Senin paginya, Marisa dan Gery berangkat pagi-pagi sekali menuju perusahaan Perdana Enterprise dimana mereka akan menjalani praktek kerja lapangan selama tiga bulan.
Marisa dengan rambut panjang hitamnya yang dibiarkan terurai, kemeja putih dan rok span selutut berwarna biru navy. Wajahnya di beri bedak tipis, lipglos pink, dan tanpa alis buatan. Gery dengan kemeja putih, celana bahan berwarna hitam, sabuk dan juga wajahnya dengan dagu yang sudah rapi dicukur. Marisa siap masuk gerbang depan gedung perusahaan itu saat Gery menarik lengannya. "Nanti, Mar," ucap Gery. "Ada apa?" tanya Marisa. "Berdoa dulu!" "Bismillah..." "Bukan gitu, Mar!" "Terus gimana?" Gery berdoa dengan dua telapak tangan terbuka dan mata terpejam, tak lupa usai berdoa dia mengusap wajahnya. "Amin ya Allah..." "Kamu kebanyakan nonton sinetron Amanah Wali, Ger! Kayak masuk pasar genjing aja pake doa gitu segala!" kata Marisa. "Ya kan biar berkah!" "Tapi malu kalau keliatan security kantor!" "Biarin! Nanti dapet CEO galak dan bawel baru tahu rasa kamu!" "Udah ah! Ayo kita masuk!" Marisa dan Gery pun memasuki gedung perkantoran yang luar biasa megah itu. Mereka disapa ramah petugas di lobi. "Ada yang bisa saya bantu?" "Kami berdua mahasiswa dari kampus Guna Bakti yang akan ikut PKL disini, Mbak." ujar Gery. "Oh iya, silahkan kalian menghadap Pak Rafi di ruangan HRD. Kalian naik saja ke lantai dua dan ruangannya ada disebelah kanan. Nanti ada disana tertulis ruangan HRD." "Makasih Mbak." ucap Marisa. "Ya sama-sama." Marisa dan Gery pun segera menuju lift dan masuk ke dalamnya. Baru saja Gery hendak memencet tombol penutup pintu, satu sosok tinggi besar tampan memakai jas hitam rapi terlanjur ikut memasuki lift. Tubuh tinggi tegap, kulit putih, dan rambut berkilau rapi yang dimilikinya semakin menambah pesona yang dipancarkannya. Aroma wangi segar memenuhi ruangan lift itu. Seketika Marisa merasa terpesona. "Wah... Luar biasa tampannya..." batin Marisa dengan mata yang tak lepas-lepas dari pandangannya terhadap lelaki berjas hitam itu. "Hai!" sapa sang pria tampan berjas itu. "Selamat siang, Pak!" sapa Gery. "Siang. Kalian siapa? Saya seperti baru melihat kalian berdua," "Kami mahasiswa yang mau PKL disini, Pak!" ujar Marisa. "Oh begitu, nanti kalian temui Pak Rafi dilantai dua, ya," "Iya, udah tahu kok Pak," ucap Gery enteng. "Hus! Sopan dikit!" bisik Marisa. Pria berjas itu hanya tersenyum kecil seraya memandangi wajah Marisa. Tiba dilantai dua, pintu lift terbuka. Gery dan Marisa keluar terlebih dahulu dari dalam lift. "Mari Pak," ucap Marisa. "Mari, semoga nyaman PKL disini." kata pria tampan berjas itu. Pintu lift pun tertutup kembali dan membawa pria berjas itu ke lantai yang lebih tinggi. "Ganteng ya?" kata Marisa seraya senyum-senyum sendiri. "Heeh, keliatan banget aura orang kaya nya..." timpal Gery. "Kamu ini, Ger! Tadi waktu Bapak ganteng itu bilang kita temui Pak Rafi di lantai dua, kamu malah jawab 'udah tahu Pak' , gak sopan banget!" "Emangnya aku harus bilang gimana gitu?" "Makasih Pak, gitu!" "Oh..." "Bapak ganteng tadi kayaknya orang penting di perusahaan ini! Mungkin CEO nya!" "Iya, aku juga berpikir gitu." "Udah ganteng, kaya, ramah