Hari kedua bekerja di Perdana Enterprise sebagai asisten pribadi CEO Indra Perdana. Marisa tampil agak berbeda dari hari kemarin. Hari ini Marisa memoles wajahnya lebih tebal, lipstik lebih merah, dan pakaian yang lebih gaya.
Ketika Indra Perdana masuk ke ruangannya, dia sempat tertegun melihat Marisa yang sudah duduk di depan meja kerjanya dengan penampilan yang sangat menawan. "Selamat pagi, Pak Indra Perdana." sapa Marisa pada Indra. "Hm!" sahutnya dingin. "Bapak hari ini ada jadwal metting dengan klien dari Angkasa Group pagi ini jam 8." "Oke, sudah kamu siapkan berkasnya?" "Sudah Pak, Bapak tinggal tanda tangani." "Bawa kesini! Saya akan periksa sebentar bagaimana bentuk kerjasama dengan Angkasa Group!" "Ini Pak," Marisa membawa berkas metting ke meja kerja Indra. Indra menanda tangani berkas itu lalu mulai membaca isinya, sementara Marisa masih berdiri di depan meja kerja Indra. Marisa memperhatikan Indra yang sedang serius mempelajari berkas mettingnya. Diam-diam hati Marisa mengakui betapa tampan dan menariknya Indra Perdana. Dilihat dari atas seperti ini malah tampak semakin mempesona. Rambutnya yang rapi berkilat, hidungnya yang mancung, rahangnya yang kokoh, dan bibirnya yang tampak komat-kamit membaca isi berkas. Sampai pada satu kesempatan, Indra menyadari kalau Marisa masih berdiri di hadapan mejanya. Indra mendongak dan matanya bertatapan dengan mata Marisa. "Mau apa kamu berdiri sambil memperhatikan saya seperti itu?!" bentak Indra. Bukan main kagetnya Marisa mendengar Indra membentaknya. "M... Maaf Pak, saya menunggu Bapak selesai mempelajari berkas mettingnya," jawab Marisa gugup. "Memangnya kamu tidak bisa menunggu saya selesai di meja kerja kamu?!" "Maafkan saya, Pak..." "Dengan kamu berdiri seperti itu sama saja dengan kamu menyuruh saya buru-buru mempelajari berkas mettingnya!" "Saya gak bermaksud seperti itu, Pak," "Lantas?!" "Saya cuma mau..." Marisa tidak tahu harus berkata apa. Masa Marisa harus bilang "saya cuma mau mandangin wajah Bapak" "Duduk kamu sekarang!" bentak Indra lagi. "Duduk dimana Pak?" "Ya duduk ditempat kerja kamu! Memangnya kamu mau duduk dimana?! Di pangkuan saya?!" Wajah Marisa bersemu merah lalu segera kembali duduk ditempatnya. Hatinya menyesal bukan main kenapa tidak bisa menguasai dirinya sendiri di hadapan Indra! Hanya karena terpana melihat pesonanya! Lama Indra mempelajari isi berkas itu, akhirnya Indra selesai dan melirik Marisa. "Kamu sudah siapkan agenda untuk metting ini?" tanyanya. "Sudah, Pak." "Oke, kita metting sekarang. Kamu jangan lupa membawa buku catatan untuk mencatat setiap apa yang penting di metting kita nanti!" "Baik, Pak. Saya sudah siapkan." "Mari kita ke ruang metting!" Indra mendahului Marisa keluar dari ruangan CEO. "Iya Pak." Marisa bergegas membereskan berkas metting yang berserakan di meja kerja Indra dan segera menyusul Indra ke ruang metting yang letaknya sama dengan ruangan CEO yaitu di lantai delapan. Marisa bisa melihat bagaimana sempurnanya sosok Indra Perdana walaupun dilihat dari belakang. Marisa tiba-tiba teringat kata-kata Indra tadi di ruangan CEO. "memangnya kamu mau duduk dimana? di pangkuan saya?!" Marisa jadi senyum-senyum sendiri. Untung Indra tidak melirik ke belakang dan melihat