dari berkas sidang yang benar-benar membuatnya pening. Jam pulang kantor memang pukul empat, tapi hampir tak ada pengacara yang pulang tepat waktu, termasuk Liu. Banyak sekali perkerjaan yang menumpuk, ia hanya ingin tidur dengan tenang tanpa terbebani pekerjaan yang belum kelar.

Doyeon sudah pulang sejam sebelumnya, membuat Liu harus pulang sendirian. Biasanya, Liu akan naik bus kota atau taksi untuk pulang pergi. Dia memnag tidak suka menyetir mobil sendiri, lebih memilih menggunakan transportasi umum sekaligus untuk menikmati perjalannya sambil melepas lelah.

Begitu ia keluar dari gedung, sebuah mobil tak biasa terhilat terparkir di pinggir jalan pu menarik perhatiannya.

“Siapa dia? Berani-beraninya parkir mobil sembarangan di depan gedung pengadilan?” gumam Liu.

Perempuan itu langsung mengeluarkan ponselnya untuk menelepon polisi lalu lintas yang bertugas menangani parkir sembarangan. Biasanya, mobil itu akan diderek dan pemilik harus menebusnya dengan jumlah yang tak sedikit. Begitulah hukum di Korea.

Namun belum sempat ia melakukan panggilan, seorang yang nampak tak asing keluar dari kursi belakang mobil itu. Lelaki bertubuh tinggi itu mengenakan setelan jas rapi dan kacamata hitam, ia berjalan lurus ke arah Liu yang mematung.

“Kenpa lama sekali? Cepat ikut aku,” ucap laki-laki yang ternyata adalah Jung Jisung.

Bahu Liu melorot, rencananya untuk pesta ramen dan soju dengan dirinya sendiri pun gagal. Tapi ia hanya menurut, ia pun masuk ke mobil itu dengan berat hati.

“Ini sudah malam, kenapa pakai kacamata hitam? Konyol sekali,” kelakar Liu yang tertawa kecil memandang Jisung di sampingnya.

“Tuan tidak ingin ada orang yang mengenalinya, Nyonya,” sahut sesorang yang duduk di kursi sopir.

“Kalian bercanda? Justru orang-orang akan lebih tertarik dengan hal itu, karena dia nampak aneh,” komentar Liu.

Si sopir bahkan sempat memandangnya dengan raut wajah tak percaya, sekaligus mungkin kesal karena Liu baru saja mengejek bosnya.

“A-aneh? Aku aneh? Seumur hidupku, kamu adalah orang pertama yang pernah memanggilku begitu,” protes Jisung.

“Maaf, Tuan. Saya akan mengajarinya dengan lebih baik kedepannya,” sahut si sopir lagi.

“Apa? Mengajari? Aku tidak butuh belajar, siapa juga anda meminta maaf untukku? Aku tidak bersalah, dia saja yang tidak tahu tentang realita kehidupan di luar sana,” tampik Liu.

“Tidak apa-apa, Sekretaris Choi. Abaikan saja, dia memang begitu,” ucap Jisung kemudian.

“Sekretaris?” tanya Liu.

“Iya, Nyonya. Perkenalkan, saya Choi Taekgyu, sekretaris pribadi Tuan Jung Jisung.”

“Oh, jadi ini yang memata-mataiku selama ini?” sindir Liu.

Sekeretaris Choi langsung terbatuk mendengarnya. Sesuai dugaan, Liu benar-benar bukan wanita biasa, perempuan itu terlalu berani dan blak-blakan bahkan di depan seorang Jung Jisung yang paling disegani sekalipun.

Liu kemudian memejamkan matanya, ia benar-benar lelah sekali. Ia juga tak tahu kemana tujuan mereka, tapi sekarang ia bahkan sudah tak peduli.

“Jangan tertidur, nanti menyusahkanku,” ucap Jisung tiba-tiba.

Tapi tak berguna, perempuan di sampingnya itu mengacuhkannya.

----

“Apa dia beruang? Kenapa tidurnya lama sekali?”gumam Jisung usai melihat jam di pergelangan tangannya.

Ia terjebak di dalam mobil selama hampir satu jam penuh karena Liu tertidur. Entah kenapa, Jisung melarang sang asisten untuk membangunkannya. Jisung justru dengan senang hati menunggu di dalam mobil sambil memainkan ponsel.

“Apa anda mau saya membawanya ke dalam, Tuan? Saya tidak akan membangunkannya,” tawar Sekretaris Choi.

“Tidak, biarkan saja. Masuklah dulu ke dalam dan persiapkan semuanya, aku akan mencoba membangunkannya,” perintah Jisung.

Begitu Sekretaris Choi meninggalkan mereka, Jisung berdehem pelan, berharap Liu akan terusik dan bangun. Tapi tak ada yang terjadi, perempuan itu nampak semakin pulas saja rasanya.

