Seperti biasanya, Nara sibuk mempersiapkan keperluan Jo sebelum berangkat bekerja. Memilihkan kemeja, dasi, jas, dan jam tangan. Jo keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk melilit di pinggangnya. Nara segera mengeringkan rambut Jo yang basah. Jo mengenakan kemeja putihnya.
"Pakaikan dasi ini" Jo menyerahkan dasi itu pada Nara. Jo jauh lebih tinggi dibanding Nara. Gadis itu kesulitan mengikat dasi Jo. Nara mengambil kursi rias. Ia naik ke atas kursi itu dan mulai memakaikan dasi untuk Jo.
"Hei apa yang kau lakukan! kau bisa terjatuh nanti"
"Tenang itu tidak akan terjadi tuan"
Nara selesai dengan dasi Jo. Saat akan turun dari kursi tiba-tiba ia tergelincir dan jatuh menimpa tubuh Jo. Badan Nara menindih sebelah lengan Jo hingga terkilir.
"Nara!" Jo berteriak kesakitan. Nara bergegas bangkit dan berdiri. Ia memandang Jo yang meringis menahan sakit.
"Tuan Jo kau tidak apa-apa?" Nara mengguncang bahu Jo.
Ryan bergegas masuk ke dalam kamar Jo dan membantunya berdiri. Ryan segera memanggil dokter pribadi keluarga Jo yang juga sahabat Jo sendiri dokter Edward. Tak berapa lama dokter Edward datang dan memeriksa kondisi Jo. Nara cemas dan sedari tadi hanya berdiri diam di pinggir ranjang Jo. Sementara Ryan dan bibi Jang yang mengurusi semuanya.
"Bagaimana dokter?" tanya Ryan pada dokter Edward.
"Bawa ke rumah sakit Yan, kita butuh pemeriksaan lanjutan, Apakah ada tulangnya yang retak atau tidak" kata dokter Edward.
Nara menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia merasa bersalah pada Jo karena sudah menimpanya dengan brutal. Ryan menyiapkan mobil, Jo di papah oleh dokter Edward keluar menuruni anak tangga menuju mobil. "Kau di rumah" kata Jo pada Nara. Nara mengangguk.
"Semoga tidak parah lukanya" kata bibi Jang.
"Bibi kakakku kenapa?" seorang gadis cantik berambut panjang datang mendekati bibi Jang. Gadis itu terlihat cemas. Ia adalah Marisa adik perempuan Jo Daniel.
"Kakakmu sepertinya terjatuh dan mengalami cidera tulang. Marisa melirik Nara yang duduk di samping bibi Jang. Nara hanya terdiam, sepertinya Marisa menyalahkannya atas insiden yang menimpa kakaknya meski benar itu adalah kesalahannya.
Nara berjalan menuju halaman belakang yang luas dan asri. Disana terlihat banyak tanaman hias yang terawat dengan baik. Seorang pelayan wanita mendekati Nara.
"Anda disini nona?" sapa pelayan itu.
"Oh aku hanya mencari udara segar"
"Baik nona"
"Siapa nama mu?" tanya Nara pada pelayan itu.
"Maya nona"
"Maya sudah lama kau bekerja disini?"
"Sudah lima tahun nona"
"Menurut mu orang seperti apa Jo Daniel itu?"
Maya sedikit terkejut mendengar pertanyaan Nara. Ia tahu Nara pasti baru saja mengenal tuannya. Di rumah itu semua tahu cerita pernikahan Jo dan Nara yang terjadi karena calon istri Jo yang melarikan diri.
"Tuan muda orang yang baik nona"
"Ah pasti kau takut padanya makanya kau bicara begitu. menurutku dia arogan dan egois, suka seenaknya sendiri dan membuatku marah!"
"Benarkah nona?"
"Iya benar sekali!" kata Nara berapi-api.
Maya tersenyum lalu menyiram tanaman di halaman itu dengan hati-hati. "Nona tuan Jo memanggil anda" Ryan muncul dan meminta Nara segera naik ke kamar atas.
"Apa dia baik-baik saja? bagaimana tangannya?"
"Lebih baik nona melihat sendiri kondisi tuan Jo"
Pria ini sama menyebalkannya seperti majikannya, batin Nara. Jo terlihat tiduran di sofa di kamarnya. Lenganya di perban. Nara berdiri di dekat sofa, Jo membuka matanya yang terpejam dan menatap Nara jengkel. "Pernahkah kau melakukan sesuatu dengan benar?" tanya Jo sinis.
