Share

Bab 02

Hari pertama untuk menjajahkan susu kedelai buatanya membuat Ardi sedikit gugup. Dia sudah sebisa mungkin membuat rasa susu kedelai buatanya, terasa berbeda di mulut orang yang akan membelinya nanti.

Dia memberikan secara cuma-cuma kepada beberapa tetangga terdekat, untuk komentar kekurangan apa, yang ada di susu kedalinya ini. Dia sangat bersyukur, karena kebanyakan orang-orang yang telah mencicipi susunya itu memberikan tanggapan rasa yang positif alias enak.

"Rehan udah siap?!" tanya Ardi penuh semangat.

"Udah ayah." jawab Rehan sepontan.

Dengan modal kecil yang ia terima kemarin. Ardi dengan tanpa berputus asa, mencari-cari dan meminta saran kepada teman-temanya usaha apa yang cocok untuk dirinya saat ini.

Setelah menemukan usaha yang menurutnya cocok. Dia meracik sedikit rasanya agar nanti ketika di minum, akan berbeda dengan susu kedelai kebanyakan.

Dengan yakin, Ardi menjajahkan susu kedelainya pertama kali di area sekitaran anak-anak Sekolah dasar. Setelah singgah beberapa menit ada satu dua anak yang membeli susu kedelainya itu karena penasaran.

Setelah menunggu sekitar tiga puluh menitan. Puluhan anak-anak tiba-tiba berkerumun menuju ke arahnya. Hari pertama itu merupakan hari yang membahagiakan bagi Ardi dan Rehan.

Belum sampai anak-anak Sekolah Dasar ini masuk pada jam pelajaran pertama. Daganganya sudah habis terjual, karena saking bahagianya dia beberapa kali mencium kening anaknya.

"Yuk pulang nak." ajak Ardi dengan tersenyum puas.

Tanpa sadar, beberapa sorot mata menatap punggung keduanya dengan sangat geram.

"Siapa dia?!"

"Enggak tau, tapi benci juga aku liatnya."

"Nanti kita usir aja, bila perlu kita sewa preman kalo dia tidak mau pergi nanti."

"Iya setuju."

Beberapa penjual merasa risih dengan kehadiran Ardi. Mereka tidak suka jika ada penjual baru malah lebih laris dari pada jualan mereka.

Sementara itu, Ardi membeli puluhan balon terbang yang seharga lima ratus perakan. yang akan ia berikan kepada anak-anak yatim piatu yang berada di panti asuhan tempat dia besar dulu.

Kegiatan ini sudah ia sering lakukan, jika ia ada rejeki lebih. Kadang-kadang, dia membeli puluhan baju murah untuk di sumbangkan kepada anak-anak panti. Kadang juga memberikan beberapa uang kepada panti asuhan ini.

Ini sebagai tanda rasa syukur dan rasa terima kasihnya kepada panti asuhan yang telah menampungnya dulu. Setelah sampai di panti asuhan, Ardi di sambut dengan riang oleh anak-anak panti.

"Tenang.. Balonya masih banyak, jangan berebut." seru Ardi mengingatkan. Rehan yang memiliki banyak teman di panti asuhan segera bermain dengan teman-temanya.

Ibu kepala panti yang mendengar kedatangan Ardi segera ikut mengingatkan anak-anak yang bandel agar tidak saling berebut. Setelah di bagikan keseluruhan, Ardi berbincang-bincang dengan ibu kepala panti yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri.

"Buk, ini ada sedikit rejeki untuk adik-adik panti. Tolong di terima yah." ucap Ardi sambil menyodorkan beberapa lembar rupiah kepada ibu kepala panti.

Ibu Idah tersenyum lembut sambil mendorong tangan Ardi. "Nak, sudah ibu bilang. Nak Ardi enggak usah repot-repot sama adik-adik panti di sini. Masih banyak para dermawan yang mau memberikan lebihan rizki mereka kepada anak-anak."

"Buk! Kalau adik-adik enggak butuh. Sudah Ardi bilang ini ya untuk ibu. Ibarat anak aja yang mu ngasih orang tuanya, masa enggak boleh."

"Udah untuk Rehan aja, Ibu tau kamu yang lebih butuh saat ini."

Ardi terdiam untuk beberapa saat, dia bergumam dalam hati. Berarti ibu Idah sudah tau jika dirinya sudah tidak berjualan sayur lagi.

"Udah untuk Rehan aja ya nak. Ibu maksa loh, masa cucu ibu harus kurang jajanya sih?!"

Pernyataan ibu Idah membuat Ardi tersenyum, itu mengingatkan dia, bagaimana putranya rewel jika meminta di belikan sesuatu seperti mainan tau makanan.

"Baiklah bu, Ardi simpen."

Setelah puas bermain dan beristirahat di panti. habis waktu isya, Ardi berkemas dan pergi pulang ke rumah sambil membopong tubuh Rehan yang tertidur akibat capeknya bermain.

Setelah sampai di rumah, Ardi menyiapkan bahan-bahan yang akan ia olah untuk di jual di pagi hari nanti.

................

