Hari ini langit sangat cerah. Burung-burung gereja juga berarak mrnghiasi pohon-pohon akasia yang ada di sepanjang jalan perumahan. Sudah dua hari ini Keano hanya terdiam. Bahkan kritikan pedas yang kasang diberikan kepada Zahwa lenyap. Zahwa sendiri merasa takut akan tingkah putranya itu. Namun dia akan membiarkan dahulu. Toh dia sudah tahu penyebabnya.
“Keano, siang mama kayaknya bisa jemput. Nunggu mama, ya?” Keano hanya mengangguk kemudian meraih tangan Zahwa untuk dicium. Seperti biasa Zahwa masih rutin mencium pipi manis Keano dan anak laki-laki itu pun tidak menolak atau malu. Mereka sudah berpisah, Keano masuk ke kelasnya sedangkan Zahwa melaju ke tempat kerja. Hari-harinya kini tidak leluasa sejak Andra mengetahui jati dirinya. Semoga saja, Damian tidak menyusul mengetahuinya. Tapi dia sudah berencana untuk pindah. Mungkin saja, nanti akan merendahkan diri dengan menyusul Arsan ke Bandung.
Sempat berpikir untuk menerima
“Ra, maksudku Za ... kenapa?” Andra mengikuti Zahwa dan Ingrid dari belakang.“Za, sepertinya aku harus duluan, deh. Dah Pak Andra ....” Zahwa meminta Ingrid untuk tetap tinggal tapi Ingrid keburu masuk ke dalam lift.“Ra, kamu menghindariku? Aku hanya ingin dekat dengan Keano. Please!” Andra menangkupkan tangannya memelas.“Sudah saya bilang jangan ganggu saya, Pak. biarkan seperti ini. aku dengan kehidupanku dan bapakd engan kehidupan Bapak. Kita tidak akan pernah dapat satu level, Pak.” Zahwa mengucek matanya yang terasa pedih. Dia melepas kaca mata tebalnya. Hanya beberapa detik, kemudian mengenakannya lagi. Ya, lagi-lagi Andra terpesona. Andra memang sudah menyukai Zahwa sejak pertama dulu bertemu. Dia menelan ludahnya dengan susah payah. Tring ... bunyi lift berdentang. Mereka berdua masuk ke dalam lift.“Za, aku ikut jemput Keano, ya?&rdquo
Zahwa dan Andra sudah sampai di sekolah. Terlihat Keano ada di halte itu. lima menit lagi Zahra terlambat Keano pasti sudah naik bus way. Zahra turun dari mobil. Mereka berada di seberang jalan sekarang. Zahra menghampiri putranya tersebut.“Sudah dari tadi, Nak?” tanya Zahwa.“Ya, siapa laki-laki itu!” Sekarang memang dibelakang Zahwa ada laki-laki. Siapalagi kalau bukan Andra yang ikut turun.“Oh, maaf mama lupa. Ini adalah Pak Andra Bos mama.” Andra maju untuk berada sejajar dengan Zahwa agar bisa menjabat tangan Kenao.“Halo, namamu Keano? Nama yang ganteng seganteng orangnya.” Ya, saat melihatnya memang dia sudah sangat tahu bahwa Keano adalah anaknya Damian. Uluran tangan Andra hanya berbuah kehampaan. Kenao tidak meraih tangan itu, sehingga Andra menariknya.“Keano,tidak sopan seperti itu.” Zahwa mengintrupsi kelakuan anaknya pada Andra.“It’s oke, Zah. Tidak masa
Zahwa tidak ke kantor lagi. Dia memilih untuk mandi karena rasa gerah begitu menguasainya. Andra memang tidak mengijinkan dia untuk kembali ke kantor karena sepertinya Keano marah padanya. Selesai mandi, Zahwa datamg ke kamar Keano. Sebelumnya dia mengetuk pintu terlebih dahulu.“Mama masuk, ya?” tanya Zahwa. Dia membuka pintu kamar anaknya.Keano terlihat tak acuh sambil bermain games kesukaannya. Dia bahkan tidak menggubris kedatangan mamanya. Zahwa mengembuskan napasnya sangat berat ketika anaknya sudah mode diam seperti itu.“Keano, boleh mama tahu alasannya kamu tidak suka?” tanya Zahwa dengan hati-hati.“Apa yang mama maksud?” Zahwa mengelus rambut Keano yang hitam.“Sama Om Andra. Kenapa tadi bersikap seperti itu?” Zahwa merangkul putranya tersebut. Dia memandang lekat ke arah putranya tersebut berharap anak laki-laki itu mem
“Ma, Om Arsan sudah selesai denganku.” Zahwa sudah mengenakan sarung tangan siap untuk mengisi pot-potnya.“Bisa tolong pegangi? Mama masih sedikit ribet ini.” Keano dengan sabar mau melakukannya untuk mamanya. Ya, jika dengan Arsan memang Keano mau melakukan apa pun.“Ada apa, Mas. Aku sedang bercocok tanam. Mumpung pulang lebih awal.” Arsan tersenyum. Dia selalu mampu membaca gerak Zahwa dengan baik.“Kau menghindariku?” Zahwa sedikit berubah aura wajahnya. Dari mana Arsan tahu? Bahwa dirinya menghindar.“Perasaan Mas saja. Baiklah aku akan cuci tangan. Mengobrolah dahulu dengan Keano.” Zahwa melepas sarung tangan plastiknya, kemudian mencuci tangannya. Dengan sabar Arsan menunggu sambil sesekali bercanda dengan Keano.“Terima kasih, Sayang. Halo, Mas.” Zahwa berjalan menuju kamarnya.momentum ini akan dia g
