Share

CEO LOVE ME
CEO LOVE ME
Penulis: Gadis inisial E

Kita sebenarnya apa?

Karin selalu antusias ketika menonton film dari sutradara idolanya. Dia adalah salah satu gadis di antaran milyaran gadis di muka bumi ini yang sangat menyukai film romance. Entah sejak kapan kecintaanya itu bermula. Bahkan ia selalu membayangkan suatu hari kelak ia dapat mewujudkan impiannya menjadi seorang sutradara film.

Karin tahu, tidak akan ada seorang pun yang akan mempercayai tentang mimpinya itu. Karin tidak percaya diri, dia tidak kuliah dan hidupnya penuh dengan keterbatasan. Namun dia bukanlah tipe gadis yang mudah menyerah, apalagi mengeluh.

Karin tidak malu, meskipun dia hanyalah seorang anak penjual kue. Dari kedai kecil peninggalan orang tuanya itu, dia bertahan hidup. Dia selalu bersyukur dengan apa yang sudah di berikan Tuhan padanya.

Di bangunan berlantai dua yang tidak terlalu luas itu, di sanalah Karin tinggal. Bagian Atas ruko di jadikan rumah, atau lebih tepatnya hanya berisi tempat tidur dan ruang untuk bersantai. Sedangkan di lantai bawah adalah toko kuenya sekaligus dapur. Setiap pagi, Karin terlihat sibuk di dapur tersebut untuk membuat adonan yang akan di gunakan membuat kue. Dia bekerja sendiri. Karena tidak mungkin baginya bisa menggaji karyawan. Apalagi belakangan toko kue nya tiap hari semakin sepi pembeli.

Bekerja sendirian pastilah sangat melelahkan. Dia harus berjuang untuk dirinya sendiri sejak kedua orang tuanya meninggal. Dia tidak punya kakak maupun adik. Dengan kata lain, Karin hidup sebatang kara.

Karin sudah selesai dengan semua adonan kuenya, ia mulai memanggang beberapa kue yang sudah di cetak ke dalam oven. Sembari menunggu kue-kuenya matang. Karin berjalan ke arah depan bersiap membuka toko kuenya.

Karin membalik papan Clouse di pintu menjadi open. Setelahnya ia membersihkan kaca dengan alat agar kaca di tokonya tetap terlihat bening dan bersih.

Pekerjaan Karin terhenti ketika tiba-tiba saja matanya menangkap sosok pria berkemeja hitam dengan senyum menawan sudah berdiri tepat di depan tokonya. Mata pria itu terlihat hangat saat menatap Karin. Gadis itupun balas tersenyum dan segera membuka pintu kaca di hadapannya.

"Pagi." Sapa pria itu ramah.

Karin mencebikkan bibirnya. "Katanya tadi ada meeting dan enggak bisa mampir kesini." Sindirnya sembari melirik tajam pada pria di hadapannya.

Pria bernama Pasha itu pun sontak terkekeh geli. "Aku kangen sama kamu." Sahutnya yang malah membuat Karin langsung tersipu malu.

"Huh gombal." Elaknya, padahal pipinya sudah mulai bersemu merah.

Pasha kembali terkekeh. "Siapa yang gombal. Buktinya aku nggak jadi meeting dan malah ke sini."

"Hemm... enak ya kalo jadi bos."  Karin kembali mencebikkan bibirnya.

Karin dan Pasha sudah saling mengenal sejak lima bulan yang lalu. Keduanya tanpa sengaja bertemu di sebuah pusat perbelanjaan. Saat itu Karin sedang berbelanja kebutuhan untuk membuat kue, sedangkan Pasha yang merupakan tipikal cowok mandiri sedang berbelanja untuk kebutuhan sehari-harinya.

Karin juga tidak menduga, cowok yang menjadi temannya ini adalalah seorang CEO dari sebuah perusahaan start up. Dia baru mengetahuinya saat hubungan mereka menginjak tiga bulan.

"Uh... aku kangen kamu tahu!" Pasha menghambur ke pelukan Karin begitu saja.

Membuat gadis itu tak bisa lagi menghindar. "Eh... enak aja main peluk-peluk." Karin berusaha memberontak. Tapi Pasha malah semakin mempererat pelukannya.

"Aduhh... kalo kamu kayak gini aku enggak bisa nafas. Terus kalo di lihat orang gimana?"

"Oh... jadi kamu pingin enggak di lihat orang, yuk ke apartement aku, katanya pagi-pagi gini enak buat relaksasi. Mau coba?" Ucap Pasha tepat di sisi telinga Karin sembari menghembuskan nafas hangatnya disana.

Pasha sudah sering menggoda Karin seperti ini, namun Karin selalu berhasil mempertahankan dirinya.

