Share

CEO Galak Itu Mantan Pacarku
CEO Galak Itu Mantan Pacarku
Penulis: Thaza

Tujuh Tahun Yang Lalu

"Sayang, dengarin aku dulu." Awan sibuk mengejar Raya yang berlari sambil menangis menuju kearah gerbang sekolah. Saat itu sebagian siswa sudah pada pulang. Hingga akhirnya Awan berhasil mendapatkan pergelangan tangan Raya. Lalu menarik nya kedalam pelukannya, mendekapnya erat, seolah berusaha memberi tahu Raya betapa kencangnya degup jantung Awan sekarang, semuanya karena Raya. Bukan wanita lain.

"Aku benci kamu, kamu jahat, Wan! Kamu jahat!" Teriak Raya sambil memukul-mukul dengan semua tenaga yang dia punya. Awan sedikit meregangkan pelukannya dan memberi ruang bagi Raya untuk melepaskan emosinya. Dia menerima segala pukulan Raya tanpa adanya perlawanan.

"Hu hu hu " Tangis Raya pun pecah setelah dia puas memukuli dada bidang Awan. Lalu merosot yang berjongkok sambil memeluki lututnya sendiri.

"Sayang." Panggil Awan lembut kepada Raya sambil mengusap pelan pucuk kepalanya. Dan tangan satunya lagi dirangkulkannya ke pundak Raya berusaha untuk menarik Raya masuk kedalam pelukannya lagi. Sungguh hatinya hancur melihat gadis kesayangannya itu menangis tersedu seperti ini.

"Gak usah panggil sayang! Kamu jahat, kamu selingkuh! Aku benci! Apa sih salah aku, aku gak pernah khianati kamu, aku sayang kamu tulus. Tiga tahun, Wan. Tiga tahun kita sama-sama. Kamu tahu ini hari apa?? Ini Anniversary kita, dan aku dapatkan ini semua sebagai hadiahnya? Huhuhu Aku benci sama kamu." Raya terus menangis sambil mengeluarkan uneg-uneg didalam hatinya meluapkan semua emosi yang semakin lama semakin memuncak. Sementara Awan terus berusaha untuk mendekap Raya namun Raya menolaknya.

"Kamu salah paham, aku dijebak. Aku bersumpah tidak melakukan apapun. Tidak menyentuh dia sedikit pun. Tolong dengarkan penjelasanku, sayang. Aku gak mau hubungan yang udah kita jalani tiga tahun berakhir hanya karena kesalah pahaman." Tutur Awan lembut sambil berusaha menenangkan napas Raya yang terus naik turun karena tangisnya tak kunjung reda.

"Gak ngapa-ngapain kamu bilang? Dia udah hampir telanjang dada gitu kamu bilang gak ngapa-ngapain?" Teriak Raya dan tangisnya kembali pecah bersama teriakannya.

"Sumpah sayang, dia buka sendiri pakaiannya. Aku juga gak tau maksud dia apa. Aku sedang berusaha untuk menghentikannya. Tapi tiba-tiba kamu udah masuk, dan disaat itu juga dia berteriak histeris kaya gitu. Aku bersumpah itu kenyataannya." Awan terus berusaha untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Namun Raya yang sudah terlanjur sakit hatinya tak dapat menerima segala pembelaan Awan.

"Pergi kamu, Wan. Aku benci sama kamu. Kita putus!" Teriak Raya, lalu berbalik berusaha berlari untuk menjauhi Awan. Namun Awan berhasil mendekap tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. Raya tidak menolak, namun semakin lama tarikan nafasnya semakin melemah.

"Sayang." Panggil Awan karena dia merasakan tubuh Raya seperti melemas. Awan mencoba untuk meregangkan pelukannya untuk memriksa keadaan Raya. Namun bukannya berdiri tegak, tetapi Raya seperti tak bertulang dan hampir terjatuh. Raya pingsan! Awan segera membawanya ke mobil dan mengantarkan Raya pulang kerumahnya.

"Ya Ampun!! Kenapa Raya, Wan?" Tanya Bunda Raya karena melihat Awan mengendong Raya ala Bridal masuk ke dalam rumah.

"Pingsan tadi, Bun." Jawab Awan. Ya, Awan terbiasa memanggil Bunda kepada Bunda nya Raya. Semua atas permintaan Bunda.

Kemudian Awan menceritakan semua kejadian hari ini, berawal dari bagaimana cewek itu menjebaknya di gudang sekolah sampai Raya datang dan melihat kekacauan yang ada.

"Sumpah, Bun. Awan gak bohong. Awan gak lakuin apa-apa sama dia." Ucap Awan lirih sambil meneteskan air matanya. Menandakan betapa tulus perasaan yang dimilikinya untuk Raya, dia sangat takut kehilangan Raya.

"Iya, Bunda percaya kamu. Nanti bunda bantu bicara ya. Tapi kita juga tetap harus menghormati keputusan Raya." Ucap bunda lembut sambil menggenggam erat pergelangan tangan Awan, seolah memberikan kekuatan kepada anak laki-laki yang baru saja menyelesaikan Ujian Nasionalnya hari ini.

