LOGINNizar menyodorkan segelas cappucino ke seorang gadis sedikit malu dan ragu-ragu menerima. "Minumlah selagi hangat untuk mengembalikan energi, apa kau ingin makan siang, biar aku belikan sesuatu untukmu?"
"Tidak, terima kasih Mas, kopi ini sudah cukup bagiku. Maaf, jadi merepotkan tadi membiayai pengobatan, seharusnya tidak perlu karena aku bisa bayar sendiri," jawabnya gugup. "Hey, lupakan hal kecil itu! Sekarang masih ada yang lebih penting harus kita pikirkan bersama; kau tak tahu bagaimana tunangan Rashya dan keluarga menyikapi hal ini," ujar Nizar khawatir. "Memangnya kenapa dengan mereka?" tanyanya lugu. "Bukankah kecelakaan murni, kami berdua menjadi korban kasus tabrak lari?" "Aku berharap seperti yang kau pikirkan. Kepolisian masih menyelidiki kasus tabrak lari, tapi kalian terlihat sebagai sepasang kekasih di mata tunangan dan keluarga, kau segera menyadari, bila mereka sudah... " ucapannya terputus suara kencang yang menggema di lorong ruang tunggu kamar operasi.Tunangan Rashya tergopoh-gopoh lari menghampiri. Sepatu high heels mengetuk keras lantai rumah sakit seperti orang kesurupan. Nizar buru-buru menyambut Marcella, adik dari Arya, sahabatnya sejak mereka kuliah di luar negeri.
"Sebenarnya apa yang terjadi pada Rashya? Kenapa bisa terjadi kecelakaan seperti ini, bukankah kalian ingin makan siang di cafe tadi?"Pertanyaan beruntun menyudutkan dari mulut tajam seorang gadis cantik kaya raya, angkuh dan sok kuasa menyalahkan sahabat tak mampu menjaga tunangan.
"Cella, dengarkan baik-baik. Aku malah belum sempat bertemu Rashya karena rapat mendadak di kantor, dan terlambat hanya beberapa menit saat tiba cafe, tempat biasa kita makan." Nizar menceritakan awal kejadian. "Ternyata dia menjadi korban dari tabrak lari, lalu aku mengejarnya ke rumah sakit setelah peristiwa itu." Jawaban sahabatnya belum menyenangkan Marcella makin gundah gulana, antara sedih dan marah. Rashya berada di dalam kamar operasi. Sungguh dia merasa bukan seorang kekasih berguna bagi pria yang dicintai.Ketika menoleh ke seorang gadis berada di belakang Nizar, kontan luar biasa marah muncul begitu saja, dan wajah cantik berubah bagai setan betina yang ganas.
Matanya membelalak tak percaya. "Siapa gadis itu, Zar-? Kau bilang Rashya bersama orang gadis jadi korban tabrak lari, berarti dia telah mencurangi cintaku selama ini!" tuduhnya seketika itu juga. Hah-? Zaphira tersentak mendengar tuduhan konyol. Sontak beranjak menghadapi tunangan Rashya untuk mengklarifikasi pernyataan tak sesuai kenyataan. "Maaf, Nona! Aku belum pernah mengenal tunanganmu, sama seperti dia tak mengenali diriku!" "Tidak mungkin!" Marcella menuding ke gadis asing mulai dibencinya sejak pertama kali melihat. "Kalian pasti punya hubungan di belakang-ku! Buktinya Rashya pergi makan siang denganmu ke cafe, sengaja mengajak Nizar untuk menutupi rahasia kalian!" Zaphira tidak terima disalahkan dalam kasus yang dia pun menjadi korban tabrak lari, bukan perselingkuhan yang disangkakan oleh gadis begitu cinta mati terhadap pria bernama Rashya."Kau salah sangka, Nona! Kami tak memiliki hubungan apa pun. Aku juga baru bertemu Mas Nizar di rumah sakit, lalu bagaimana mungkin, main tuduh seenaknya seperti itu?"