"Enak aja... kita cuma teman." Karin mendorong tubuh Pasha pelan.

"Nah... kamu aku jadiin pacar enggak mau."

"Ya... enggak mau lah, pacar kamu banyak."

Pasha tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa tiap kali melihat gadis di hadapannya ini bersikap seolah acuh tak acuh terhadapnya.

"Kamu tahu darimana pacarku banyak? Cuma gosip itu?" Ujarnya masih dengan sisa kekehannya.

Karin terdiam, wajahnya berubah sedikit murung. Sejak awal, dia memang sengaja tidak ingin menjalin hubungan yang lebih serius dengan Pasha. Alasannya karena, dia tidak ingin terluka karena perasan cinta dan cemburu. Mengingat reputasi Pasha saat ini. Wanita mana yang tidak mau dengan Pria itu. Masih muda, tampan, dan sudah menyandang gelar sukses di usianya yang baru genap 26 tahun.

Pasha sudah menjadi CEO sebuah perusahaan start up yang di rintisnya sendiri mulai dari nol.

Karin selalu kagum dengan Pasha, tapi dia tidak ingin perasaanya lebih dari itu. Untuk itu Karin cukup puas hanya dengan menjadi temannya. Meskipun sebaliknya, Pasha seolah sering memperlakukannya lebih dari seorang teman. Karin tidak pernah tahu, bagaimana perasaan Pasha yang sebenarnya padanya. Tepatnya. Karin tidak ingin mencari tahu. Baginya Pasha hanyalah teman yang menyenangkan, tempat berbagi di kala sepi, penghiburnya, penyemagatnya, dan tidak lebih.

"Ya tapi, pasti banyak kan cewek yang suka sama kamu."  Ujar Karin ragu-ragu.

Pasha tersenyum dan Menangkup kedua pipi gadis itu. "Kan mereka yang suka, kalo aku sukanya kamu aja, gimana?"

"Udah deh, jangan bikin baper, kamu udah janji kan enggak akan ngelakuin itu ke aku?" Karin kesal dan melepas paksa tangan Pasha dari pipinya.

Karin buru-buru masuk kembali ke dalam tokonya dan meninggalkan Pasha yang segera mengikuti langkahnya di belakang.

Sudah sering Karin berlaku begini pada Pasha, dan Pasha selalu berhasil di buat tak mengerti dengan tingkah gadis itu. Pasha pikir, Karin juga memiliki perasaan yang sama. Tapi nyatanya gadis itu tetap saja tak mempercayai semua perkataanya. Entah dengan cara apa lagi Pasha harus meyakinkan Karin sepenuhnya.

"Hei... tunggu ... tunggu..." Pasha menarik paksa lengan Karin agar langkah gadis itu terhenti.

"Kamu itu kenapa sih, suka tiba-tiba marah begitu?" Ujarnya lagi dengan lembut.

Karin terdiam, ia menunduk tak berani mengangkat kepalanya untuk menatap Pasha.

Tangan Pasha bergerak menyentuh kedua pipi Karin. Mengangkatnya perlahan dan mendaratkan ciuman kilas di bibir gadis itu. "Kenapa sih kamu enggak percaya kalo aku itu sayang sama kamu?"

Karin tak menolak ketika Pasha kembali mendaratkan bibirnya dengan intensitas sedikit lebih lama. Karin menikmatinya. Namun Karin juga tidak bisa memastikan perasaan apa itu? Dia tidak bisa menolak tiap kali Pasha melakukan itu padanya. Tapi Karin juga tak ingin terikat dalam sebuah ikatan dengan pria itu.

Tring....

Bunyi oven membuat keduanya tersentak. Karin buru-buru menarik diri dan menghampiri ovennya.

"Kamu pasti capek ya, kerja sendirian kayak gini?" Pasha mendekat dan memperlihatkan wajah prihatin.

"Aku udah biasa kok hidup mandiri, jadi jangan pasang muka iba kayak gitu di depan aku." Dengus Karin yang selalu tak suka jika terlihat di kasihani. Dia tidak ingin di pandang lemah oleh siapapun.

"Karin, aku tuh bukan lagi kasihan sama kamu, aku tuh sayang kamu."

"Udah deh, kamu masih inget kan perjanjian awal kita? Kita hanya teman, dan enggak lebih."

"Terus barusan yang kita lakuin itu apa? Kita itu sebenernya apa?" Pasha mendesah lelah. Wajahnya terlihat frustasi. Namun Karin masih berlagak sok tenang sembari mengeluarkan kue-kuenya dari oven.

Pasha tak menduga, kenapa gadis itu begitu keras kepala.

BERSAMBUNG.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status