Senin pagi, Ervan disibukkan dengan rapat penting untuk membahas kemajuan proyek. Di dalam ruang rapat juga ada Bagus. Mereka membahas beberapa hal penting dan tugas Gea mencatat hasil rapat di buku catatan miliknya.Saat semua orang sibuk bekerja, tiba-tiba seorang wanita nyelonong masuk ke ruang rapat. Padahal rapat masih berlangsung."Mas Ervan!"Semua peserta rapat menoleh ke arah pintu. Ervan dan Gea terkejut melihat kehadiran wanita itu.'Dia lagi!' batin Ervan kesal.Ervan menatap Bagus dan berbisik, "Aku tinggal sebentar ya, Pa.""Iya. Itu siapa, Van?" tanya Bagus yang juga berbisik di telinga Ervan."Itu Intan, Pa. Mantan aku dulu.""Ooh." Bagus hanya ber-oh ria sambil manggut-manggut. Tak ada respon lain.Mendapat persetujuan dari Bagus, Ervan bergegas menarik paksa Intan untuk keluar dari ruang rapat. Membawanya ke ruang kerja dengan rasa kesal.
Tepat di hari Minggu, sesuai dengan kesepakatan bersama dari kedua belah pihak, acara akad nikah pun dilangsungkan di rumah Gea. Sherly juga hadir di acara itu dan memang hanya dialah yang diundang oleh Ervan. Ervan meminta Sherly untuk diam dan tidak memberitahukan pernikahan itu pada karyawan lain. Gea juga meminta hal demikian pada Sherly.Meskipun tampak bingung, Sherly hanya bisa mengikuti perintah saja. Tidak ingin menambah masalah lain lagi dengan Ervan."Bagaimana, Pak? Semuanya sudah siap?" tanya Pak Penghulu."Sudah, Pak," jawab Bagus. "Bisa dimulai sekarang.""Baiklah."Saat hendak memulai prosesi akad, tiba-tiba saja dari arah depan terdengar kericuhan yang membuat semua orang di dalam terkejut.Mereka berbondong-bondong keluar dari rumah untuk melihat siapa si pembuat onar itu. Ternyata ada beberapa preman pasar yang mendatangi rumah Gea sambil mengacak-acak tanaman di halaman depan.
Malam ini, Ervan dan Gea sudah menempati rumah baru mereka. Ervan sengaja memboyong Gea ke rumah yang baru dibelinya beberapa bulan lalu agar orang tuanya tidak banyak bertanya jika kehamilan Gea nanti membesar. Jadi, Ervan berbohong pada Bagus tentang apartemen itu. Ia justru sudah membeli rumah sendiri yang ukurannya cukup besar dengan pekarangan yang luas.Ada tiga kamar di rumah itu. Di lantai bawah kamar asisten rumah tangga, walaupun Ervan belum mempekerjakan siapa-siapa. Sedangkan di lantai dua, ada kamar utama dan kamar tamu."Kamu tidur di kamar tamu," ucap Ervan."Kok di kamar tamu? Nggak di kamar utama?" tanya Gea yang sedikit protes dengan keputusan Ervan.Ervan menatap Gea dengan tajam. "Ini rumah siapa?""Rumah Mas Ervan.""Terus, yang punya hak buat nentuin kamar siapa?" tanya Ervan lagi."Mas Ervan," jawab Gea ketus."Yaudah. Nggak usah protes," ujar Ervan.
