Kirana menatap ke arah Audrey yang menjauh ke lantai dua bersama dua orang temannya. Sejenak mereka berdua beradu pandang dan Audrey mengangguk padanya. Kemudian kembali pada dua temannya dan tertawa lagi.
Kirana hanya mengangkat bahu melihat tingkah Audrey. Sejenak gadis kampung ini melihat bayangannya yang terpantul pada ornamen mesin kopi, kemudian menggelengkan kepala.
"Apa salahku ya, hingga menjadinbahan tertawaan?" tanya Kirana dalam hati.
Kirana pun memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan masalah barusan. Ia sangat yakin kalau tidak melakukan kesalahan apapun. Gadis kampung ini pun akhirnya menuju gazebo sambil membawa tiga cangkir teh.
***
"Makasih Ki," sahut Dad sambil menyeruput teh buatan Kirana.
"Sama-sama Dad," jawab Kirana lembut.
"Gimana kesanmu setelah bertemu dengan Darell Ki?" tanya Mom serius.
Kirana menunduk lesu. Sejujutnya
Tujuh puluh juta, angka yang diminta oleh orang suruhan Darell. Bagi pria blasteran uang segitu tak ada artinya, asal tujuannya tercapai.Segera saja ia mentransfer tiga puluh persen ke rekening orang suruhannya dan meminta untuk segera menyelesaikan prosesnya. Sambil tersebyum sinis Darell pun bergumam,"Lihat saja nanti Dad, Aku takkan pernah menikahi Kirana, dan Kirana selamat datang di kehidupanku!"Darell pun mulai mengetik pesan untuk dikirimkan pada Jenny.[Jenny, kirim pas fotomu dengan background warna biru dan juga foto ktp dan KKmu, aku membutuhkannya untuk keperluan administrasi.][Boleh, tapi bisa kan transferin aku sejuta, buat keperluan aku besok nih, ini nomernya.]Darell pun menggeser layar ponselnya ke bawah dan melihat nomor rekening yang diberikan oleh Jenny."Huh belum-belum udah nyusahin," keluh Darell namun pria itu tetap saja mengabulka
Tersadar, Jenny pun segera berdiri dan mengejar Darell. Seorang pelayan tampak melirik ke arah meja tempat Darell duduk tadi dan mengambil lembaran uang di atas sana lalu ikut mengejar sambil berteriak,"Mbak ... mbak kembaliannya!""Ambil aja sono, buat loe beli makan enak. Dasar miskin aja sok belagu!" balas Jenny memaki, tanpa melihat keadannya sendiri."Darell! Darell!Jenny terus mengejar Darell menuju mobil mewahnya yang membuat mata gadis itu melebar. Meski Darell seorang CEO, namun untuk keperluan pribadinya seperti berkumpul dengan temannya di waktu senggang, pulang pergi ke rumah tak pernah menggunakan jasa sopir. Sopir hanya bertugas mengantarnya saat ada keperluan kerja di luar kantor, itu pun menggunakan mobil dinas untuknya.Adalah kebanggan tersendiri bagi Darell mengendarai supercar miliknya. Supercar yang menjadi daya tarik kaum hawa. Yang membuatnya bisa bersenang-senang deng
"Bagaimana Darell? Enak kan masakan Kirana?" tanya Dad."Biasa aja nggak ada yang istimewa, nggak perlu dibesar-besarkan," balas Darell kemudian menegak air putih. Sesekali ia melirik Kirana yang terlihat begitu akrab dengan Louis."Aku ke kamar dulu, ada yang ingin aku kerjakan," pamit Darell beranjak."Mas, tunggu!" panggil Kirana dan berdiri di samping Darell."Apa sih, gue lagi sibuk," balas Darell ketus."Mas betul tidak suka masakan saya?""Biasa aja, ngerti nggak sih!""Darell!" tegur Iswari yang tak sengaja mendengar percakapan putranya.Darell mendengkus kesal karena ia terpaksa harus jujur dan memuji Kirana."Iya gue suka, thanks ya.""Sama-sama, Mas. Besok Mas mau dibikinin apa?" tanya Kirana."Nggak usah ngarep, kali ini kebetulan aja masakan loe pas, gatau kan besok."