bagaimana Marisa tersenyum sendiri. Kalau tidak, urusan bisa menjadi panjang! Di ruangan metting sudah ada Bella dan juga Pak Rafi. Marisa mulai bertanya-tanya dalam hati. Kemana pria tampan berjas yang kemarin pagi satu lift dengan nya? Yang wajahnya hampir mirip dengan Indra. Kenapa tidak ada di ruang metting? Padahal sepertinya dia orang penting juga di perusahaan ini. Melihat gaya berpakaiannya yang sebanding dengan Indra Perdana. "Apa sosok itu bukan manusia? Melainkan sosok makhluk halus yang katanya banyak berkeliaran di gedung-gedung!" fikir Marisa. Tak lama kemudian klien Perdana Enterprise dari Angkasa Group datang dan memulai metting pagi itu. Metting antara kedua perusahaan besar itupun berjalan lancar dan menemui kesepakatan yang dinilai bisa menguntungkan kedua belah pihak. Selama metting, Marisa mencatat semua hal penting yang dia simak di dalam buku catatan yang dibawanya. Diam-diam Marisa mengakui bagaimana aura seorang Indra Perdana sangat mengagumkan dalam berbicara masalah bisnis dengan kliennya. Gaya bicara yang lugas, jelas dan tegas. Benar-benar memancarkan aura seorang pemimpin! Metting usai, Marisa dan Indra kembali ke ruangan CEO. Jam menunjukkan pukul setengah 12 siang. Masih ada waktu sebentar sebelum jam makan siang. "Marisa, sini saya lihat berkas catatan kamu!" kata Indra. "Ini Pak," Marisa menyerahkan buku catatan yang dibawanya ke meja Indra. Indra menelitinya sementara Marisa duduk menunggu dalam bimbang. Bagaimana hasil kerjanya? Bagaimana kalau tidak sesuai ekspektasi Indra? Alangkah leganya Marisa saat Indra selesai meneliti catatannya dan berkata, "Hasil kerja yang bagus! Ternyata kamu ada bakat juga, ya? Saya kira kamu hanya pintar dalam mengolah data di laptop. Ternyata kamu juga bisa mengolah data secara manual! Saya suka hasil kerja kamu! Kamu bisa jadi asisten pribadi saya!" Marisa tersenyum. "Terima kasih banyak, Pak." "Ternyata kamu bukan hanya cantik tapi juga pintar!" Indra berkata seperti itu seraya tersenyum tipis, hampir tidak kelihatan. Dada Marisa berdebar keras saat mendengar kata-kata Indra yang mengatakan kalau dia cantik. "Usai jam makan siang, saya ada latihan band bersama kawan-kawan masa kuliah saya. Saya akan keluar dan tidak akan kembali ke kantor hari ini. Kamu tetap bekerja disini! Pindahkan catatan kamu ini ke dalam laptop dan berikan hasilnya kepada Bella!" "Baik Pak!" "Oke, sampai besok!" "Sampai besok, Pak." Indra Perdana keluar dari ruangan CEO dan meninggalkan Marisa sendiri. Untuk sesaat Marisa tertegun memikirkan sikap Indra Perdana yang hari ini menyenangkan. Jauh berbeda dengan hari kemarin. Hati Marisa tiba-tiba merasa khawatir. Khawatir kalau dia sampai terpikat pada CEO nya sendiri! Bagaimana janjinya pada Fero untuk tidak terpikat pada Indra Perdana?! "Tidak Marisa! Kamu hanya boleh kagum pada Pak Indra Perdana! Kamu tidak boleh terpikat apalagi sampai suka padanya!" batin Marisa. Tak berbeda jauh dengan Marisa, saat itu Indra Perdana juga sedang memikirkan Marisa di dalam perjalanannya menuju tempat latihan bandnya. "Marisa... Anak itu cantik sekali! Manis dan enak dipandang! Dia juga cerdas dan lembut. Aku ingin tahu lebih banyak tentang dia. Siapa dia sebenarnya dan bagaimana latar belakangnya." Indra