Julaika dan Cantika melompat kegirangan mendapatkan kartu kredit dari Darma secara cuma-cuma.
"Benar-benar royal dan baik hati Darma kepada kita berdua. Hanya modal kata-kata manis saja, kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Sungguh beruntung Intan, mendapatkan lelaki sempurna seperti dia. Ceo tampan baik hati, memiliki kepedulian tingkat dewa, meski kita hanya sahabat lama, dia tidak perhitungan dengan harta yang dipunya. Sungguh dia adalah manusia langka pada masa ini."
Cepat tidur, besok kita bekerja sebaik mungkin. Buat dia bangga menerima kita sebagai asistennya. Ambil hatinya, baiki bawahannya, lihat saja, dalam waktu tidak begitu lama, apa pun yang kita inginkan dapat diraih dengan sangat mudah.
"Apa misimu Julaika?"
"Jangka panjang atau pendek?"
"Hidup bahagia berkecukupan. Tanpa kekurangan materi lagi seperti dahulu. Mungkin Tuhan telah mendengar doa kita. Langkah kanan menuju Darma, ternyata sebuah keberuntungan yang tidak akan berulang dua kali."
"Apakah dirimu akan merebut Darma dari Intan?"
"Hahaha, tidak ada berpikir ke arah sana saat ini. Status bukanlah jaminan hidup bahagia. Aku ingin bebas menikmati apa pun, tanpa ikatan yang mengikat. Butuh waktu untuk berpikir ke arah sana. Biarkan mengalir seperti air. Ke mana hati ini menuju, aku pun tiada tahu. Yang jelas tidak akan menyakiti sebuah hati, hanya untuk mendapatkan cinta."
"Bila suatu hari nanti, aku jatuh hati pada Darma, apakah kau akan cemburu? Kita selalu berbagi kebahagiaan, suka duka bahkan rahasiamu ada padaku, begitu pula sebaliknya."
Tidak ada cemburu di hatiku. Lakukan apa pun yang membuatmu bahagia. Aku akan selalu mendukungmu. Ingat, kita tidak bisa terpisah apa pun keadaanya."
Keduanya memasuki kamar yang besar. Menaiki ranjang yang sangat nyaman. Merebahkan diri berselimut tebal. Dalam beberapa saat, keduanya terbuai dalam mimpi indah, hingga fajar menyambut pagi.
Sementara Darma, malam itu tidak jadi menjemput sang istri. Tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang Nyonya Ceo. Berharap wanita belahan hati yang dia pilih sebagai istri itu, bisa mengerti akan kelakuan yang diperbuat.
"Semoga Intan tidak marah padaku lagi. Aku hanya bersama teman-teman lamaku, itu pun sekali-kali," gumam Darma sembari menatap foto pernikahan yang terpajang di di dinding kamar.
Pagi hari di kediaman Darma.
"Tuan, apakah Nona tidak jadi kembali tadi malam?"
"Tidak, Bi Asih. Nanti malam aku jemput Nona Intan. Masakkan saja makanan kesukaan dia ya, untuk malam nanti ya, Bi Asih."
"Silakan sarapan, Tuan. Semua sudah tersaji di meja makan. Untuk makan malam pasti beres."
"Terima kasih, Bi. Asih," ucap Darma. Melangkah menuju meja makan, memandangi menu sarapan pagi yang berjajar rapi. Menggoda selera untuk segera memakannya satu-persatu.
Darma menikmati sarapan dengan lahap. Bi Asih tahu menu kesukaan majikannya. Setelah sarapan, pria gagah berwibawa itu mengirimkan pesan kepada sang istri.
[Maaf, Sayang. Aku banyak pekerjaan di kantor. Lembur sampai tengah malam. Karena tidak ingin menggangu tidur nyenyak dirimu, kuputuskan untuk pulang ke rumah saja]
[Tidak apa-apa, Sayang. Semoga baik-baik saja di sana. Jangan telat sarapan, berangkat kerja yang semangat, ya?]
[Ini baru selesai sarapan. Sebentar lagi berangkat kerja. Jaga diri baik-baik. Sarapan yang banyak. Nanti malam aku jemput ya. Jangan lupa, dandan yang cantik.]