"Ma!" teriak Ervan saat tiba di rumah. "Mama!"Mbok Erni tampak lari tergesa-gesa menghampiri Ervan di ruang tamu. "Ada apa, Den?""Mama mana, Mbok?" tanya Ervan."Oh, Mamanya Aden lagi pergi ke butik langganannya. Baru lima menit yang lalu, Den," ujar Mbok Erni.Ervan meremas kertas yang dipegangnya. Kesal sekali Ervan hari ini. Apalagi Mamanya hanya dimanfaatkan oleh Irma untuk membesarkan butik itu. Bahkan toko itu dibeli menggunakan uang Nurma. Ervan sebagai seorang anak tentu tidak terima orang tuanya dimanfaatkan seperti itu.'Ngapain sih Mama dateng ke sana lagi? Males banget nyusulnya.'Mbok Erni masih setia menunggu perintah lanjutan dari Ervan. "Aden mau Mbok bikinkan kopi?""Nggak usah, Mbok. Aku mau nyusul Mama," pungkas Ervan. "Aku pergi dulu, Mbok.""Iya, Den."Ervan kembali ke mobil dan melaju kencang menuju butik Irma. Malas sekali jika harus
Sore hari, sepulang dari shopping, Intan terkejut melihat Irma sedang membereskan seluruh isi butik. Beberapa pakaian yang biasanya dipajang di manekin, kini sudah masuk ke dalam kardus khusus.Intan langsung meletakkan belanjaannya di atas meja kasir, lalu mendekati Irma."Ma, kenapa ditaruh kardus?" tanya Intan heran.Irma melengos setelah menatap Intan dengan sinis. Bahkan enggan menjawab pertanyaan anaknya yang menjadi penyebab semua kekacauan ini. Jika Intan tidak ngotot ingin berbalikan dengan Ervan, mungkin sampai detik ini, Irma masih bisa memanfaatkan Nurma dan menempati butik tersebut."Ma, kalau ditanya itu dijawab dong!" kesal Intan."Mending kamu diam deh!" sewot Irma sambil membanting kardus yang dipegangnya. "Ini semua gara-gara kamu! Dasar nggak becus jadi anak! Bisa-bisanya kamu gagal hancurkan pernikahan si Ervan! Sekarang, dampaknya ke Mama!"Intan mengernyit. Masih belum bisa mene
Selepas maghrib, Gea duduk di kursi yang terletak di balkon kamarnya. Menatap langit yang gelap dan tidak ada satupun bintang di sana. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan.Gea mengusap perutnya yang masih rata. Tiba-tiba saja ia menginginkan sesuatu. Mangga muda."Ya Allah, lagi ngidam mangga muda. Tapi, takut mau nyuruh Mas Ervan," gumam Gea pelan.Hembusan napas lelah pun terdengar. Gea mencoba mengubur dalam-dalam keinginannya itu. Ia juga tidak mungkin meminta tolong pada Sherly karena dirinya belum memberitahu soal kehamilan itu.Beberapa hari lalu, Sherly sempat menanyakan alasan Gea resign dari kantor."Kok lo resign tiba-tiba, Ge? Kan sayang banget," ucap Sherly waktu itu. "Kalau lo kerja, kan lo bisa awasi suami lo yang mesumnya nggak ketulungan itu.""Gue cuma mau fokus ngurus rumah aja, Ly. Kasihan Mas Ervan kalau gue kerja," dusta Gea saat itu."Kan bisa panggil asisten r
Beberapa saat setelah membeli keperluan dapur dan mangga muda, Gea berjalan keluar pasar menuju taksi online yang ia pesan tadi. Taksi itu berada di parkiran. Sang sopir membantu Gea memasukkan barang belanjaan ke mobil.Saat hendak masuk, dari belakang Gea ditarik paksa oleh seseorang. Sampai hijab yang dikenakan hampir terlepas. Gea sontak menoleh ke belakang dengan wajah merah padam karena marah.Tapi siapa sangka? Orang yang menariknya adalah Intan. Entah sejak kapan wanita itu ada di belakangnya."Mbak, apa-apaan sih? Main tarik-tarik orang sembarangan," protes Gea sambil merapikan hijabnya."Dasar pelakor kamu!" tunjuk Intan tiba-tiba ke wajah Gea. "Kamu enak-enak hidup sama pacar orang! Kamu lupa sama ancamanku, hah?!""Ancaman?"'Apa jangan-jangan, nomor yang waktu itu …?'"Iya! Aku pernah kirim pesan ke kamu! Dan kenapa kamu nggak jauhi Mas Ervan, hah?! Kamu pikir ancamanku main-main?!" cerocos Intan tanpa malu.'Oh, ternyata bener dugaanku,' batin Gea.Padahal beberapa orang
Intan yang baru saja kembali ke apartemen dikejutkan dengan semua barang yang ada di depan pintu apartemennya. Matanya membulat ketika sosok pria yang pernah menjadi kekasihnya muncul dari balik pintu.Secara kebetulan pula, Ervan menoleh ke arah Intan yang masih diam mematung, tak jauh dari tempatnya berdiri.'Target muncul,' batin Ervan diiringi senyuman licik di sudut bibirnya.Kedua tangan Ervan masuk ke dalam saku celana dan berjalan elegan mendekati Intan."Aku udah berbaik hati buat ngemasin barang-barang kamu. Sekarang, kamu boleh pergi dari sini," ucap Ervan to the point."Apa maksud semua ini, Mas?" tanya Intan penuh penekanan.Ervan mendecih pelan lalu mengambil dokumen yang dipegang anak buahnya. Dokumen itu berisi data lengkap kepemilikan apartemen, berikut kwitansinya. Untungnya Nurma cerdas. Apartemen yang dibeli itu tetap atas nama Nurma, bukan nama Intan ataupun Irma."