Raut wajahnya Alisa tampak terkejut mendengar pertanyaan tersebut. Kebingungan kemudian mengambil alih kerutan di sekitar wajahnya seolah-olah pertanyaan yang sangat sederhana begitu sulit untuk dipecahkan jawabannya yang sebenarnya Alisa sudah tahu betul jawabannya.
“Apa yang harus aku katakan sekarang? Mungkinkah aku harus menjawab sejujurnya? Ti–tidak boleh begitu! Nama baik nenek bisa ikut tercemar di hari yang indah ini. Aku hanya bisa memikirkan jawaban lainnya yang tidak terlalu berterus terang. Meski harus berbohong sekali pun, itu lebih baik daripada mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak diketahui khalayak umum!”
Alisa tampak diam di mana hatinya tengah bergejolak dengan perdebatan atas pertanyaan yang terdengar sederhana dari Dekan sebelumnya. Bibirnya mengerucut seakan-akan tak ingin mengatakan apa pun juga meski sebenarnya sudah di ujung lidahnya hendak diucapkan olehnya.
“Baiklah…, sebenarnya saya hanya mau ngomong berdua dengan Alisa. Karena itulah saya datang menyapa sampai ke sini. Alisa, bisakah kamu mengikuti saya terlebih dahulu? Ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan kepadamu. Harap ikut dengan saya karena ini perkara yang sangat penting!”
Belum sempat Alisa selesai dengan dilemanya, sang Dekan malah mengalihkan topik dengan cepat bahkan sebelum pertanyaan dijawab oleh Alisa. Semua orang cukup terpana mendengarkannya dan langsung memandang ke arah Dekan yang perlahan berbalik dan melangkah menjauh dengan hormat.
Alisa juga terkejut sekali sebelum akhirnya tak berpikir panjang hanya bisa menganggukkan kepalanya kepada semua orang termasuk teman-temannya untuk berpamitan mengikuti arah kepergian sang Dekan yang kian menjauh tersebut.
“Hmm…, nenek? Apakah Alisa memiliki nenek yang hadir di acara wisuda ini?”
“Iya, Pak! Alisa dan neneknya hidup berdua saja sebab kedua orang tuanya Alisa dikabarkan telah tiada. Jadi, tidak heran kalau seharusnya hanya nenek Alisa saja yang dapat menghadiri acara wisuda ini. Hanya saja, saya tidak menjumpainya sejak tadi. Pertanyaan Dekan juga mengejutkan saya. Seolah-olah, Dekan dan neneknya Alisa tampak dekat. Mungkinkah Bapak tahu hubungan keduanya?”
“Entahlah…, saya mana tahu hal semacam itu. Keberadaan neneknya saja baru saya ketahui hari ini. Di sisi lain, sebenarnya saya jauh lebih penasaran dengan kira-kira hal semacam apa yang akan dibicarakan oleh Dekan kepada Alisa dan seberapa pentingnya topik pembicaraan mereka sampai harus berdua saja?!”
Seorang dosen dan teman dekatnya Alisa saling berbincang sambil melihat ke arah kepergiannya Dekan dan Alisa yang sudah tak terlihat lagi sejauh mata memandang. Lagi pula, kerumunan orang-orang tak perlu diragukan menjadi alasan keduanya dapat lenyap dari jarak pandang meski hanya beberapa langkah menjauh.
Tak…! Tak…!
Langkah kakinya Alisa beserta sepatu hak–nya yang begitu kokoh berdiri berpijak berulang kali ke atas lantai. Awalnya, suaranya tidak terdengar terlalu nyaring sama sekali. Namun, seiring menjauhnya Alisa melangkah dari kerumunan orang-orang yang sangat ramai dengan perbincangan mereka menjadikan langkah kakinya kian terdengar begitu jelas.
Apalagi, saat ini dia tengah keluar dari ruangan megah tempat acara wisuda sebelumnya berlangsung dan berjalan menuju lorong yang mulai bertahap menjadi sunyi tak ada seorang pun dan bahkan terasa tidak ada makhluk hidup seperti seekor nyamuk pun.
“Mau dibawa ke mana aku ini? Mungkinkah Dekan benar-benar tersinggung marah sekali karena aku tidak menjawab pertanyaannya? Hmm…, tidak mungkin begitu, kan?! Hanya masalah sepele seperti itu seharusnya tidak akan cukup sampai membuat beliau marah!”
“Kalau bukan itu alasannya, lalu hal apalagi yang perlu dibicarakan di hari wisuda hingga begitu mendesak sampai harus melangkah sejauh ini? Apa benar-benar ada masalah denganku atau sebenarnya masalahnya ada pada Dekan itu sendiri?”
