'Yang jelas, Ervan harus bertanggungjawab! Anakku tidak boleh diperlakukan seperti itu!'
"Assalamualaikum."Gea menjawab panggilan telepon dari Sherly saat tengah sibuk mengerjakan pekerjaannya. Ia merindukan Sherly yang hari ini terpaksa pulang karena di-skors. Terlebih, baru saja dia kembali bertengkar dengan atasan tak tahu dirinya itu."Waalaikumsalam," jawab Sherly cepat dari ujung telepon. "Gimana hari ini?""Apanya yang gimana?" tanya Gea tak mengerti. 'Apa Sherly tahu...?'Belum sempat mengatakan apapun, Sherly kembali berbicara panjang lebar, "Ya kerjaannya dong. Kan hari ini lo kerja sendirian. Gimana perasaan anda, Nona Gea Shanindya."Gea sontak tertawa mendengar Sherly menyebut nama panjangnya. Jika sedang kesal, Sherly akan melakukan hal itu. Jadi, bagi Gea, itu sudah biasa."Tuhkan, kebiasaan nih anak. Pasti lagi bengong kan?" terka Sherly semakin kesal.Gea tertawa lagi dan menjawab, "Iya, maaf ya. Jangan ngambek dong.""Udah ah. Males. Mau ngambek aja. Bete."Gea pun menyandarkan tubuhnya di kursi. Punggungnya terasa pegal karena terus menelungkup sejak
"Hu-Hukuman? Hukuman apa, Pak?" panik Gea.Namun, Ervan tidak menjawab dan hanya menyeringai. Tiba-tiba, pria itu menarik tangan Gea hingga jarak mereka cukup dekat. Tanpa memikirkan perasaannya, Ervan mencium bibir ranum wanita itu. Melumatnya dengan kasar."Hentikan, Pak!" teriak Gea sambil terus memberontak.Tapi sayang, Ervan mengabaikan teriakan Gea."Hentikan!" Gea kembali berteriak dan mendorong tubuh Ervan hingga menyentuh pintu.Gea mengusap bibirnya yang ternodai dengan kasar. Air mata sudah mengalir deras. "Apa yang udah Bapak lakuin ke saya, hah?! Bapak mau nodai saya lagi?! Apa belum cukup Bapak buat saya menderita?!""Nggak usah sok merasa paling menderita deh. Kamu tuh bukan siapa-siapa di sini," ucap Ervan tanpa rasa bersalah, "Kalau masih mau kerja sama aku, turuti aja apa yang aku mau. Nggak usah berontak.""Nggak! Saya nggak mau!" tolak Gea merasa terhina. Dia memang berusaha bersikap biasa saja sejak insiden waktu itu. Tapi, Ervan sudah melewati batas! Sejak awal
Mendengar ancaman Gea, nyali Ervan tiba-tiba menciut. Ada rasa kesal. Tapi, Ervan tidak mungkin melanjutkan hasratnya. Bisa heboh satu perusahaan jika Gea benar-benar menyebarkan berita itu. Reputasi Ervan dan keluarganya bisa tercoreng...."Ck! Oke, oke ... aku bakal keluar," ucap Ervan. "Tapi, urusan kita belum selesai. Ingat itu!"Ervan melenggang pergi dengan kesal dan membanting pintu saat keluar. Setelah kepergian Ervan, tubuh Gea lemas sampai terduduk di lantai sambil menangis.Sedangkan Ervan menggeram kesal di ruangannya sendiri karena merasa ditolak oleh wanita itu. Baru kali ini Ervan mendapat penolakan. Apalagi Ervan juga ditampar oleh Gea."Sialan tuh cewek! Berani banget dia nampar pipi gue!" gerutu Ervan. "Nggak terima gue!"Ervan duduk di kursi dengan kasar. "Awas lo, Gea. Gue bakal kasih perhitungan buat lo." ****Gea menatap jam dinding. Waktu jam kerja sudah habis. Pekerjaannya juga sudah selesai. Kini, Gea bersiap untuk pulang ke rumah. Setelah kejadian pukul 10.