[Siap, Sayang. Aku merindukanmu.]
[Muaacchhh, Intanku]
[Muachhh, Darmaku]
[Tetaplah jaga hatimu, hanya untukku]
[Begitu juga dengan dirimu. Tetaplah hanya aku dalam hatimu]
[Byee, Sayang]
[Byee, Cinta]
Kelegaan dari dalam hati Darma. Ia menarik napas panjang. Ternyata ingkar janji kepada sang istri tidak membuatnya marah seperti biasanya
"Untung saja tidak marah."
Darma melangkah mengambil tas kerja. Memasuki mobil, melakukan dengan kecepatan cepat. Dalam beberapa menit sudah sampai di perusahaan. Suasana masih sepi. Namun, dia terkejut sudah mendapati kedua asisten pribadi yang sudah menunggu di ruang kerjanya.
"Selamat pagi, Bosku."
Julaika dan Cantika berkata kompak, sambil membungkuk memberikan hormat.
Mempersilahkan atasannya masuk dan duduk di kursi kebesaran.
"Pagi. Cepat kalian datang. Bagus sekali, Bisa disiplin di hari pertama bekerja, berati benar-benar tidak salah mengangkat sebagai asisten kepercayaan."
"Apa pun perintah, akan kami kerjakan. Tugaskan saja kepada Julaika juga aku, akan ada perubahan besar Permata Grup, pasti semakin sukses."
Darma menelepon sekertaris handal perusahaan, yaitu Jaka. Pemuda jomblo yang memiliki etos kerja tinggi, loyal kepada atasan juga bawahan, disukai teman-teman, ramah serta tidak sombong. Mudah akrab dengan siapa pun, memiliki kemampuan komunikasi sangat baik serta bisa diandalkan dalam berbagai hal.
Sang Ceo memerintahkan sekretaris, untuk mempersiapkan meja kursi untuk tempat kedua asisten cantik yang baru diangkat.
"Jaka, atur tempat duduk kedua asisten pribadiku di ruanganmu. Mereka berdua sekarang yang akan membantu diriku, juga meringankan pekerjaanmu. Buat keduanya paham dan mengerti cara kerja di perusahaan ini. Tugasmu membimbing keduanya sampai pintar, mengerti?"
"Siap, Tuan. Jaka laksanakan. Jadi ceritanya, aku satu ruangan dengan dua wanita cantik ini ya? Tambah semangat ini, dong."
"Harus semangat, naik seratus delapan puluh derajat ya. Kehadiran mereka, harus menambah kinerja kita. Perkenalkan mereka berdua dalam meeting pagi ini. Coba tangani, bila selesai, datang ke ruanganku."
"Nona Cantika dan Julaika, di sini tempat duduk kalian."
"Terima kasih Pak Jaka. Senang bisa satu ruangan dengan anda." "Jangan panggil Pak, dong. Mas saja, soalnya saya belum jadi bapak-bapak. Masih menjadi mas-mas, begitu ya cantik." Ketiganya bersalaman. Jaka mempersilakan kedua wanita cantik untuk duduk di tempat yang sudah disediakan dengan sopan. "Silakan duduk, jangan sungkan-sungkan bila ada yang ingin ditanyakan. Kita satu team kerja di sini. Tujuan sama, membantu Tuan Ceo menjalankan perusahaan agar semakin berkembang." "Terima kasih, Mas Jaka. Mohon bimbingan dan kerja samanya." "Kedua asisten baru itu menduduki kursi masing-masing. Memandang seluruh ruangan, memeriksa satu persatu buku dan tumpukan file yang ada di atas meja." "Mari ikuti saya ke ruangan meeting. Saya akan perkenalkan kalian kepada para stap lain, agar kinerja bisa berjalan dengan maksimal." "Terima kasih, Mas Jaka. Tak kenal maka tak sayang, ya?" Ketiga orang itu menuju ruang meeting, ternyata para stap dan sang Ceo sudah berada di sana. Tanpa membuang