Marcella mengusir dengan tegas gadis liar penghalang hubungan mereka. Hanya dia berhak atas kekasihnya, calon suaminya. "Dasar jalang tak tahu diri! Rashya itu milikku, dan kami akan menikah sebentar lagi. Pergilah dari sini, kehadiran dirimu membuatku muak!" Nizar langsung melerai dua gadis yang tiba-tiba bertengkar di luar kamar operasi. Kegaduhan luar biasa dan ditonton banyak orang memalukan diri mereka. "Cella-! Hentikan tudingan kasarmu tak berdasar sama sekali. Rara menolong kekasihmu sampai ke rumah sakit. Jika tidak ada dirinya, bisa kau bayangkan Rashya tewas di jalan tanpa ada seorang pun membantu!" "Dasar pembohong! Ternyata kalian berdua memang bersekongkol!" tatapan Marcella tajam dan sinis. Keributan sengit antara mereka hingga tidak menyadari kedatangan keluarga Rashya yang mendengar seluruh cacian calon menantu Tuan Imran Nadhirrizky. Ehem-! Dehaman keras Tuan Imran Nadhirrizky mengagetkan ketiga anak muda. Marcella dan Nizar langsung kaku memandang ayah Rashya yang tiba lebih cepat dari dugaan mereka. "Aku menyimak ucapan kalian semua. Pergilah kalian beristirahat, biar aku menunggu di sini sampai Rashya keluar dari kamar operasi!" perintahnya tegas. Marcella menolak, menyikut lengan sahabat agar turut mendukung, "Tapi aku 'kan tunangannya Rashya, dan Nizar sahabatnya. Kami ingin tetap di sini untuk menemani Om Imran dan Tante Sisca." Alasan yang kuat tetap bersama calon mertua demi menyingkirkan gadis sialan secara diam-diam dari lorong rumah sakit. "Pergilah, minum atau makan agar hati dan pikiran jadi tenang!" seru Tuan Imran lagi. "Sementara aku ingin berbicara dengan gadis penolong anakku!" Deg-! Jantung Zaphira berdegup tak karuan berusaha mundur teratur ketika pria paruh baya itu menatapnya dalam. Marcella dan Nizar menghindar meninggalkan medan pertempuran di antara gadis asing dan Tuan Imran.Nyonya Sisca Nadhirrizki mencibir sinis. Ketika pertama kali melihat gadis miskin begitu berani menantang calon mantu kesayangan menganggap Zaphira tak pantas bersanding putranya yang gagah dan tampan, pengusaha terkaya di negeri ini.
Dia bukan dari kalangan atas seperti Marcella, dan Nizar dikenal sangat baik sejak kuliah bersama Rashya dan Arya di luar negeri. "Papa, tolong tangani gadis itu! Kepentingan apa terus berada di sini, jika bukan karena meminta imbalan yang besar setelah menyelamatkan putra kita? Aku pergi menemani Marcella dan Nizar saja." Posisi Zaphira makin terdesak. Rasa bersalah yang membuat bersikeras tetap berada di sini. Suasana hening dan sunyi ketika mereka telah pergi. Sulit baginya berkata jujur ke orang berkuasa bersikap semena-mena. Salah sedikit saja malah jadi sasaran kemarahan mereka. Dari penampilan orang tua Rashya memang mudah ditebak berapa besar kekayaan mereka. Tuan Imran pengusaha kaya, ber-jas licin halus, bersepatu mahal hitam mengkilap, dan arloji mewah di tangan. Nyonya Sisca tampil glamour, menjinjing sebuah tas mewah ratusan juta bagai kaum sosialita. Blus cantik dikenakan dari karya desainer ternama, dan kulit mereka begitu mulus terawat tanpa noda. Memang benar dikatakan Nizar tentang sikap tunangan dan keluarga Rashya menghadapi peristiwa ini. Mereka menganggapnya seperti pengemis yang mengiba imbalan setelah membawa korban tabrak lari yang ternyata putra pengusaha kaya raya. Akhirnya, Tuan Imran membuka percakapan. "Apa kau bernama Zaphira yang menolong anakku, Rashya?" "I-iyaa, Tuan. Aku Rara. Maaf atas kesalahpahaman barusan. Sebenarnya bukan aku menolong putra anda, te-tapi Mas Rashya yang menyelamatkanku," terbata-bata menjawab. "Okay, bersikaplah tenang, kemudian ceritakan seluruh kejadian sebenarnya yang menimpa kalian berdua." Tuan Imran mempersilakan gadis muda duduk kembali. Dengan menunduk dia menyampaikan tentang kasus tabrak lari siang tadi, tanpa dibumbui apapun demi mengikis tudingan kejam dari ibu korban dan Marcella yang mengira dia mengambil keuntungan. Berulang kali ayahnya Rashya terlihat mengernyitkan dahi dan memegang dagu saat mendengar keterangan Zaphira. Penuturannya persis dikatakan pihak kepolisian ketika menghubungi sebagai orang tua dari korban