Alisa terus bertanya-tanya jauh di pikirannya sambil terus melangkah maju mengikuti setiap langkahnya sang Dekan. Menatap punggung nenek tua yang sudah begitu rentan untuk berjalan tersebut membuat Alisa merasa tak nyaman.
Alhasil, wanita cantik yang berhati baik tersebut ikut mempercepat langkahnya sebelum berada di sisi sang Dekan sambil memegang tangannya beliau. Tampaknya, Alisa begitu ingin membantu agar sang Dekan tidak perlu takut terjatuh saat tengah berjalan.
“Hmm…? Terima kasih,” gumam Dekan sebelum mengucapkan dengan lantang.
Alisa tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya. Dia melihat Dekan seperti neneknya sendiri. Dengan begitu, perasaan lemah lembut dan kasih sayang terpancar begitu jelas dari raut wajahnya tersebut.
Keduanya terus saja melangkah jauh sampai akhirnya tiba tepat berdiri di depan pintu suatu ruangan. Alisa terkejut melihat ruangan tersebut sebelum meneguk air ludahnya sendiri melihat ruangan yang seharusnya tidak pernah dimasuki oleh siapa pun.
“Ruangan Dekan?! Bukankah seharusnya tempat ini hanya boleh dimasuki oleh Dekan itu sendiri? Mengapa aku diajak ke salah satu tempat terlarang di seluruh penjuru Universitas Bulgasaru ini?” batin Alisa tampak kebingungan dengan sendirinya dengan keraguan merembes jauh ke dalam hatinya.
Universitas Bulgasaru ini sangatlah luas dengan berbagai macam tempat unik dan umum yang mana sudah seharusnya dimiliki oleh salah satu dari sekian banyak Univer elit di Negara Donensa ini.
Hanya saja, banyaknya tempat yang ada di sekitar sana, tidak sedikit pula tempat-tempat yang berdiri menjadi bagian dari rentetan tempat terlarang bagi semua orang khalayak umum untuk dimasuki dengan alasan apa pun.
Hanya segelintir orang bahkan satu atau dua orang saja yang terkadang diizinkan untuk memasuki tempat terlarang tersebut. Bahkan nyamuk dan lalat sekali pun tidak berani mendekati tempat terlarang mana pun.
“Hmm? Tunggu! Bukankah kalau begitu hal ini semua hanya kesalahpahaman? Beberapa artikel jauh-jauh hari mengatakan kalau perusahaan Zombiek Group besar kemungkinan di bawah kendali Keluarga Bins Haekal sedangkan pada hari ini terkesan tidak demikian. Entahlah, yang penting masih masuk bagian daripada Keluarga Bins Haekal! Yang lainnya, aku tidak terlalu peduli!” pikir Alisa mulai memahami sebelum teringat adegan kasarnya Rensakar sebelumnya sewaktu rapat berakhir benar-benar terasa sangat dingin.Dengan pikiran seperti itu, Alisa juga tidak lagi berusaha bersimpati terlalu berlebihan terhadap atasannya sendiri yang bersikap kasar itu setelah dirinya berusaha untuk membantu. Memang benar kalau dilihat di sisi lain sosok Alisa di dalam rapat sebelumnya hanya beban hingga pemicu penyerahan Rensakar.“Hmm…, aku benar-benar bingung. Haruskah aku marah kepada Rensakar? Atau mungkinkah aku sebaiknya meminta maaf? Lagi pula, tekad pria aneh itu benar-benar kuat bahkan begitu keras kepala untu
“Lebih baik, kita segera keluar terlebih dahulu. Masalah ini mungkin saja masih ada harapan untuk diselesaikan baik-baik. Misalnya saja, kamu bisa segera kembali ke Keluarga Bins Haekal sebelum menggunakan statusmu untuk merebut perusahaan Zombiek Group ini kembali! Bagaimana menurutmu?” ucap Alisa dengan lembut dan tulus mencoba untuk benar-benar meredakan amarahnya Rensakar.Rensakar melirik tajam ke arah Alisa sebelum berkata, “Hmph! Tahu apa kau dengan urusan keluargaku, hah?! Kalau bukan karena dirimu ikut campur tadi, aku sendiri sudah cukup bertahan tanpa perlu berkata-kata sedikit pun untuk menyerah! Hasil akhir ini semua karena ulahmu yang ikut campur terlalu jauh!”Perkataan Rensakar sangat dingin langsung membekukan hatinya Alisa. Wanita cantik tersebut mengerutkan keningnya mendengar perkataan yang begitu kasar dan sangat menyalahkan dirinya tersebut. Semuanya terdengar sangat tidak pantas sama sekali.“Apa maksudmu? Saya hanya berusaha untuk membantu Bapak tadi!” ujar Ali