"Oh, tidak mungkin. Ceo orang yang setia. Tidak mungkin selingkuh hanya kepada bawahan. Akan tetapi, ini adalah kesempatan emas buatku, bisa memberikan informasi kepada Intan, dia akan membayar mahal tiap info yang aku beri," ocehan Raisya dalam hati. Gadis mungil itu berputar arah, lalu kembali pulang ke tempat kontrakan. "Tambang emas sudah terbuka sekarang. Ha-ha-ha." Setibanya Raisya sampai di kontrakan kecil di ujung gang, wanita bertubuh kurus tetapi cantik itu segera mandi dan berdandan rapi. Menchat Intan di aplikasi W******p [Yuk ketemuan di Cafe Sugar, jam lima sore ini, penting. Tapi ini tidak gratis, Sayang?] [Dasar mata duitan. Hayulah, aku pun bete di rumah mama terus. Jam lima tepat ya, jangan sampai telat sedetik pun!] [Deal] [Yes] Intan segera mandi kilat. Mengenakan dres pink, rambut sebahu tergerai indah. Memakai kaca mata hitam. Menggunakan tas senada dengan sepatu. Terlihat seperti anak ABG yang akan kencan di sore hari. "Ma, Intan ke Cafe Sugar bersama Rai
"Tidak, mereka hanya teman biasa. Usah pengaruhi aku dengan hal-hal yang merusak pikiran, Raisya." "Ya sudahlah, bila Intan percaya dengan suamimu seratus persen. Akan tetapi, bila ada bukti bahwa dia dibawa pergi pelakor, diplorotin mereka, jangan datang padaku sambil nangis-nangis." "Tidak!" Intan meminumnya jus favorit. Tersenyum ceria tanpa terpengaruh dengan ucapan sahabat baiknya. "Intinya, kau tidak percaya dengan kecurigaan Raisya ya? Tetap percaya kepada mereka bahwa semua hanya sebatas hubungan kerja." "Yes. Mereka hanya sahabat lama. Aku pun tahu sejak lama." Intang memegang tangan Raisya. Meyakinkan gadis mungil bermata bulat itu agar tidak berpikir macam-macam terhadap sang suami. "Aku tetap masih ragu!" "Percayalah kepada mereka. Usah terlalu dipikirkan hal-hal negatif terhadap orang lain. Pokoknya, yang kita pikirkan akan berpengaruh terhadap nasib dan keberuntungan." Kedua wanita cantik yang sama-sama hoby nongkrong di Cafe Sugar pun diam sesaat. Tenggelam dengan
"Ia, Mama. Izinkan kami pulang sekarang." Darma menjawab dengan sopan. "Tidak bisakah kita berbincang-bincang lebih lama lagi?" Pertanyaan mertua, sungguh risau hati Darma tak tega untuk meninggalkan seketika. "Sudah malam, Ma. Kami ada acara berdua di luar. Takut nanti keburu malam. Bagaimana, boleh kami pulang sekarang?" "Tapi …?" Jawaban wanita berparas cantik itu terputus. "Mohon maaf sekali, Mama. Lain kali kami ke mari lagi." Tapi, Nama inginnya sekarang, Sayang! Masih rindu dengan kamu, menantuku. Bahkan pijatan dari tanganmu saja masih tanggung ini, belum selesai." Puri Berlian pun mengarahkan tangan kiri ke punggungnya. Memberikan isyarat kepada sang menantu, agar menolong memijit pindah dan punggung kembali. "Ma …! Kasian Darma yang capek dari kantor. Masak CEO di perusahaan besar dihormati, di patuhi di luaran sana, Mana suruh untuk jadi tukang pijit, sih …!" "Pelankan suaramu, Intan!" Wanita putih berok coklat itu melotot cantik kepada anaknya. "Mama, ngeselin …!"