Ervan baru tiba di kediamannya dengan raut wajah lelah dan pusing. Bagaimana tidak pusing? Dalam waktu dekat, Ervan harus menikah dengan karyawannya sendiri. Tak pernah terbayangkan dalam benak Ervan, dirinya akan menikah dengan paksaan seperti ini. Semuanya terasa rumit bagi Ervan. Padahal Ervan belum siap dengan komitmen.Pria berusia 30 tahun itu menghempaskan tubuhnya di atas sofa sambil menghela napas lelah.Bagus Pramudji, sang ayah, menghampiri Ervan yang sedang menutup mata di sofa."Ervan," panggil pria berusia 60 tahun itu.Namun, Ervan hanya membuka matanya sekilas, kemudian menutupnya lagi. Setelah itu, ia bertanya, "Apa?""Kalau dipanggil orang tua itu yang bagus jawabnya. Duduk. Jangan tiduran kayak gitu," celoteh Bagus kesal.Ervan mendecak kesal dan terpaksa membuka mata sambil duduk tegak. Ia menatap Bagus yang sudah duduk di sofa satunya lagi. "Ada apa, Pa?""Papa mau tanya soal kemajuan perusahaan. Ada laporan nggak enak yang Papa dapat dari pihak keuangan. Katanya
"Kayaknya udah kebelet deh, Ma," celetuk Bagus. "Maklum, dia kan bolak balik ganti pasangan. Tapi nggak ada yang langgeng."Suasana tegang tiba-tiba berakhir setelah celetukan dari Bagus. Ervan hanya bisa bersungut menatap sang ayah yang tidak bisa mengendalikan ucapannya. "Nggak gitu juga kali, Pa. Aku nikah kan karena desakan kalian juga. Memangnya mau aku jomblo terus?""Ya nggak dong," ujar Nurma."Yaudah. Besok biar aku bawa dia ke sini. Sekalian kenalan sama Mama. Kalau Papa udah tahu orangnya. Aku mau mandi dulu. Gerah," pamit Ervan dan langsung beranjak pergi ke kamar sambil memungut dasi dan jas yang terjatuh di lantai.Sedangkan Bagus dan Nurma tampak tersenyum bahagia. Walaupun dadakan, mereka tetap senang karena Ervan akhirnya akan melepas masa lajang dalam waktu dekat."Punya mantu kita, Ma!"****Di tempat lain, Gea juga menceritakan rencana pernikahannya dengan Ervan pada sang Ibu. Hal tersebut tentunya membuat sang Ibu yang bernama Lastri Haryani hampir pingsan mende
Untungnya, Gea dapat mengendalikan ekspresinya dengan cepat. Dia tidak mau diejek oleh pria di hadapannya ini."Ooh," ucap Gea singkat."Gitu aja responnya?"Ervan menatap Gea penuh selidik. "Hhm?" Gea menatap bingung. "Terus, saya harus gimana dong?""Ya, setidaknya seneng gitu. Happy. Bukannya cewek-cewek bakalan happy ya kalau dikenalin ke calon mertuanya? Kamu kok enggak?"Gea menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia juga bingung harus bereaksi apa. Dia memang terkejut karena belum pernah mengalami hal ini sebelumnya. Tapi, apa harus senang menemui orang tua dari pria yang telah menodainya?"Ehm, ya mungkin karena kita nggak saling cinta kali," ujar Gea asal. "Makanya saya biasa aja. Bapak, eh Mas Ervan juga nggak cinta kan sama saya?"Deg!Kini, gantian jantung Ervan berdetak kencang. Entah apa yang terjadi, yang jelas, dirinya hanya bisa mendengus kesal. Ia tidak menduga respon Gea akan seperti itu. Memang mereka menikah tanpa cinta. Tapi, setidaknya berikan respon yang bisa mem
"Ups!" Gea menutup mulutnya karena sudah salah panggil. "Iya, maaf. Kok nomornya beda?" tanyanya kemudian."Bedalah. Ini nomor khusus. Yang biasanya nomor untuk kantor sama yang lain-lain. Ini khusus buat nelpon kamu sama orang tuaku aja."Gea mengatupkan bibirnya. Merasa dispesialkan oleh pria sangar nan menyebalkan itu. "Nggak usah mikir yang aneh-aneh dan nggak usah kepedean," celetuk Ervan tiba-tiba."Ish!" desis Gea kesal."Yaudah jangan lupa disimpan."Bip!Belum sempat Gea menjawab, panggilan sudah diakhiri oleh Ervan. Gea yang geram dan kesal hampir saja melempar ponselnya."Huft!"Emosi Gea terus terkuras hari ini hanya karena berhadapan dengan makhluk kurang ajar itu. Gea pun memutuskan untuk tidur.Mulai detik ini dan seterusnya, Gea harus terbiasa dengan sikap Ervan yang labil seperti anak ABG, meskipun usianya sudah 30 tahun!*****Gea tiba di kantor pukul 07.30 pagi, seperti biasanya. Meski dia sebentar lagi akan menjadi istri dari pria itu, Gea tidak bermegah diri. Dia
Belum sempat membalas, Ervan sudah berjalan santai keluar dari ruangan Gea. Pria itu seolah tak peduli dengan ocehan Gea. Dia menganggapnya sebagai pembalasan dendam karena Gea sudah berani melawannya akhir-akhir ini."Ih!" Gea menghentakkan kakinya ke lantai. Menatap Ervan yang sudah menghilang di balik pintu. "Ngeselin banget tuh orang! Andai cekik orang nggak berdosa, udah gue cekik dia sampai mati! Ya Allah, kok ada sih cowok nyebelin kayak dia? Sumpah, bisa makan hati gue."*****Sesuai dengan janji, Gea diajak Ervan untuk menemui Nurma dan Bagus di rumah. Sebelumnya, Gea sudah bertemu Bagus saat di kantor. Tapi mereka tidak terlalu banyak bicara karena kesibukan masing-masing. Dan sore ini, Gea dan Ervan akan membahas masalah pernikahan dadakan itu.Sesampainya di rumah Ervan, Gea disambut baik oleh Nurma dan Bagus. Ada sedikit rasa gugup di hati Gea karena harus bertemu camer alias calon mertua."Ma, ini dia cewek yang Papa bilang tadi," ucap Bagus sumringah."Wah, ternyata ka