“Kurang ajar! Beraninya kamu menyerang Kepala Keluarga Bins Haekal, hah?! Tidak tahu diuntung!” teriak seorang pengawal di sisinya Burhan setelah menyadari kalau Alisa benar-benar begitu berani memberikan tekanan Energi Adidaya kepada atasannya.Sesuatu yang tidak akan pernah disangka oleh siapa pun termasuk Rensakar apalagi para pengawal tersebut ternyata terjadi begitu saja tepat di hadapan mereka. Sang pengawal segera membalas tekanan Energi Adidaya yang dipancarkan oleh Alisa.Boom…!“Urgh…!” Alisa langsung merintih kesakitan tak kuasa menahan tekanan hebat yang kali ini dilancarkan oleh pengawalnya Burhan kepada dirinya secara langsung dan terbuka.Benar saja, kekuatan pengawal di sisi Burhan saat ini jauh lebih kuat dari Alisa. Dengan demikian, hasil akhirnya sudah diputuskan sejak pertama kalinya Alisa membuat keputusan untuk memarahi ayahnya Rensakar. Keputusan yang terburu-buru mengundang lirikan matanya Rensakar yang awalnya meredup perlahan-lahan mulai berkobar penuh semang
Luapan Energi Adidaya begitu luas dan mengerikan terpancar dari sekujur tubuhnya yang semakin intens seiring waktu berjalan.“Aku bilang cukup, sialan kau!” teriak Rensakar meraung keras berkata-kata kasar kepada ayahnya sendiri.Boom…!Energi Adidaya yang jauh lebih besar dan mengerikan terpancar dari sekujur tubuhnya Burhan seolah hal inilah bentuk respon sang ayah kepada putra bejat dan nakalnya tersebut. Ekspresi wajahnya Burhan sangat jelek dan muram tidak sedap dipandang sedikit pun.“Kamu…! Beraninya kamu terus menolak perintahku, hah?! Bocah nakal sepertimu memang harus lebih dididik ulang sampai sadar diri!” teriak Burhan benar-benar sangat marah.“Ha-ha-ha! Mendidikku? Tutup mulut omong kosongmu itu! Sampah sepertimu tidak akan pernah layak mendidikku, tidak akan pernah sama sekali! Jangan kau pikir aku takut denganmu, sialan! Kalau kau masih di sini dengan ocehanmu itu, lebih baik keluar sekarang juga dari perusahaanku!” sahut Rensakar kembali meraung dengan penuh amarah.“
Dengan demikian, mereka hanya bisa bingung melihat keberlanjutan situasi ini. Hanya Rensakar saja mengetahui kebenarannya dan tampaknya dia sendiri tidak akan berusaha untuk menjelaskannya lebih lanjut. Meski begitu, tebakan Alisa mulai bertahap berkembang lebih jauh lagi.Adapun Burhan, dia langsung tertegun dan benar-benar tidak percaya ketika anaknya sendiri tiba-tiba mengumpatnya untuk menutup mulut di depan beberapa orang lainnya ini. Semuanya terjadi begitu cepat bahkan Burhan sendiri tidak dapat mengantisipasi arah kedatangannya.Rasa marah melonjak di hatinya dan seketika raut wajahnya Burhan jelas tampak berkali-kali menyeramkan tidak seperti sebelumnya. Kesuraman penuh ancaman terpancar jelas di sana. Belum lagi, Energi Adidaya tiba-tiba melonjak dan meletus di sekujur tubuhnya Burhan.Inilah amarah seorang pengguna Energi Adidaya Level 99. Bagaimana bisa Burhan tidak marah ketika diejek, ditentang, dan bahkan dipermalukan oleh orang yang sama dalam jangka waktu yang saling
“Pria tua ini sangat tenang dan tegas. Jelas sekali kalau ini adalah kepribadiannya yang sebenarnya. Ada kemungkinan, kalau masalah ini lebih dahsyat dari yang aku bayangkan!” batin Alisa masih berliku-liku dengan pancaran kehati-hatian yang begitu mendalam.Burhan seolah tidak peduli dengan perkataan Rensakar apalagi tatapan mata kesal, bingung, dan canggung semua orang yang menjadi bagian daripada perusahaan Zombiek Group. Semua ini bukan urusan mereka juga, jadi untuk apa repot-repot mempermasalahkan sesuatu yang tidak penting, kan?“Kamu tidak perlu tahu secara menyeluruh. Hanya saja satu hal yang pasti yaitu semua masalah perusahaan Zombiek Group mulai sejak kedatanganku dan seterusnya di masa depan akan diurus secara eksklusif oleh Keluarga Bins Haekal secara langsung. Bukankah hal semacam ini sudah cukup menyelesaikan semua permasalahan dan omong kosong ini, kan?” ujar Burhan jelas secara terang-terangan menyindir sampai membuat ekspresi wajah semua orang cemberut tak senang te