saat itu sedang duduk di kursi belakang mobilnya dan di supiri oleh supir pribadinya, Herman. "Herman, saya ada tugas untuk kamu!" kata Indra. "Tugas apa Pak?" tanya Herman. "Tolong kamu selidiki gerak-gerik asisten pribadi saya yang baru selama di kantor, namanya Marisa. Saya ingin tahu dia biasa makan siang dimana, bersama siapa dan apakah ada yang mengantar jemputnya ke kantor!" "Baik Pak!" "Saya akan kirim fotonya ke HP kamu nanti, agar kamu tahu siapa orang yang saya maksud!"Seperti mimpi rasanya saat Marisa makan siang bersama Indra di restoran seafood yang biasanya Marisa datangi bersama Andro. Marisa kini menyadari kalau dia merasa sangat bahagia bisa bertemu lagi dengan Indra.Sama halnya dengan Indra, dia juga merasa tidak percaya kalau saat ini dia sedang bersama Marisa di restoran seafood yang biasanya Indra datangi bersama Sofie. Indra bahkan mengira kalau dia tidak akan bisa bertemu lagi dengan Marisa."Kamu apa kabar, Marisa?" tanya Indra di sela-sela suapannya."Alhamdulillah baik, Anda sendiri bagaimana?" Marisa balik bertanya."Saya baik-baik saja! Memangnya kamu pikir saya galau karena kepergian kamu?!" Indra jadi sewot!"Lho kok mendadak ketus sih? Saya kan tidak berpikir begitu!" kata Marisa."Mungkin saja kamu berpikir begitu! Saya hanya merasa tidak ada semangat saat-saat ini" Indra malah jaim. Padahal begitu kelimpungan nya dia selama beberapa hari ini karena merasa kehilangan Marisa."Tadi Anda bilang kalau Anda sangat merindukan saya?
Marisa tiba di depan ruang metting bertepatan dengan waktu metting tersebut di mulai. Nafas Marisa sampai terengah-engah karena setengah berlari dan terburu-buru agar bisa sampai secepatnya di Perdana Enterprise."Maaf, apakah saya hampir terlambat?" tanya Marisa begitu melihat ada Bella dan Pak Rafi di depan ruang metting."Marisa! Untungnya kamu segera muncul!" seru Pak Rafi."Ya Tuhan! Saya kira kamu gak akan datang, Marisa!" seru Bella."Sekarang bagaimana? Apakah metting nya sudah di mulai? Apakah Pak Indra sudah bisa di hubungi?" tanya Marisa lagi."Pak Indra masih belum ada kabarnya. Kamu segera saja masuk kedalam ruang metting dan memulai metting nya!" kata Pak Rafi."Iya, Marisa! Lakukanlah tugas ini semaksimal mungkin!" seru Bella."Baiklah, saya akan coba" kata Marisa dan memantapkan hatinya untuk memasuki ruang metting. "Bismillah"Marisa pun menggelar metting pertama kalinya tanpa kehadiran Indra. Walaupun ini terasa sangat membebani pikiran Marisa, tapi untungnya semua
Baru kali ini selama memegang Perdana Enterprise, Indra tidak datang ke kantor padahal tidak sedang dalam perjalanan dinas keluar. Sudah pukul delapan lebih tiga puluh menit tapi Indra belum terlihat datang ke kantor.Bella sudah beberapa kali memasuki ruangan CEO untuk memastikan keberadaan Indra, tapi Indra belum juga muncul. Bella menjadi bingung karena hari ini ada metting dengan salah satu klien penting yaitu Pak Setiawan yang mettingnya minta di schedule ulang karena pada Senin lalu Indra tidak fokus. Sementara metting di jadwalkan pada pukul sepuluh pagi ini."Aduh! Pak Indra kemana sih?! Aku sudah kirim WA tapi tidak dibaca! Aku telepon tidak di angkat! Ini metting nya mau di cancel apa bagaimana?!" batin Bella.Akhirnya Bella menemui Pak Rafi di ruangannya dan membicarakan masalah metting pagi itu. Bella meminta pendapat Pak Rafi tentang apa yang seharusnya dia lakukan karena Indra tidak bisa di hubungi."Jadi bagaimana, pak? Saya bingung menangani masalah ini" kata Bella p
