"Kirana, kamu kembali ke sini Sayang," seru Iswari merangkul Kirana seperti menemukan putrinya yang telah hilang.
Kirana pun balas memeluk wanita paruh baya itu dan menyambutnya dengan senyum.
"Mom dan Dad benar-benar tidak tahu soal pernikahan Darell."
"Saya sudah tahu Mom, Audrey mengatakan semuanya," Kirana membalas dengan senyuman dan helaan napas. "Saya pun tak merelakan Mas Darell bersamanya, terlebih saya tahu seperti apa perempuan itu."
Sudah tak ada lagi harapan dari Kirana akan Darell. Rasanya sia-sia mencoba menarik perhatian Darell karena pemuda ini tak akan pernah tertarik padanya. Namun melihat kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan didapat oleh keluarga Maxwell membuat Kirana akhirnya memutuskan untuk menunjukkan pada Darell.
"Mom juga tak menyukai perempuan tak punya tata krama itu."
Kirana hanya tersenyum mendengar keluh Is
"Sayang," panggil Jenny memeluk pinggangnya setelah mereka menikmati wake up sex pagi ini."Apaan?" balas Darell ketus."Kamu kenapa sih sayang kok galak banget sama istri sendiri?""Daripada loe ribut mending loe sekarang bangun buatin gue sarapan.""Kok loe jadi gitu sih, setelah loe pake badan gue terus loe suruh-surug gue jadi pembantu loe!" balas Jenny kesal."Denger ya! Nggak ada yang nyuruh loe buat tinggal di tempat gue, semua kemauan loe sendiri. Loe juga yang selalu ngerengek supaya tinggal di sini.""Gue kan istri loe Rel!""Istri yang gue bayar. Istri yang gue nikahin untuk ngelakuin tugas dari gue.""Kejam banget sih loe jadi orang!"Darell mendesis memperhatikan perempuan yang ada di sampingnya. Mata hazelnya menatap dengan tajam, tak setuju dengan pernyataan istrinya. 
Sekilas Kirana melirik Darell yang terbatuk. Ingin sekali ia menertawai sikap Darell yang tak biasa kali ini. Bersikap kikuk.Kirana menyimak setiap pembahasan saat rapat berlangsung. Sesekali ia menanyakan hal yang tak diketahuinya dan mengemukakan pendapat."Saya rasa kita bisa pasang logo perusahaan pada paper bag supermarket," seru Kirana."Paper bag supermarket?"Tanpa ragu, Kirana pun berdiri dan mulai menyampaikan presentasi untuk efektifitas promosi mereka."Saya menilai paper bag supermarket sangat efektif karena bisa langsung kena sasaran. Produk yang kita buat bukankah ditujukan untuk wanita, terutama Ibu Rumah Tangga?" kata Kirana sambil melempar senyum."Ibu rumah tangga paling sering datang ke supermarket," tambah Kirana."Saya rasa ide Anda sangat tepat, Nona," jelas Pak
Darell membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar dan menghempaskan tubuhnya pada kursi. "Sial!" runtuknya memukulkan kepalan tangan pada meja kerjanya yang keras. Darell benar-benar tak habis pikir akan kejadian hari ini. Persiapan rapat yang semalam dilakukannya ternyata kalah telak dengan sosok seorang perempuan desa bernama Kirana. Meski semua argumen yang disampaikan Kirana dinilai masuk akal oleh Darell, namun egonya terlalu tinggi untuk mengakui kehebatan perempuan berkulit langsat itu. Mengakui kehebatan Kirana, itu sama saja dengan mengaku kalau dia kalah. Tak pernah disangka olehnya kalau Kirana mampu membuatnya tak berkutik dengan ucapannya. Kirana seperti paranormal, mampu menebaknya yang diam-diam memperhatikan paha Kirana yang tersingkap. "Kenapa pikiran kotor gue malah ke situ. Huuh aku benci pikiranku!" Pikiran Dar
"Wita, ada Budhe Ning itu di ruang tamu," kata Bu Leli, Ibu Juwita membuka sedikit pintu kamar putri sulungnya."Ada apa sih Bu, Budhe Ning datang?" tanya Juwita malas untuk menemui wanita yang dulu pernah angkuh itu."Ibu nggak tahu, Nak. Budhe cuma bilang ada perlu.""Huh. Iya deh Bu, abis ini Wita temuin, Wita mau ganti baju dulu."Wita pun segera mengganti pakaiannya begitu Ibunya menutup pintu. Mengganti dengan dress bermerk dan tak lupa perhiasan emas pada kalung dan pergelangan tangannya. Baru ia menemui Budhe Ning, kakak dari ayahnya."Eh Budhe, ada apa?" tanya Juwita langsung duduk di sofa ruang tamunya yang empuk, tanpa perlu salam seperti saat masih kecil dulu. Bahkan perempuan di samping budhenya pun hanya ditoleh sekilas.Sesekali, wanita bertubuh biola itu menyibakkan rambut lurusnya ke belakang telinga.