Malam sebelumnya ..."Kenapa kamu berbicara kasar sekali padanya?" tanya Louis pada Celline dengan suara yang lirih, sesaat setelah mereka makan malam.Saat itu Kirana telah berada di ruang duduk bersama Iswari. Sementara Celline dan Louis sedang menapaki tangga menuju lantai dua.Sejak makan malam tadi, wajah Celline terlihat tidak bersahabat. Bibirnya seringkali dikerucutkan, dan beberapa kali mengomel tak jelas pada Louis."Aku bicara apa adanya, coba kamu lihat bagaimana penampilannya? Menjijikkan bukan?""Kau tak perlu berkata seperti itu, bukankah dia orang baik.""Kenapa kau membelanya, apa hanya karena dia bisa memasak makanan dari negara asalmu, atau berbicara dengan bahasamu?" balas Celline kesal.Louis tampak bersiap membuka mulutnya, sayang dia kalah cepat dengan Celline yang langsung melanjutkan kalimatnya."Bagiku apa yang ditonjolkann
Sudah dapat apa yang kamu cari Kirana?" Sebuah suara mengagetkannya saat perempuan berambut panjang itu menutup pintu mobil Darell."Louis, kenapa bisa di sini?" tanya Kirana juga dalam bahasa Perancis."Menemanimu, mungkin kau membutuhkan bantuan."Kirana hanya tersenyum dan berkata, "Hanya mengambil blue print saja.""Bagaimana dengan minimarket?""Kau mendengarnya?""Ya, itulah sebabnya aku mengikutimu.""Terima kasih."Louis memang sudah mengira ada kejanggalan pada Darell semenjak tadi. Semalam Darell bersikap acuh dan cenderung kasar pada Kirana, lalu pagi tadi ia sangat hangat dan romantis.Lelaki Perancis ini tak tega melihat kepolosan Kirana yang dimanfaatkan oleh orang-orang sombong seperti Darell, juga Celline. Louis memang tak begitu paham dengan apa yang dibicarakan Celline pada Kirana, ia hanya mengerti minimarket, fre
Louis mengelap tissue pada rambut Kirana yang basah. Sesekali Kirana mengangkat wajahnya dan memandang Louis yang duduk di sampingnya dalam mobil taxi online."Terima kasih," ucap Kirana berbahasa Perancis."Kapan saja," jawab Louis diiringi garis lengkung yang terbentuk dari bibir tipisnya.Kirana meletakkan kedua telapak tangannya di pangkuan dan memandang ke bawah lagi."Kau serius membatalkan kerjasama dengan Mas Darell?" tanya Kirana setelah mereka berdua terdiam cukup lama.Lois pun menghela napas panjang, dan menyandarkan tubuhnya yang lebih ramping dari Darell."Aku harus melakukannya," balas Louis.Kirana pun menunduk lagi sambil berkata perlahan, "Apa karena perlakuan buruk terhadapku?"Louis hanya tersenyum, sedikit melirik wajah polos Kirana. Kemudian tertawa pelan, merasa sedikit gemas dengan perempuan yang duduk di sampingnya.
Iswari menyentuh lengan James dan mengusapnya lembut. Apa yang baru didengarnya dari Louis sungguh menyulut emosinya."Dad! Kau pasti sudah mendengarnya dari bajingan ini ya! Bagus kalau begitu," seru Darell tanpa mengindahkan sopan santun."Berapa banyak kau minum?" tanya James pada putranya."Ha ha banyak sekali. Aku punya uang, dan aku bisa membeli semua minuman yang aku mau!" seru Darell.James kini beralih pada Celline yang sedari tadi diam saja. Diperhatikan tangan kanan keponakannya masih menggenggam kunci mobil dan wajahnya terlihat kesal namun menyimpan ketakutan."Kau tahu sesuatu Celline?"Perlaham Celline mengangkat dagunya dan mulai bicara, "Cukup banyak.""Hmm, kau yang mengemudi?""Benar Uncle Maxwell. Aku tak mengizinkan Darell melakukannya, minumnya sangat banyak dan kurasa itu membahayakan. Aku pun harus mengandalkan GPS karena tid
Mobil Sports Lamborghini kebanggaan Darell segera melaju meninggalkan kantor Maxwell Group. Ia akan menuju cafe Red Mapple yang biasa dijadikan tempat hang out bersama teman-temannya.Sebenarnya di lobby kantornya sendiri sudah disediakan tempat untuk menjamu tamu yang datang. Dengan tata ruang berdesain minimalis dan modern serta fasilitas snack bar lengkap dengan kopi, teh dan air mineral. Sedangkan untuk tamu VIP tentu saja akan dijamu khusus oleh Darell sendiri, sesuai dengan kebutuhan tamunya.Karena pertemuannya kali ini bersifat pribadi dan rahasia, tentu saja Darell memutuskan untuk tidak melakukannya di kantor. Tak ingin ada yang mengetahui perihal rencananya, setidaknya sampai waktunya tiba.Sambil tersenyum, Darell memegang kemudi mobilnya dan bergumam, "Sebentar lagi tiba saatnya Kirana."Ia pun terus melaju sampai berhenti tepat di parkiran khusus VIP. Kunci mobilnya segera diserahkan pada petugas valle