Nara terdiam, ini memang salahnya. Tapi pria itu juga salah, untuk apa ia meminta Nara melayaninya seperti istri sungguhan.
"Ryan cancel semua meeting hari ini"
"Baik tuan" kata Ryan. Jo bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ranjangnya. Ia beristirahat sembari merasakan ngilu di tangannya.
_____
"Jadi dia terluka?" Tania menyimak cerita Nara dengan seksama.
"Iya, dan tulang di tangannya ada yang cidera"
"Oh Nara, bagaiman kau bisa melukai si tampan itu?" kata Tania dramatis.
"Itu salah dia sendiri kenapa harus main rumah-rumahan dengan ku"
"Maksudnya apa?" tanya Tania heran.
"Sudah ku bilang dia itu sinting menyuruh ku melayani keperluannya seperti asisten pribadinya"
Tania menghela nafasnya. Ia menepuk bahu Nara. "Oh ya kau sudah bertemu klien baru kita?"
"Belum, kenapa?"
"Sedikit drama, ku rasa kau perlu menasehatinya dan memberi masukan tentang pesta pernikahan yang baik dan benar" kata Tania sambil tertawa.
"Sial!" Nara melempar tisue kearah Tania yang berjalan pergi dari ruangannya. Ponsel Nara berbunyi, ada panggilan telepon dari Jo. Nara bergegas meraih ponselnya. "Kau segera pulang, Ryan akan menjemput mu"
"Tapi aku ...." Sambungan telepon di matikan. Nara meremas rambutnya yang tergerai indah. Ia gemas sekali dengan pria itu. Ryan sudah siap, ia terlihat berdiri di samping mobilnya. Ryan membukakan pintu mobil begitu melihat Nara berjalan ke arahnya.
Nara hanya terdiam, melamun menatap jalanan kota dari balik kaca mobil. Ryan membelokan mobilnya di halaman luas rumah utama milik Jo.
"Mari nona" Ryan kembali membuka pintu mobil untuk Nara. Nara berjalan malas menuju kamar Jo.
"Ryan aku malas bertemu dengannya" Ryan hanya tersenyum dan membuka pintu kamar Jo. Nara menatap Jo yang terlihat asyik dengan ponselnya.
Lihatlah dia benar sakit atau hanya mau mengerjaiku sebenarnya! batin Nara kesal. "Hey dari mana saja kau? suami sakit kenapa ditinggal pergi?" Jo meletakan ponselnya dan menatap Nara.
"Maaf aku harus bertemu klien hari ini"
"Jadi apa klienmu itu lebih penting dari ku?"
"Tidak, kau lebih penting tuan" Nara berbicara tanpa ekspresi. Ia menyembunyikan sorot mata kesalnya di balik kaca mata minusnya.
"Aku ingin mandi, kau bantu aku"
"Apa? tapi tuan..."
"Ini kesalahan mu kau menimpa ku sampai tanganku hampir patah karena menyangga beban tubuhmu, lalu apa aku harus meminta bibi Jang atau Ryan yang memandikan ku!"
"Baiklah" Nara lemas ia pasrah dengan kegilaan pria itu. Nara membantu Jo melepas pakaiannya dan menyiapkan bathup berisi air hangat. Jo berendam dan Nara menggosok punggung Jo yang putih.
"Apa kau marah pada ku?"
"Tidak" jawab Nara sekenanya.
"Kenapa kau diam saja?"
"Saya hanya memikirkan pekerjaan"
Nara mengguyur pelan bahu Jo dengan air bersih. "Ceritakan tentang masa kecil mu aku ingin dengar" pinta Jo.
"Apa? masa kecil saya?" Jo mengangguk pelan sambil tertawa.
"Apa badan mu itu subur sejak dulu?" Jo tergelak ia senang dan puas jika bisa mengerjai Nara. Nara ingin membanting pria itu rasanya. Tapi itu tidak mungkin ia lakukan. Nara hanya terdiam sembari meraih jubah mandi untuk Jo.