Kirana dan Audrey duduk bersama di pinggir kolam. Mereka berdua tampak ceria mendengar cerita Kirana tentang Darell siang ini. Kecuali tentang sepatu wanita dalam ruangan Darell. "Lucu banget sih Kak, coba tadi aku di sana, pasti dah ngakak abis-abisan," jawab Audrey. "Ya, begitulah. Tapi gara-gara itu aku jadi nggak bisa antar Louis ke bandara," desah Kirana. "Santailah Kak, kan tadi sudah kuantar. Tadi aku temani dia cukup lama kok," jawab Audrey. "Sukurlah." "Iya, kita berbincang cukup lama, dia menyenangkan," jelas Audrey disambut senyum simpul Kirana. "Dia juga pencipta lagu, youtuber juga, nih videonya," Audrey pun menyodorkan ponselnya agar Kirana melihat video Louis yang sedang menyanyi sambil diiringi alunan piano. "Hmm, kalian akrab sekali ya," jawab Kirana dibalas dengan senyum Audrey &n
Huh gadis kampung aja sombong," cibir Darell begitu Kirana menjauh darinya dengan diikuti oleh Audrey.Kirana yang mendengar cibiran Darell pun menghentikan langkahnya dan mendekat pada pria bertubuh tinggi itu. Berdiri berhadapan dengan jarak dua inchi saja. Mungkin jika dilihat dari samping, posisi mereka seperti hendak berciuman."Mas ada perlu sama saya?" tanya Kirana memberanikan diri menatap mata hazel Darell."Nggak," balas Darell ketus."Yakin?""Pede banget loe ya. Gue kasih tahu nih meski loe udah ubah penampilan loe bukan berarti loe bisa ngerasa hebat. Karena buat gue loe itu tetep gadis kampung, ngerti loe!" kata Darell dengan nada ketus.Kirana semakin mendekatkan wajahnya ke arah Darell. Tubuh Darell yang tinggi membuat Kirana terpaksa berjinjit agar lebih dekat."Aku memang perempuan kampung tapi aku tak pernah bersembunyi di balik meja teman priaku," bisiknya kemudian berlalu.
Kini giliran Kirana dan Darell saling pandang, kemudian sama-sama mengarahkan pandangan pada Audrey yang sedang meminum susu non fatnya. Mereka berdua memiliki arti pandangan yang berbeda, Kirana terlihat santai, sedangkan Darell menyimpan geram pada adiknya."Kenapa kalian berdua memandangku begitu?" tanya Audrey pura-pura tak bersalah."Loe,—" Darell menghentikan kalimatnya saat melihat Ayahnya membulatkan mata hazel ke arahnya."Sudah kalian tak usah ribut, lebih baik berangkat ke kantor sekarang, sudah selesai makannya kan?" tanya Dad."Baik, aku ambil tas dulu," jawab Kirana."Cepet! Nggak usah banyak gaya!" tambah Darell yang terlihat keberatan karena harus satu mobil dengan Kirana.Kirana tak menggubris Darell yang bergumam kesal. Ia memilih untu
"Bagaimana tantangannya Pak?" tanya sekretaris Dad.Darell pun menyerahkan amplop yang telah terbuka segelnya pada Bu Anita. Sambil senyum, Bu Anita pun menunjukkan tantangan pada Ayah Darell yang duduk melipat tangan di balik meja kerja jatinya."Silakan Pak," katanya menyodorkan amplop yang sudah terbuka itu.Sementara Darell menoleh ke arah Kirana sambil menunjukkan ibu jarinya yang mengarah ke bawah. Kemudian menyunggingkan senyuman sinis ke arah Kirana.Tantangan yang didapat kali ini memang terasa mudah oleh Darell. Make profits in a day, hal itu tentu saja dapat dilakukan oleh Darell hanya dalam beberapa jam saja.Meski sudah berpengalaman, namun Kirana terlihat was-was dengan tantangan yang diberikan Ayah Darell. Ia belum punya ide bagaimana menjalani tantangan pertamanya.James Maxwell mengangguk memberi tanda pada sekretarisnya untuk menjelaskan tantangan lebih lanjut."Baik, akan say