"Yaudah, Awan pulang dulu, ya, Bun!" Awan pamit sambil berdiri dan menciumi punggung tengan Bunda. Namun tak bisa disembunyikan betapa hatinya sangat bersedih, kembali terlihat Awan yang membungkuk sambil sesenggukan.

"Sabar nak. Nanti bunda sama semuanya bantu jelasin. Kamu yang sabar." Ucap bunda sambil mengelus pucuk kepala Awan.

"Makasih, Bun! Awan hanya takut Raya ninggalin Awan." Ucap Awan jujur. Bunda menanggapinya dengsn tersenyum lembut.

"Yauda kamu pulang dulu saja, istirahat. Jangan banyak fikiran." Jawab Bunda Tegas namun masih penuh kelembutan dan kasih sayang.

"Awan pulang, Bun." Pamit Awan sekali lagi sebelum dia benar-benar pergi meninggakkan rumah Raya.

Beberapa hari kemudian Awan terus mencoba untuk menghubungi Raya, namun nomornya tidak pernah aktif. Hari ini Awan bertekad untuk menemui Raya, karena sudah tidak bisa lagi menahan rasa rindunya kepada gadis pujaan hatinya itu.

"Assalamu'alaikum, Bun." Awan mengucap salam begitu melihat Bunda dihalaman sedang menyirami tanaman hias kesayangannya.

"Wa'alaikumsalam." Jawab Bunda sendu begitu melihat kedatangan Awan.

"Bunda sehat? "

"Alhamdulillah sehat. Kamu apa kabarnya, nak?" Tanya Bunda merasa tidak enak kalau-kalau Awan bertanya tentang Raya.

"Ayo masuk! " Ajak Bunda sebelum Awan menjawab pertanyaannya, Bunda mempersilahkan Awan duduk.

"Alhamdulillah sehat juga, Bun. Raya ada, Bun?" Tanya Awan langsung sambil melihat ke arah pintu kamar Raya yang tertutup rapat.

"Sebelumnya Bunda minta maaf sama Awan. Bunda dan ayah sudah berusaha menjelaskan kepada Raya. Tapi Raya tetap kekeh untuk mempercayai apa yang dia lihat." ucap Bunda penuh penyesalan. Karena dia merasa gagal membantu Awan yang memang dia tau Awan adalah anak baik. Sebab selama dia berpacaran dengan Raya, mereka tidak pernah aneh-aneh. Bahkan Raya selalu terlihat ceria setiap harinya. Di setiap kebersamaan mereka Bunda bisa melihat betapa Awan sangat menyayangi Raya.

"Ini yang Awan takutkan, Bun." Ucap Awan sambil menundukkan kepalanya, dia berusaha untuk menutupi matanya yang kini berkaca-kaca. Namun bukannya menutupi tindakannya malah semakin membuat genangan air itu tumpah dibawah sana.

"Yang sabar ya. Jalan kalian masih panjang. Kalau memang Raya jodohnya kamu, kelak kalian akan bersama. Mungkin ini cara Tuhan agar kalian fokus pada masa depan. Kejar mimpi kalian masing-masing. Hingga tiba saatnya nanti waktu kembali mempertemukan kalian dalam kondisi yang jauh lebih baik dari sekarang." Jelas Bunda kepada Awan.

"Iya, Bun. Makasi banyak, ya, Bun. Awan pamit dulu. Maafin Awan yang udah buat Raya sedih. Assalamu'alaikum." Pamit Awan sambil mengecup punggung tangan Bunda Raya.

Tujuh tahun berlalu sejak peristiwa itu.

Pagi ini Raya bangun pagi-pagi sekali dan sudah berpakaian rapi. Dia diminta oleh atasannya untuk mewawancarai karyawan baru di departemen desain pukul sembilan nanti. Dia pergi dengan mengendarai sepeda motor matic yang baru dia beli minggu lalu. Menyusuri jalan menuju pusat kota, hingga tiba disebuah gedung besar di tengah kota.

"RK Company. I'm coming!!" Seru Raya begitu dia berdiri tepat di hadapan pintu utama gedung tersebut.

Dengan tergesa-gesa dia berlari menuju ke departemen desain tempat dia berkarier selama 3 tahun terakhir.

Bugh!!

Karena kecerobohannya dia menabrak seorang lelaki berperawakan tampan bak dewa Yunani. Dengan kacamata hitam yang membuat parasnya terlihat semakin tegas.

"Maaf, maaf!" Ucap Raya terburu-buru sambil memunguti tas milik lelaki itu. Dan segera membersihkannya dengan sapu tangan yang dia bawa disaku celananya.

"Ini, sekali lagi maaf, saya gak sengaja." Ucap Raya lagi sambil membungkuk setelah memberikan tas itu kepada si pemiliknya.

"Hmmm... " Jawab laki-laki tersebut. Kemudian berlalu pergi tanpa mengucapkan apapun kepada Raya.

"Dasar orang aneh." Umpat Raya sambil melihat punggung laki-laki itu menjauh.

Kok kaya gak asing ya? Bathin Raya kini bersuara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status