yang terluka parah. Tidak ada yang ditutupi dari mulut kecil gadis itu. Saksi di tempat kejadian melihat sebuah sedan penabrak yang langsung kabur meninggalkan dua korban di jalanan. "Maafkan aku, Tuan. Semua memang salahku, kurang berhati-hati ketika menyeberang jalan, hingga putra anda ikut menjadi terluka parah sekarang ini," semakin merasa bersalah tiada habisnya Belum sempat Tuan Imran menjawab tiba-tiba ruang operasi terbuka lebar. Seorang dokter ahli bedah keluar mencari keluarga pasien. Kontan saja beranjak diikuti gadis muda yang berada di samping. "Dokter, bagaimana keadaan putraku, apa dia dapat selamat? Tolong lakukan semua yang terbaik untuknya. Soal biaya tidak jadi masalah, aku akan penuhi seluruh perawatan di rumah sakit berapapun nilainya!" Sang dokter memandang ayah pasien yang sangat mampu membeli sebuah rumah sakit sekalipun jika perlu. "Tenanglah Tuan, sekarang kami sedang berusaha dan membutuhkan para pendonor. Putra anda kehilangan banyak darah sejak dibawa ke sini." Pihak rumah sakit sedang mengecek bank darah di pusat, tapi dokter meminta keluarga pasien menghubungi kerabat dan keluarga yang mempunyai golongan sama. Dokter menyebut golongan darah Rashya, dan Tuan Imran langsung mengontak ke sekretaris kantor untuk meminta bantuan karyawan yang memiliki jenis darah dibutuhkan putranya dengan imbalan besar. "Maaf, Dokter." Dengan spontan dia meyela di tengah suasana mencekam. "Bolehkah aku ikut mendonorkan? Golongan darah Mas Rashya sama denganku!" Dokter bedah dan Tuan Imran terkejut ketika seorang gadis mungil mengajukan diri. "Oh sangat boleh, nanti perawat memeriksamu lebih dulu sebelum mengambil darah. Duduklah, dan jangan kemana-mana lagi."Lalu, memanggil para perawat memecah ketegangan menjadi sedikit kegembiraan. Pendonor pertama telah ditemukan begitu dekat dengan mereka. Tak lama kemudian menyiapkan peralatan demi menyelamatkan pasien dari keluarga terpandang.
Zaphira diajak ke ruang periksa untuk diambil darah secepatnya. Pandangan Ayah Rasya sempat tertegun mengiringi kepergiannya. Kini situasi menjadi terbalik, putranya telah menyelamatkan gadis itu dari sebuah tabrakan mobil, tapi malah ditolong dengan bantuan tak disangka-sangka mereka.
Seorang gadis lugu yang malang memiliki jiwa kemanusiaan.
***Sore hari Bramastra menjumpai Rasyha di rumah sakit. Kabar Zaphira pingsan didengar dari Mala yang begitu khawatir Arzu pergi tanpa ada menemani. "Hai, bro!" sapanya ke pengantin baru berada di luar kamar rawat inap. "Istrimu bilang kau ke sini diam-diam tanpa diketahui orang tua-mu." Arzu menyalami pengacara keluarga, "Eh iya, Bram. Aku khawatir Mama dan Papa panik kalau mendengar Rara dirawat, jadi lebih baik sendiri saja ke sini. Temui mereka ada di dalam sekarang." Oh, okay. Sebelum dia masuk sempat menyampaikan kebingungan atas keputusan Tuan Imran tadi pagi. "Ada apa dengan kalian sebenarnya, kenapa tuntutan hukum atas Marcella ditarik begitu mudah?" Adik Rashya meluapkan kekesalan yang sama, "Papaku yang memutuskan, dan sahabatmu setuju padahal aku tidak. Jalang itu sangat berbahaya dibebaskan tanpa ada sanksi hukum yang pasti." Mereka sama-sama tahu, putri Tuan Adi Hadiningrat mengalami masalah kejiwaan setelah gagal menikah dan kecelakaan. Ketika pulih malah sikap
Esoknya, Tuan Adi Hadiningrat dan keluarga langsung mendatangi kediaman Tuan Imran Nadhirrizki untuk meminta maaf. Dengan rasa malu dan terkejut sikap putrinya yang kejam melukai pengantin pria. "Maafkan kami, Mas Imran dan Mbak Sisca. Sungguh tak tahu kenapa Cella tega berbuat begitu merusak nama keluarga dan hubungan baik kita selama ini," ujarnya di bawah tatapan marah semua orang. Dengan suara getir dan wajah sembab usai menangis semalaman, Nyonya Fanny ikut menambahkan, "Mbak Sisca, tolong lepaskan putriku dari tuntutan penjara. Dia memang labil jiwanya sejak kecelakaan tiga tahun lalu." Arzu dan Mala terpaksa belum menikmati bulan madu pernikahan mereka. Ulah Marcella membuat istrinya jadi ketakutan kehilangan suami yang baru dinikahi kemarin pagi. Kini tinggal Rashya dan Zaphira menemani kedua adik setelah Mariana diantar pulang oleh sopir, sementara Bramastra masih mengurus pelaku penusukan di kantor kepolisian. Akhirnya Tuan Imran Nadhirrizki memberikan jawaban ya