Sepulang bekerja Jo tidak segera pulang, ia pergi dengan dokter Edward untuk minum di bar langganan mereka."Jo bagaimana dengan Manuela?" Edward memberanikan diri bertanya pada Jo tentang Manuela.Jo hanya terdiam dan meneguk minuman di gelasnya."Tidak mungkin kau tidak tahu soal dia, apa kau sengaja membiarkan dia karena...." Edward menghentikan perkataannya."Karena apa?" tanya Jo tenang."Karena kau sudah nyaman dengan permainanmu pada gadis itu"Jo menyeringai ia kembali meneguk minumannya. Manuela tidak lagi mengisi secuil pun tempat di hatinya.Edward benar ia mulai terjebak dengan permainannya sendiri. Ia menikmati ketika sedang mengerjai Nara dan melihat gadis itu jengkel atau marah itu adalah kepuasan baginya."Hati-hati Jo" kata Edward lagi."Untuk apa?""Aku juga melihat Nara kemarin, meski tubuhnya sedikit besar tapi ia memiliki wajah yang cantik. Kau bisa jatuh hati padanya nanti"
Jo sudah siap dengan stelan jas, tuxedo dan dasi kupu-kupu yang terlihat elegan di lehernya.Ryan mengikuti langkah Jo menuju kamar Nara karena sedari tadi gadis itu tidak keluar juga. Bahkan ia tidak membantu Jo untuk bersiap."Nara! sedang apa kau di dalam kenapa lama sekali?" Jo mulai kesal ia mengetuk kasar pintu kamar Nara yang terkunci.Pintu kamar Nara terbuka pelan. Jo terpana menatap Nara dengan gaun tertutup berwarna biru laut di padukan dengan anting panjang berwarna senada dengan gaunnya. Rambutnya dicepol rapi di belakang.Nara terlihat canggung. Ia nampak kurang percaya diri dengan penampilannya."Apa gaun ini bagus?" tanya Nara."Gaunnya bagus, tapi kau terlihat jelek!" kata Jo ketus.Nara sudah biasa dengan pria ceplas ceplos itu. Keduanya diantar Ryan menaiki mobil mewah Jo menuju kediaman orangtua Jo. Di pelataran sudah terparkir rapi mobil-mobil mewah, mereka adalah tamu undangan orangtua Jo yang k
Nara terlihat sedang meeting dengan timnya. Dua hari lagi akan ada penyelenggaraan pesta pernikahan dari salah satu klien Y&J. "Bagaimana persiapannya?" tanya Nara pada Tania."Oke sudah delapan puluh persen" kata Tania. "Oh ya pastikan pengantin perempuan tidak kabur lagi ya teman-teman" seloroh Tania hingga semua tertawa. Nara mencubit Tania. Tapi perkataan Tania benar juga jangan sampai pengantin perempuan kabur lagi karena tidak ada stok gadis di tim kerja Tania. Semua sudah menikah dan tidak bisa jadi pengganti apa lagi sampai di ajak nikah kontrak. Nara pergi makan siang dengan Tania di cafe dekat kantornya."Jo Daniel mencium mu?" Tania terlihat terkejut. Hingga ia tersedak minumannya. "Pelankan suaramu!" "Yang benar? apa ia sudah jatuh cinta pada mu?" "Jangan harap! dia sedang mabuk waktu mencium ku" "Owww aku kira kalian berdua terlibat cinta" "Jangan ngarang, aku men
Jo pulang larut malam, sebelum ke kamarnya ia sempat ke depan kamar Nara. Jo membuka handel pintu dan ternyata tidak di kunci.Jo menatap Nara yang tertidur pulas dengan piama pendeknya. Kulit kaki Nara yang mulus terlihat oleh Jo. Ia lalumengambil selimut dan menyelimuti Nara.Jo tidak sengaja menatap kalender di meja Nara. Rupanya Nara melingkari setiap tanggal dan menghitung perpisahan dengannya.Jo berjalan keluar kamar Nara. Ia menuju kamarnya dan duduk di sofa.Jo membayangkan perpisahannya dengan Nara nanti. Gadis itu tidak tahu apa-apa, sudah bagus ia mau menyelamatkan harga diri Jo di hadapan banyak orang dengan menggantikan posisi Manuela.Jo mandi di bawah guyuran shower. Selesai mandi ia bergegas mengenakan baju dan pergi ke kamar Nara. Ia merebahkan diri di samping Nara sembari memandang wajah Nara yang tertidur pulas.Apa kau sama sekali tidak tertarik dengan ku? batin Jo. Ia membelai rambut Na