lagi! Its so ferfect!" mata Marisa berbinar. "Nah! Mulai ada tanda-tanda mau ngincer CEO nih!" tegur Gery. "Apaan sih?!" "Inget Fero ya!" Fero adalah pacar Marisa yang sudah setengah tahun ini menjalin cinta dengan Marisa. "Iyalah! Aku setia kok sama Fero!" tukas Marisa. "Setia sih setia! Melihat Bapak ganteng tadi mata kamu langsung membrojol keluar!" "Enak aja! Mata aku masih ada di dalam rongganya! Sekarang sebaiknya kita temui Pak Rafi!" Mudah saja bagi Marisa dan Gery untuk menemukan ruangan HRD dan masuk ke dalamnya. Disana mereka disambut sang pemimpin HRD yang tak lain adalah Pak Rafi sendiri. "Coba saya lihat berkas kalian berdua," kata Pak Rafi. Marisa dan Gery segera menyerahkan berkas mereka. Lama juga Pak Rafi meneliti berkas itu sambil sesekali melirik kearah Marisa dan Gery yang dug-dugan. "Berkas kalian bagus! Kalian termasuk mahasiswa berprestasi di kampus kalian. Saya menerima pengajuan PKL kalian di perusahaan ini. Selamat bergabung!" kata Pak Rafi seraya menyalami Marisa dan Gery. "Terima kasih Pak!" ucap Marisa dan Gery berbarengan. "Saya akan menempatkan Gery di bagian gudang karena saya lihat badan Gery yang besar dan kuat," Hati Gery mencelos. "B... Bagian gudang, Pak?" "Iya, kebetulan bagian gudang kekurangan satu orang karyawan. Tugas kamu adalah membantu mengemasi barang yang masuk maupun yang keluar dan tidak lupa mencatat semua jumlahnya. Untuk lebih jelasnya nanti akan dijelaskan lebih rinci oleh kepala bagian gudang, yaitu Pak Nino" "Baik Pak," ucap Gery terpaksa. "Dan untuk Marisa, sepertinya kamu bisa saya tempatkan di bagian pembukuan. Nanti data dalam bentuk fisik bisa kamu tuangkan ke dalam bentuk digital. Di berkas saya lihat kamu bagus dalam komputer!" kata Pak Rafi kali ini pada Marisa" "Baik Pak." kata Marisa. Tiba-tiba telepon di ruangan Pak Rafi berbunyi nyaring. Pak Rafi segera mengangkatnya. Tidak jelas terdengar apa yang dibicarakan, hanya terdengar Pak Rafi bicara, "Iya Pak" berulang kali. Selesai bicara melalui telepon, Pak Rafi menatap Marisa. "Marisa, barusan saya mendapat telepon dari Pak Indra Perdana selaku CEO di perusahaan ini. Beliau meminta saya untuk membawa kamu ke ruangannya sekarang!" tutur Pak Rafi. "S... Saya?" tanya Marisa ragu. "Ya, kamu!" Pak Rafi bangkit dari kursinya. "Ayo ikut saya! Dan kamu Gery, temui Pak Nino di belakang gedung bagian gudang!" "Ya Pak." kata Gery. Pak Rafi mendahului Marisa dan Gery keluar ruangan. "Ger, maaf aku ikut Pak Rafi dulu ya?" kata Marisa yang sebenarnya iba pada Gery yang harus mendapat tugas di bagian gudang. "Iya Mar, aku ke belakang dulu..." kata Gery lesu. "Sabar ya Ger, mudah-mudahan kamu bisa segera masuk ke bagian lain yang lebih baik, bagian QC misalnya," "Gak papa, Mar. Emang aku udah dari sananya tampang kuli kok!" "Jangan gitu, Ger... Aku jadi gak enak..." "Biasa aja Mar, nanti siang kita makan bareng ya?" "Oke, nanti kita kontekan." "Mudah-mudahan kamu dikasih jabatan jadi sekertaris Pak CEO!" "Ah, masa!" "Ya mungkin aja pria gantengnya tadi yang telepon Pak Rafi biar kamu dibawa ke ruangannya buat jadi sekertarisnya!" "Apa pria tadi itu benar-benar CEO di perusahaan ini?" "Ah! Sial sekali aku! Pasti