Malam resepsi pernikahan Arzu Rakha Kaivan dan Nurmala Sasmita begitu megah dan mewah di sebuah hotel di Jakarta. Sebelumnya ijab kabul dilakukan di kediaman Tuan Imran Nadhirrizki pada pagi hari. Ayu, kakak Nurmala, dengan terharu menyampaikan rasa terima kasih ke keluarga pengantin pria yang telah meminang putri bungsu Pak Kardi. "Tuan Imran, aku tidak menyangka pesta pernikahan adikku hingga sebesar ini. Sayangnya ayah sudah tiada tak dapat melihat kebahagiaan anaknya," cetusnya. Dengan tersenyum ayah Arzu membalas, "Kami yang malah beruntung Mala mau menerima anakku apa adanya, semoga perkawinan ini mengubah sikap dan prilakunya ketika berkeluarga." Kedua anak laki-laki kini sudah menikah. Rashya begitu bahagia dengan anak dan istrinya, begitu juga putra bungsunya. Perbedaan strata bukanlah jadi halangan menggapai impian anak-anak mereka. "Ayu, nanti adikmu tinggal bersama kami saja. Rumah terlalu besar dan sepi tanpa mereka. Nanti kalian dapat sowan kapan saja," Nyonya
"Shya, aku dan Mala ikut ke Bali ya? Kan bisa menjaga Alpine selagi kalian honeymoon!" Arzu membujuk kakak memperbolehkan pergi bersama mereka. "Hey, kau belum menikah sudah main bawa anak gadis orang!" Rashya menggeleng tegas kemauan adiknya yang keras kepala. "Lah, dulu malah boleh kau membawa Rara ke sana!" protesnya keras. "Kan kamarnya juga pisah, bukan jadi satu sama aku. Ayolah bro, kita butuh liburan selepas membantu pernikahan kalian." Zaphira melerai perseteruan mereka dengan mengajak kedua adik ipar ikut serta ke pulau dewata, "Ngga pa-pa Mas, mereka kelelahan empat hari menyiapkan pesta pernikahan kita. Kasih rewards liburan terbaik saja." "Tapi sayang, kita mau honeymoon bukan diikuti adikku terus menerus. Toh mereka setelah menikah bisa pergi sendiri ke sana!" balas Rashya sebal. Tak lama terdengar teriakan Mama tersayang sedang menggendong Alpine dari teras belakang, "Shya, ajak Arzu dan Mala ke Bali biar cucuku ada yang mengurus!" Oh, My God-! Dia langsung
Suara dering gawai berkali-kali mengganggu Angelina di saat keluarganya sedang menghadapi hal genting. "Mau apa menghubungiku lagi?" tanyanya geram. Malam ini dia dan Bhanu Malik terbang ke Surabaya menemani ibunya pulang menemui orang tua, setelah ayahnya memberi tahu pernikahan mereka tak dapat diselamatkan lagi. "Kenapa kalian tak sabar menunggu kedatangan kami di rumah Rara? Bukankah sesuai kesepakatan menuntut brengsek itu membagi aset mendiang suamiku?" protes Nyonya Ella. "Tidak ada kesepakatan apapun dengan Rara. Semua ditangani pengacaranya sekarang! Papa sampai ingin menceraikan Mama-ku bila kami bersikeras. Sebaiknya anda berhenti menghubungiku sejak malam ini!" Angelina Malik melempar gawainya ke sofa. Rencana yang gagal memaksa Zaphira malah berakibat fatal ke keluarganya sendiri. Duta besar pulang ke Bern tanpa membawa anak dan istri sebagai pelajaran mereka. Pertengkaran berikutnya terdengar di ruang tamu, Arini disidang kedua orang tua tak terima sikap menant
Di tengah suasana pesta pernikahan menjelang sore hari, Angelina dan Bhanu menyusun rencana menekan sepupu mereka saat sendirian tanpa didampingi suami dan sahabatnya. Suatu kebetulan Zaphira sedang mengajak putranya yang mengantuk ke kamar untuk beristirahat. Kedua sepupu mengikuti dan menyergap dari belakang. "Rara, kami butuh surat pernyataan mengembalikan hak bagian warisan ayahmu ke keluarga ayahku!" "Hey, apa-apaan ini?" terkejut lengannya dicengkram kencang hampir membuat Alpine terguncang dalam pelukan. Bhanu tidak mau melepaskan meski Zaphira meronta menepiskan tangannya. "Kami datang ke pernikahanmu demi melindungi kepentingan bisnis yang kau rampas kemarin!" "Brengsek kau!" memaki sepupu kurang ajar merusak pesta pernikahan cuma karena harta ayahnya. "Aku tak ada urusan dengan kalian lagi. Semua dikuasakan ke pengacaraku sekarang!" Perseteruan mereka di selasar diketahui pengasuh Nita yang menyusul majikan perempuan menjaga putranya lalu bergegas melaporkan ke T