Nara menghabiskan makan siangnya. Ia meminum es kopi latte kesukaannya."Kau terlihat lebih diam?" tanya Tania.Nara mengedikkan bahunya. Ia sedang malas bicara banyak. Bahkan hari ini ia tidak ingin bertemu klien manapun."Apa kau bertengkar lagi dengan Jo?""Tidak, dia malah jadi baik padaku""Bagus, kurasa dia memang menyukaimu Nara" kata Tania lagi."Manuela sudah kembali" Kata Nara pelan.Tania meletakkan sendoknya. Ia menatap Nara menunggu kelanjutan ucapan Nara."Kurasa ia akan kembali pada Jo Daniel dengan cara apapun""Apa Jo masih menyukai Manuela?""Kurasa tidak setelah Manuela mempermalukannya di hari itu. Jo bahkan tidak mau memandang wanita itu""Nara, apa kau sama sekali tidak tertarik pada Jo Daniel?"Nara terdiam dengan pertanyaan Tania. Ia sendiri bingung dengan perasaannya yang akhir-akhir ini sulit di kendalikan oleh akalnya."Jika kau memang ada perasaan pada
Dokter Edward terlihat keluar dari ruang operasi. Papa dan mama serta Nara segera mengerumuninya."Operasi sudah selesai pelurunya berhasil di keluarkan. Jo akan di pindahkan ke ruang rawat"Semua terlihat lega termasuk Nara. Edward memandang Nara yang terlihat sangat sedih dan cemas."Tenanglah dia tidak apa-apa" kata Edward mencoba menenangkan Nara"Nara mengangguk. Tak berapa lama perawat mendorong ranjang Jo menuju kamar rawat. Jo masih belum siuman karena pengaruh obat bius. Nara menatap wajah tampan yang tergolek di atas ranjang itu."Nara kau pulanglah dulu biar papa dan mama yang menjaga Jo""Tidak ma, papa dan mama yang beristirahat saja biar Nara menjaga Jo disini, lagipula ada dokter Edward juga"Jo membuka matanya, ia merasakan sakit di lengan atasnya. Ia mengedarkan pandangannya."Kau mencarinya?" suara dokter Edward mengejutkan Jo yang baru siuman."Dia aku suruh pulang, kasihan kelelahan menunggu d
Nara siap dengan baju santainya. Rambut ikal panjangnya diikat keatas sehingga terlihat lincah. Ia mengenakan topi koboi berwara krem terlihat serasi dengan bentuk wajahnya."Kau belum bersiap?" Nara menatap Jo Daniel yang masih berdiri di depan cermin dengan stelan kemeja hitam dan celana panjang hitam, sepatu pantofel dan jam tangan kulit berwarna coklat tua."Hei tuan, kita mau tamasya ke kebun binatang bukan mau meeting dengan kolega besar mu" Nara terkekeh melihat penampilan Jo."Memang apa yang salah dengan penampilan ku?""Ayo" Nara mendorong Jo duduk di atas kasur, ia pergi memilihkan baju untuk Jo. Nara menggeleng di lemari itu hanya tersimpan baju-baju formal.Nara menghubungi Ryan dan meminta tolong Ryan membelikan baju santai untuk Jo.Nara mengajak Jo tamasya ke kebun binatang karena Jo belum pernah ke tempat itu dan kebun binatang adalah tempat wisata yang paling Nara suka sejak kecil.Tak berapa la
Jo Daniel duduk di kursi kerjanya sembari menatap selembar foto dirinya dengan Nara. Foto itu diambil oleh Ryan sewaktu mereka bertamasya ke kebun binatang. Di foto itu Nara terlihat tertawa lepas, sementara Jo tersenyum lebar sembari menatap Nara."Ryan" Jo memanggil Ryan yang terlihat sibuk menyiapkan materi untuk meeting nanti."Ya tuan" Ryan berjalan mendekat ke arah meja kerja Jo. Ia berdiri terdiam menunggu Jo bicara. Ryan menatap selembar foto di tangan Jo. Ia ingat dirinya yang memberikan cetakan foto itu kemarin."Apa menurutmu dia menyukai ku?" Jo tersenyum tipis menatap wajah Nara dalam foto itu."Saya tidak tahu tuan, tapi kemungkinan itu ada""Begitu ya" Jo berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati jendela kaca. Ia memandang keluar, menatap jajaran gedung pencakar langit di hadapannya. Empat bulan ia bersama Nara dengan status suami istri meski itu hanya kontrak belaka."Maaf tuan, kenapa a