Indra Perdana saat itu sedang berada didalam ruangan kerjanya, masih mengerjakan semua pekerjaannya sendirian karena tidak ada Marisa yang biasanya membantu semua pekerjaannya.Ternyata mengurus semua pekerjaan sendirian itu sangat merepotkan! Indra harus beberapa kali menghubungi Bella karena lupa jadwal metting yang harus dia jalani hari itu. Belum lagi Indra harus mencatat sendiri semua hasil metting dan mengevaluasinya secara mandiri pula!"Sial! Ini semua gara-gara Marisa! Kenapa dia pergi saat pekerjaan kantor benar-benar menumpuk?! Dia pasti sedang enak-enakan rebahan! Sementara saya disini sendiri mengurusi semua pekerjaan ini! Apa saya minta Bella untuk menjadi asisten pribadi saya untuk sementara waktu?! Ah! Tidak bisa! Bella itu kan sekretaris saya! Bella harus tetap berada di kantor. Sementara saya membutuhkan seorang asisten pribadi yang bisa menemani saya metting diluar!" pikir Indra.Semakin lama berpikir, Indra semakin merasa tidak nyaman dan tidak fokus pada pekerjaan
Fero menggeleng kemudian berucap. "Aku bukannya main-main sama Mbak Niki. Tapi kan kita harus pikir-pikir dulu sebelum melangkah ke jenjang yang lebih serius. Jadi saat ini aku masih dalam tahap penjajakan. Lagipula kan kalau aku menikah sama dia, aku juga akan langsung punya dua anak yang masih kecil! Aku harus benar-benar mapan dulu! Belum lagi orang tuaku, apakah mereka akan setuju kalau aku menikah dengan seorang janda?!""Itu terserah kamu! Aku gak mau ikut campur urusan kamu sama Mbak Niki. Dan masalah permintaan maaf kamu, aku udah maafin kok. Sekarang kamu lebih baik pindah duduk ke tempat lain! Jangan satu meja sama aku! Aku gak mau kalau sampai nanti ada yang bilang sama Mbak Niki tentang kita makan bersama disini!" kata Marisa."Kamu jangan gitu dong, Mar. Kamu masih marah ya sama aku?! Kalau kamu sudah memaafkan aku, artinya kita bisa bersahabat. Kita bisa dong makan bersama disini. Aku yang traktir! Gimana?!"Marisa menggeleng "Ya gak bisa begitu! Walaupun kita sudah berb
Pagi itu Marisa menyempatkan diri untuk beres-beres kos-annya. Sudah lama sekali Marisa tidak pernah beres-beres rumah. Mungkin hanya sesekali Marisa bisa menyapu kos-annya itu selama bekerja di Perdana Enterprise. Sekarang Marisa berkesempatan untuk mengepel, mengelap kaca, dan juga mencuci gorden.Semalam Andro masih rutin menelepon Marisa. Bahkan mereka sampai berjam-jam bertelepon ria. Andro sebenarnya ingin sekali bisa melakukan video call dengan Marisa. Tapi Marisa menolak karena alasan HP nya sudah mau lowbat. Padahal batu HP nya penuh.Entah kenapa selama seminggu lebih Andro pergi ke Turki. Selama itu pula perasaan Marisa semakin mengambang. Marisa tidak pernah merasakan kerinduan seperti yang Andro rasakan. Yang ada justru semalaman tadi Marisa mengingat-ingat Indra!Bagaimana sekarang keadaan Indra? Apakah dia marah dan membenci Marisa? Bisakah Indra memimpin metting tanpa bantuan Marisa? Bagaimana hubungan Indra sekarang dengan Kayla? Dan apakah Indra sudah berbaikan denga