Share

Bab 3 Hukuman

"Assalamualaikum."

Gea menjawab panggilan telepon dari Sherly saat tengah sibuk mengerjakan pekerjaannya. Ia merindukan Sherly yang hari ini terpaksa pulang karena di-skors. Terlebih, baru saja dia kembali bertengkar dengan atasan tak tahu dirinya itu.

"Waalaikumsalam," jawab Sherly cepat dari ujung telepon. "Gimana hari ini?"

"Apanya yang gimana?" tanya Gea tak mengerti. 

'Apa Sherly tahu...?'

Belum sempat mengatakan apapun, Sherly kembali berbicara panjang lebar, "Ya kerjaannya dong. Kan hari ini lo kerja sendirian. Gimana perasaan anda, Nona Gea Shanindya."

Gea sontak tertawa mendengar Sherly menyebut nama panjangnya. Jika sedang kesal, Sherly akan melakukan hal itu. Jadi, bagi Gea, itu sudah biasa.

"Tuhkan, kebiasaan nih anak. Pasti lagi bengong kan?" terka Sherly semakin kesal.

Gea tertawa lagi dan menjawab, "Iya, maaf ya. Jangan ngambek dong."

"Udah ah. Males. Mau ngambek aja. Bete."

Gea pun menyandarkan tubuhnya di kursi. Punggungnya terasa pegal karena terus menelungkup sejak tadi di atas meja. "Ya udah, biar nggak bete, entar mau dibelikan es krim atau nggak?"

"Nggak."

"Dih, sok nolak. Entar disodorin juga langsung dimakan," ledek Gea.

Terdengar tawa Sherly menggelegar di telinga Gea. "Iya deh mau. Nanti lo mampir ke rumah gue, kan?"

"Iya. Nanti gue mampir bentar," jawab Gea.

"Oke deh. Gue tunggu. Ya udah, lo kerja lagi ya. Gue mau tidur dulu. Tata!"

Gea tersenyum. "Tata! Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Tut!

Setelah Sherly menjawab salamnya, Gea segera mematikan panggilan dan menyimpan ponselnya di saku celana. Gea kembali menatap layar komputer yang masih menyala untuk kembali bekerja. Tapi, sang pengacau kembali datang dengan tatapan yang tidak ramah.

Dengan sangat terpaksa, Gea berdiri dan membalas tatapan pria itu. Gea melirik sekilas ke arah berkas yang menumpuk di tangan Ervan. Sudah pasti berkas itu akan Ervan jadikan senjata untuk membuat Gea lelah hari ini.

Brak!

"Periksa berkas ini dalam waktu dua puluh menit!"


Benar dugaan Gea. Berkas itu langsung Ervan berikan kepada Gea dengan kasar. Untung saja Gea sigap menerimanya. Jika terjatuh, Ervan akan semakin marah.

"Ingat, dua puluh menit!"

"Baik, Pak," jawab Gea dengan nada ketus.

Perutnya juga sedikit mual saat mencium parfum Ervan. Mungkin pengaruh dari kehamilannya. Entahlah. Gea juga tidak terlalu paham karena ia belum pernah merasakan ngidam.

Ervan bergegas keluar dan sedikit membanting pintu. Membuat Gea sedikit terkejut.

"Astaghfirullah," ucap Gea sambil mengelus dada.

***

Dua puluh menit kemudian, Gea sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Ia bergegas membawa berkas itu ke ruangan Ervan. Gea mengetuk pintu ruangan Ervan beberapa kali, namun tidak ada sahutan dari dalam.


"Lagi pergi kali ya," gumam Gea.

Dengan tanpa mengurangi rasa hormat, Gea memutuskan untuk masuk karena kebetulan pintunya tidak dikunci.

Saat masuk ke dalam, kelopak mata Gea melebar. Tubuhnya mendadak kaku dengan jantung yang berdegup kencang. Tatapan matanya tertuju ke arah sofa, dimana seorang pria dan wanita sedang bergumul di sana tanpa menggunakan pakaian apapun.


Ervan yang menyadari kehadiran Gea langsung mendorong wanita yang sedang menikmati permainannya di atas Ervan. Pria itu tampak gelagapan dan memakai pakaiannya dengan asal. Sementara wanita yang didorong justru tampak santai dan tetap membiarkan tubuhnya transparan seperti itu.

"Lain kali ketuk pintu dulu!" bentak Ervan sambil menyugar rambutnya ke belakang.

Gea masih saja membisu. Ia langsung teringat dengan kejadian waktu itu. Kejadian Ervan merenggut paksa kesuciannya. Jika saja tak mengingat dirinya butuh pekerjaan, sudah pasti pria itu telah ia pukuli sampai babak belur!

Namun, Ervan justru terlihat santai. Pria itu menatap Gea yang tidak memberi respon apapun. Bahkan, ia menepuk pundak  Gea, hingga perempuan itu pun tersadar dari lamunannya.

"Ma-Maaf. Tadi saya udah ketuk pintu. Tapi nggak ada suara apapun," ucap Gea lalu menyerahkan berkas itu pada Ervan. "Ini berkasnya udah siap. Saya permisi."

Gea segera keluar dari ruangan tersebut. Sebelum sampai ke ruangannya, Gea sudah merasakan mual di perutnya. Hingga Gea berlari ke arah toilet. Gea memuntahkan cairan kental itu lagi. Untung saja toilet sedang sepi. Jadi, tidak akan ada yang curiga padanya.

Gea membasahi bibirnya dengan air di wastafel, lalu mengeringkannya dengan tisu. Setelah itu, Gea tidak langsung balik ke ruangan. Ia menunggu beberapa saat di toilet sambil bersandar di dinding. Adegan tak senonoh di ruangan Ervan masih berseliweran di pikirannya.

"Hhh! Sial banget gue lihat yang gituan!" Gea memukul kepalanya beberapa kali. "Bisa-bisanya gue punya boss mesum kayak dia dan dihamilin orang macam Ervan. Gimana nasib gue kalau nikah sama tuh orang?"

Gea bergidik saat membayangkan pernikahannya dengan Ervan.

"Gea!"

Gea terkejut setengah mati saat seseorang memanggilnya. "Eh, Lia?"

'Apa dia denger ucapanku barusan?' batin Gea panik.

"Ngapain lo bengong di sini? Entar kesambet setan loh," ucap Lia akhirnya. Wanita yang bekerja sebagai staf keuangan di perusahaan ini mulai menatap Gea curiga.

"Eh, anu, gue tadi …."

"Lo dipanggil Pak Ervan. Tadi dia nyariin lo di ruangan." Lia memotong kalimat Gea.

Gea mengernyit heran. "Mau ngapain?"

"Nggak tahu. Buruan disamperin. Entar ngamuk tuh orang," ujar Lia mengingatkan.

"Oh, oke. Gue duluan ya," pamit Gea.

Gea pun kembali berjalan menuju ruangan Ervan. Seperti kata Ervan, ia harus mengetuk pintu terlebih dulu. Tapi kali ini, ketukan itu cukup keras.

"Masuk!" perintah Ervan dari dalam.

Gea bergegas masuk sambil mengedarkan pandangan ke arah lain. Wanita itu sudah tidak ada. 

Tapi, ada hal yang lebih mengejutkan lagi untuk Gea. Ervan tiba-tiba menutup pintu dan menguncinya. Ternyata, sedari tadi Ervan berada di balik pintu.

Gea berbalik badan dan terkejut. Tatapan Ervan tak biasa kali ini--seperti waktu itu.

Alarm di tubuh Gea sontak berbunyi. "Bapak mau apa?!"

"Aku mau kasih hukuman buat kamu." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status