Pagi hari pun tiba, dia selesai berkemas dan siap untuk pergi berjualan lagi. Namun, sesampainya di tempat. Ardi sudah di hadang beberapa orang preman dan penjual lama di Sekolah Dasar tersebut.

"Ada apa ini?!" tanya Ardi panik.

"Mulai sekarang mas enggak usah jualan di sini lagi. Kalo mau jualan bayar perbulanya satu juta?!" tegur salah satu penjual di situ.

"Loh kenapa? Saya kan tidak mengganggu jualan bapak-bapak di sini. Lagian, saya bayar buat apa. Orang saya enggak memakan tempat di sini permanen." ucap Ardi yang tidak terima jika dia harus di usir.

"Kami enggak mau tau, Masnya harus pergi. Gara-gara mas jualan saya kemaren enggak banyak laku." tambah penjual itu semakin ngotot.

"Rejeki sudah di atur Allah masing-masing pak?! Bapak enggak boleh kayak gini."

"Banyak bacot lu." salah satu Preman tiba-tiba langsung menyerang Ardi sampai tersungkur di jalan. Barang daganganya di tendang dan di acak-acak dengan sejadinya.

Rehan menangis histeris melihat ayahnya di pukuli para preman. Namun, setelah puas di pukuli dan barang daganganya di hancurkan. Tidak ada satu orangpun yang menolongnya dan malah seakan menganggap penganiyayan itu sebagai tontonan belaka.

Dengan menahan rasa sakit, dia segera menarik tubuh Rehan untuk di peluk dan menenangkanya. Ardi lebih mengkhawatirkan mental Rehan setelah melihat kekerasan yang terjadi di hadapanya barusan.

"Udah.. Ayah enggak papa, pulang yuk?! Entar di jalan kita beli Bakpia yah." dengan polos Rehan mengangguk-ngangguk menyetujui ajakan ayahnya.

Dia membereskan barang-barang daganganya yang hancur. Agar tidak mengganggu orang yang lewat nanti, Ardi menggendong tubuh Rehan. Dan berjalan pergi meninggalkan tempat yang seterusnya ia tidak akan datangi lagi.

Di tengah jalan, Ardi merogoh kantong celananya untuk membelikan Bakpia kepada putranya. Namun, hanya tersisa beberapa lembar uang dua ribuan yang ada di kantong celananya tersebut.

Rasa sakit di sekujur tubuhnya langsung menghilang, setelah menyadari anaknya yang malah tertidur di punggungnya. Dia ingat jika pagi ini Rehan belum sarapan sama sekali, hatinya merasa terluka saat sadar putranya malah melihat kejadian yang tidak pantas terjadi di depan putranya ini.

'Nak! Maafkan ayah yang serba kekurangan ini. Namun, untuk kamu. Jika kulit di tubuh ini harus ayah jual. Ayah akan jual jika itu untuk memenuhi semua kebutuhan kamu.'

Air matanya merembes keluar membasahi pipi. Dia sudah tidak memperdulikan tanggapan orang-orang yang melihatnya saat ini.

"Mas.. Ya Allah kenapa mas?!" tanya Arifin yang terkejut melihat Ardi menangis sambil menggendong Rehan.

Setelah di antar sampai di rumahnya. Ardi menceritakan musibah yang ia dapati hari ini. Mendengar hal itu, kemarahan Arifin langsung memuncak.

"Kita laporkan saja mas?! Ini penganiyayaan namanya." teriak Arifin yang kesal mendengar cerita sahabatnya.

"Udah, jangan di perpanjang. Besok saya cari tempat lain saja." mendengar jawaban yang aneh dari mulut Ardi. Arifin hanya mendengus kesal karena Ardi justru mengalah, jika hal itu terjadi pada dirinya mungkin orang-orang itu akan ia tuntut dan ia jebloskan ke penjara satu-satu.

"Tapi, mas ada modal buat jualan lagi enggak. Katanya hari ini modalnya mas tambahin?!"

Mendengar hal itu, Ardi baru sadar jika dia sudah tidak memiliki uang lagi untuk berjualan. Arifin yang melihat sahabat baiknya yang diam dan kebingungan.

Dia menawarkan sebuah saran pekerjaan yang mungkin akan cocok untuk Ardi nanti. "Gini aja mas?! Saya punya kerabat yang kerja jadi kepala Office Boy, di PT Harapan. Kalo mas minat nanti saya hubungi kerabat saya itu."

"Apa bisa ya?! Masuk di perusahaan sebesar itu. Tanpa adanya tes dan hal lainya?"

"Tenang, kemarin saudaraku yang malah nanyak ada temen yang mau kerja enggak. Mungkin masih ada kesempatan buat mas."

"Tapi, untuk jalan aja aku susah. Gimana mau kerja di perusahaan yang sebesar itu?!"

"Udah mikirin itu nanti aja. Ingat Rehan mas?! Ingat anak mu."

Kata-kata Arifin kembali membuat Ardi terdiam. "Baiklah nanti kalo ada kabar baik tolong sampaikan ke saya ya mas."

"Mas Ardi jangan khawatir."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status