gara-gara aku bilang kurang sopan tadi jadi aku di tempatkan dibagian gudang! CEO ganteng itu udah sekongkol sama Pak Rafi untuk menjatuhkan aku!" kata Gery berapi-api. "Ah kamu ini! Masa sampai kayak gitu?! Ya udah aku ikut Pak Rafi dulu." Marisa segera mengikuti Pak Rafi keluar ruangan dan mereka menuju lift dan naik ke lantai 8. Marisa dan Pak Rafi sampai di lantai 8. Hawa di ruangan itu terasa lebih dingin membuat bulu-bulu halus yang ada lengan Marisa berdiri.Andro Perdana, adik kandung Indra Perdana ini penasaran pada seorang Marisa, sosok asisten pribadi sang kakak. Berawal dari pertemuan pertama mereka di lift, lalu Andro merekomendasikan Marisa untuk menjadi asisten pribadi Indra, dan akhirnya kini dia juga yang penasaran akan sosok Marisa.Marisa adalah seorang gadis yang sangat cantik, baik, dan kelihatan sangat polos. Tapi kenapa Indra seolah tidak suka kalau Andro mendekati Marisa? Apa karena Indra merasa Marisa tidak sederajat dengan mereka?Andro memang berbeda dengan Indra. Sejak kecil Indra sudah menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai kasta tinggi sehingga menjaga jarak dengan rakyat jelata. Indra selalu memandang seseorang dari status sosial dan pendidikannya.Beda halnya dengan Andro, Andro lebih membaur, tidak pandang status sosial, dan juga welcome pada siapapun. Maka tidak heran jika Andro memiliki lebih banyak sahabat dibandingkan Indra sejak mereka kecil.Indra hanya mau bersahabat dengan orang yang sederajat
Malam Minggu itu, Marisa berniat untuk menemui Fero di lokasi syuting tempatnya bekerja. Marisa melihat di Instagram story Fero kalau hari ini Fero berada disana. Marisa harus bertemu dengan Fero! Untuk meminta kejelasan tentang apa yang terjadi pada hubungan mereka saat ini. Kenapa Fero menjauhinya begitu saja.Awalnya, Marisa ingin meminta Gery untuk menemaninya. Tapi ketika pulang kantor, Gery menceritakan kalau dia akan pergi bersama kawan-kawan yang lainnya ke bioskop. Marisa tidak enak kalau sampai menggagalkan acara malam MingguGery."Kamu mau ikut ke bioskop, Mar?" tanya Gery."Enggak, aku mau pergi ke tempat lain." jawab Marisa."Sama Fero?""Iya...""Baguslah, marahan jangan lama-lama!" Gery mengacak rambut Marisa. "Aku duluan, ya?""Oke!"Sepeninggal Gery, Marisa pun bergegas pergi ke lokasi syuting tempat Fero bekerja untuk menemuinya disana. Marisa pergi dengan menaiki ojek online untuk sampai kesana.Saat sampai disana, Marisa melihat lokasi syuting sudah agak sepi. Rup
"Aku menyukai Marisa! Satu kenyataan yang benar-benar aku takutkan dan akhirnya malah menjadi realita! Herman yang menyadarkan aku bahwa aku memang menyukai gadis itu."Lantas, kenapa aku bisa menyukainya? Apa karena wajah cantiknya? Senyum manisnya? Atau keindahan tubuhnya? Ah! Aku tidak tahu alasan pastinya! Yang jelas Andro juga sangat menyukai Marisa dan selera ku dan Andro biasanya sama."Aku bisa mendapatkan Marisa tanpa harus ada ikatan seperti kata Herman! Betul juga supirku itu! Aku adalah Indra Perdana! Aku tampan, atletis, kaya raya dan berkuasa! Marisa pasti bisa masuk ke dalam pelukanku tanpa aku memiliki ikatan dengannya."Tapi kenapa baru kali ini aku menyadari kalau aku bisa terpikat pada seorang gadis? Padahal selama ini Sofie selalu ada bersama ku dan aku tidak pernah sedikitpun berfikir untuk menikmatinya!"Kadang beberapa klien bisnis mengajakku metting untuk menjalin kerjasama dan mereka mengimingi dengan keuntungan dan juga wanita! Belum lagi wanita-wanita yang m