"Hahahaha! Sungguh cantik istriku saat ketakutan begini." Darma tetap saja melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Tangan Intan secepat kilat, mencubit paha Darma. Melotot mata indah milik pria bertubuh tinggi menahan rasa sakit, akibat cubitan spontan itu, Darma memperlambat laju kendaraan. "Auuhhhh!" Darma mengusap-usap pahanya dengan tangan kirinya. "Rasakan, enak sekali cubitan kepitingku bukan?" Senyum puas terlihat di wajah Intan. Baginya, bisa membuat suami yang suka iseng kesakitan, merupakan keasyikan tersendiri. "Tega sekali kau, Intan! Pasti merah pahaku. Tunggu pembalasanku di rumah. Akan kubuat merah-merah pahamu juga." Kedipan nakal mata Darma, diiringi senyum menggoda membuat Intan melongo, kaget dengan ucapan suami yang mulai nakal. "Siapa takut. Cuma merah sedikit juga, no problem. Asal tidak dengan cara kekerasan atau penganiayaan." Senyum Intan melebar, membalas senyuman Ceo Permata Grup yang lagi naik daun. Setelah tiba di rumah. Intan berjalan menuju kamar
"Siapa bilang? Jatahku akan selalu ada. Tidak ada satu orang pun yang mampu merenggut milikku!" Tangan Ceo memegang pinggang ramping Intan. Ditepis seketika saat tangan lembut itu menyentuh tubuhnya. "Berani sekali kau Intan!" Kata-kata kasar mulai keluar dari mulut sang Ceo. Tatapan hendak memangsa pun terlihat jelas di kedua pelupuk mata suaminya. "Ini bukan masalah berani atau tidak. Akan tetapi mood yang berbicara. Pokoknya rusak semua selera yang kumiliki. Jangan ganggu malam ini, ingin tidur saja sampai pagi." Intan berusaha naik ke ranjang. Menarik selimut putih yang tebal untuk menutup tubuhnya. Darma tertawa melihat kelakuan Intan yang kekanak-kanakan. Tidak mengerti hasrat suami yang sudah beberapa hari tidak mendapat jatah. "Ingat pesan ibundamu. Yuk, kita buat cucu untuk dia. Apa salahnya bercinta sebelum tidur, hah." Darma melepaskan selimut yang dikenakan Intan. Mata wanita itu sontak melotot. "Jangan ganggu aku …!" Intan berteriak keras sekali. Darma tidak perduli.
"Maaf, Bos. Ganggu malam-malam begini." Suara lembut seorang wanita dari gawai Darma. Intan menarik napas panjang. Ada kecemburuan di sana, meski hanya terlihat dari sorot matanya. "Adakah hal yang penting, sehingga tengah malam begini menggangu waktu istirahatku." "Ada hal penting, Bos. Kebocoran data perusahaan kita. Sepertinya di dalam perusahaan ada penyusup dari musuh." "Seberapa bahayakah penyusup itu, sehingga tidak bisa ditunda sampai besok pagi saja?" Darma memijit pelipisnya yang tidak ada rasa sakit. "Baiklah, selamat istirahat. Setidak aku sudah memberitahu, agar Bos besok mengambil tindakan yang tepat." "Adakah hal lain yang penting?" Ceo menunggu jawaban Julaika yang lambat menjawab. "Segera istirahat, Bos. Jaga kesehatan dan besok bisa bekerja dengan maksimal." Suara Julaika perlahan tapi pasti dan diakhiri dengan sopan. Intan hanya mengamati Darma dari ranjang. Tidak bertanya sesuatu pun, hanya bola mata memancar aura kecemburuan. "Tidurlah, bukankah sekarang
"Siang, Jaka. Adakah Ceo di ruangannya?" Intan terus melangkah menuju ruang kerja Darma. Jaka langsung mengikuti dari belakang."Biar saya antar Nyonya Muda ke ruangan Ceo." Wanita berparas cantik mengangguk, keduanya berjalan beriringan.Darma sudah melihat kedatangan Intan melalui pesan singkat yang dikirim Jaka. Cepat-cepat menyuruh Cantika dan Julaika agar kembali ke ruangan kerja mereka."Cepat kalian kembali, Intan datang sekarang. Aku tidak ingin ada salah sangka dari dia." Darma menatap kedua asisten pribadi secara bergantian."Wajarkan kami di sini, Bos. Bukankah kami ini asisten pribadimu, setiap waktu melayani dan membantu keperluanmu, Bos." Julaika meyakinkan atasannya dengan santai."Kalian tidak takut dia cemburu dan membahayakan pekerjaan kalian?""Tentu saja tidak, Bos. Lagian kita hanya sebatas atasan dan bawahan. Tidak ada alasan baginya untuk cemburu.""Sudahkah, aku ingin berdua dengan istriku, kalian ke–" Belum selesai Darma mengeluarkan kata-kata, handle pintu su