Saat ia akan menyentuh pundak Liu, seketika terlintas di benaknya wajah kesal Liu yang sedang menyebutkan larangan untuk tak melakukan kontak fisik dengannya tanpa ijin. Jisung pun urung, ia kemudian mengambil kertas dari tas kerjanya, lalu menggulung kertas itu dan menggunakannya untuk mengusik Liu.

“Hmm...” gumam Liu yang terganggu sambil menepis kertas Jisung.

Lelaki itu terus mengganggunya sampai mata Liu akhirnya terbuka, menatap tajam ke arah jisung yang tanpa sadar tengah tersenyum jahil.

“Sialan, memangnya aku najis?” protes Liu memandangke arah gulungan kertas Jisung.

“Peraturan nomor tiga darimu, tak boleh ada kontak fisik,” elak Jisung.

“Yayaya... Arrgh, kepalaku... Sial, aku gara-gara cerita Doyeon aku jadi memimpikanmu,” erang Liu sambil memegangi kepalanya.

“Apapun ceritanya, kamu hanya boleh mempercayaiku. Sekarang turun, kamu tidur sangat lama seperti beruang, membuang-buang waktuku saja,” pinta Jisung, yang lebih terdengar seperti perintah untuk Liu.

“Ah, aku menyesal sempat mengasihanimu, dasar pria menyebalkan,” gumam Liu.

“Apa?”

“T-tidak, bukan apa-apa, jasmu sangat bagus,” elak Liu asal.

Mereka memasuki sebuah rumah mewah yang amat menyilaukan mata Liu. Ada patung emas di sana-sini, lukisan-lukisan mahal juga terlihat menggantung di setiap sisi dinding. Sampai akhirnya, mereka tiba di sebuah ruangan luas yang dikelilingi buku-buku tebal.

“Apa ini perpustakaan?”

“Silakan, Tuan,” Sekretaris Choi mempersilakan Jisung dan Liu untuk duduk di sofa ruangan itu.

Ternyata tak hanya mereka yang ada di sana, ada seorang laki-laki berpakaian jas rapih sudah menunggu di sana. Di meja itu menggunung berkas-berkas yang entah apa isinya. Liu menghela nafas kasar, otaknya tak siap untuk diajak berpikir.

“Ini sudah semuanya?” tanya Jisung pada laki-laki asig.

“Iya, Tuan. Tuan dan Nyonya bisa meninjau isinya terlebih dahulu sebelum menandatangani kontrak ini,” jawabnya.

“K-kontrak?” Liu kebingungan.

“Dia pengacara pribadiku, Pengacara Cha Minho. Mulai sekarang, dia akan menjadi pengacaramu juga,” terang Jisung.

“Apa? Tidak bolehkah aku mencari pengacara sendiri? Doyeon misalnya? Boleh, ya? Ya?” rengek Liu.

Jisung menggeleng mantap, yang langsung diiyakan oleh Pengacara Cha. Pengacara Cha langsung menyerahkan kontrak seratus halaman itu pada keduanya. Jisung dan Liu pun meninjau isi kontrak itu satu persatu.

“Jika ada yang kamu tidak setuju atau ingin kamu tambahkan, katakan saja. Empat syarat darimu kemarin juga sudah aku masukkan,” jelas Jisung.

“Poin 14B, aku tidak boleh menggunakan angkutan umum? Yang benar saja, hapuskan,” protes Liu.

“Tapi itu demi keb-“

Saat Pengacara Cha akan menyela, tangan Jisung menghentikannya. Jisung ingin Liu menyelesaikan semua komplainnya tentang kontrak itu.

“Poin 21D, kalian akan mengawalku dengan seorang sekretaris pribadi? Pengacara publik dengan gaji 2,5 juta Won mana yang memiliki asisten pribadi? Konyol sekali. Hapuskan!” potong Liu.

“Tambahkan satu hal lagi, dilarang memiliki hubungan percintaan dengan lawan jenis. Pernikahan itu adalah hal suci walau hanya atas nama perjodohan kontrak seperti ini, aku tidak ingin menodainya,” tambahnya.

“Baiklah, aku akan memutuskan hubunganku dengan Shin Minseo secepatnya sebelum kita menikah,” ucap Jisung.

Liu yang mendengarnya pun dibuat terkejut hingga bola matanya hampir meloncat keluar.

“APA? JADI KAMU PUNYA PACAR? MEMANG CEO BRENGSEK...!” pekik Liu dengan wajah marah yang entah kenapa justru terlihat lucu.

Baik Sekretaris Choi maupun Pengacara Cha pun terpaku di tempatnya. Tak habis pikir dengan apa yang baru saja Liu katakan di depan CEO yang sangat mereka segani. Tapi anehnya, Jisung justru diam saja, bahkan Sekretaris Choi sempat melihat Jung Jisung tersenyum untuk sepersekian detik. Sesuatu yang sangat bukan Jung Jisung sekali.

“Ini kedua kalinya dalam hidupku dipanggil dengan sebutan brengsek. Dua-duanya juga keluar dari mulut yang sama,” sindir Jisung.

----

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status