Sebenarnya apa yang terjadi pada Fero sehingga dia menghilang begitu saja dan tidak bisa dihubungi oleh Marisa?Sore itu sebenarnya Fero sudah sampai di kantor Marisa dan menunggu Marisa di tempat biasa dia memarkirkan motornya. Baru beberapa menit menunggu, tiba-tiba muncul seseorang yang tak lain adalah Herman, supir pribadi Indra Perdana."Nunggu siapa, Bang?" sapa Herman seraya mengeluarkan sebungkus rokok dari saku jaketnya, dikeluarkan satu batang dan dinyalakan kemudian ditawarkan kepada Fero. "Rokok, Bang?""Enggak, Bang! Saya gak merokok. Saya lagi nunggu pacar saya pulang kantor." kata Fero."Nunggu pacar? Kerja disini? Di Perdana Enterprise?""Iya, dia lagi PKL disini, tiga bulan."Herman pura-pura terkejut. "Bukannya itu Marisa?!""Iya, Bang! Namanya Marisa. Abang kenal?""Kenal lah! Asisten pribadi Pak Indra Perdana, kan?""Iya.""Kayaknya kamu bohong deh! Kamu bukan pacar Marisa, kan!"Fero mengerutkan keningnya. "Saya beneran pacarnya, kok!""Tapi kok dia bilang sama P
Indra Perdana menatap tajam pada Marisa. "Saya tidak mau tahu! Kamu selesaikan design itu sekarang! Kalau kamu bisa lebih cepat bekerja dan tidak banyak bicara, maka kamu akan bisa lebih cepat bertemu dengan pacarmu, si Fero itu!"Marisa menghela nafas panjang. Tersadar kalau seorang Indra Perdana tidak bisa dibantah ataupun sekedar di ajak berkompromi. Marisa mengambil laptopnya dari meja Indra lalu mulai melaksanakan pekerjaannya dengan merubah denah rumah di bagian kamar tidur anak yang menurut Indra masih kurang pencahayaan."Aku harus bekerja cepat! Agar aku bisa segera bertemu dengan Fero! Mudah-mudahan dia juga belum sampai kesini!" batin Marisa.Sementara itu, Indra dengan senyum liciknya diam-diam mengirim pesan pada Herman.Her, saya tidak mau tahu! Kamu harus bisa membuat pacar Marisa pergi dari kantor ini! Saya tidak mau mereka bertemu hari ini!Herman yang langsung membaca pesan dari atasannya itu segera membalas.T**enang, Pak Indra! Saya akan membuat laki-laki itu pergi
Air mata berlinang membasahi pipi Marisa saat bercerita pada Gery apa yang di katakan Indra tadi di kantor. Tentang Andro yang meminta Marisa menjadi kekasih nya, kemarahan Indra karena berpikir Marisa yang mendekati Andro, juga bagaimana Indra bilang kalau dia muak pada Marisa dan Gery. Gery menjadi geram mendengar cerita Marisa. "Gila banget tuh CEO! Mentang-mentang kaya raya dan berkuasa! Seenaknya saja sama orang kecil kayak kita! Padahal kamu terima aja tuh Pak Andro! Biar bikin bete Pak Indra!" "Fero mau di kemanain?!" "Karungin dulu aja!" "Ngawur!" Marisa menumbuk bahu Gery. "Hehe, maaf Mar. Aku bercanda" "Kita harus gimana Ger? Pak Indra bilang dia sama sekali tidak berniat memberikan nilai bagus untuk kita. Kita hanya bisa berharap kemurahan hatinya untuk memberikan nilai lumayan! Bisa sia-sia PKL kita Ger!" kata Marisa khawatir. "Kita berserah dan berpasrah diri aja, Ma