Esok hari yang di nanti tiba. Sekarang sudah pukul tujuh malam karena Arsan memang langsung berkendara dari kantor. Dia langsung pulang ke rumah Zahwa tidak mampir ke rumahnya dulu. Suara dentang bel berbunyi menandakan seorang Arsan yang sudah sampai.“Key, minta tolong bukakan pintu. Kayaknya itu Om Arsan deh.” Keano membukakan pintu. Tapi bukan Arsan yang datang melainkan Andra. Maka dengan tidak sopan Keano menutup pintunya kembali bahkan tidak memberi kesempatan pada Andra untuk bicara. Anak laki-laki itu memang selalu frontal jika tidak suka dengan seseorang.“Mana Om Arsannya?” tanya Zahwa sambil meletakkan sayur di atas meja.“Bukan Om Arsan tapi hanya ornag gila.” Zahwa paling tahu Keano. Dia berbohong. Itu pasti bukan orang gila. Astagfirullah ... pasti Pak Andra. Demikian batin Zahwa. Dia bergegas ke depan. Bukan apa-apa, dia masih membutuhkan pekerjaan. Maka Zahwa membuka pintu setelah sampai meraihnya.&ldq
Zahwa pasrah kalau Arsan sudah bilang seperti itu. Dia pasti akan kalah.Keano tidak akan menggubrisnya. Setelah makan, Zahwa memilih untuk ke ruang kerjanya yang berada tidak jauh dari mereka berdua bermain. “Kalian mau minuman? Aku buatkan sebelum fokus bekerja.” Mereka sudah tidak menggubris omongan Zahwa karena sudah asik dengan dunia games. Zahwa mendengus kalau sudah begini.Zahra membuat susu rendah kalori untuk keduanya. Berdua memang hampir sama kesukaannya. Setelah itu mengupas buah apel dan memotong dadu. Keduanya juga menyukai buah itu. “Jangan curang, Kay. Om sudah lebih dulu sampai.”“Nggak curang, ya?” Keano terlihat antusias memainkan stik PS-nya.“Ini minuman kalian. Bisa-bisanya kalau maen begitu. Mas, sudah malem nggak mandi? Entar masuk angin!” Zahwa memperingatkan.“Sebentar lagi. Aku punya baju di sini nggak?” tanya Arsa
Arsan bangkit dan meraih susu rendah kalori yang ada di meja kemudian menenggaknya. Dia kembali ke kursi yang tadi didudukinya. “Kau ingin pernikahan sederhana? Bukankah ini sekali seumur hidup? Kau tidak ingin membuat semua ornag terkesan?” Zahwa menggeleng. Dia tidak ingin jadi bahan pergunjingan. Baginya cukup sakit ketika mendapati dirinya jadi bahan olok-olok saat di Surabaya dulu karena pulang kerja dari rantau bukannya membawa banyak uang tapi membawa janin. Tatapan nyalang itu tidak pernah akan hilang dari pikirannya.“Baiklah kalau begitu kita menikah di KUA saja. Minggu kita akan fitting baju pengantin. Aku pulang dulu. Terima kasih untuk melewati hidup bersamaku.” Satu kecupan singkat mendarat di bibir Zahwa, sehingga wanita itu membatu karena gerakan singkat dari calon suaminya tersebut.Zahwa mengerjap-ngerjapkan matanya, ketika menyadari hanya punggung Arsan yang terlihat di matanya karena lelaki i
Pagi hari selalu sibuk dengan aktivitas di rumah Zahwa. Dia harus bangun pagi hari sekali untuk menyiapkan sarapannya Keano dan dirinya. Juga untuk bekal tentunya. Maka Zahwa sudahmemasak pagi ini. “Keano, habiskan sarapanmu, Sayang. Setelah itu kita berangkat.” Keano mulai melahap roti bakar kesukaannya, ditemani dengan soup yang nikmat. Sesekali dia menyeruput susunya untuk mendorong makanan agar sampai ke lambungnya. Zahwa sudah rapi. Hari ini dia memakai bazer warna biru. Dia sudah menguncir rambutnya separuh di bagian atas, dengan menyapukan make-up yang agak gelap agar kulit awajahnya terlihat sedikit dekil. Jangan lupa kaca mata tebalnya berbingkai warna emas membuat penampilannya jauh dari kata seksi. Bajunya satu ukuran di atas ukuran miliknya. Tidak lupa, jika yang lain berbau khas lily atau vanila, kalau parfum kantor Zahwa berbau melati layaknya orang tua. “Keano sudah selesai makananmu?” tanya Zahwa. Dia memakai sepatu hitamnya yang