"Terima kasih Pak Jaka. Senang bisa satu ruangan dengan anda."
"Jangan panggil Pak, dong. Mas saja, soalnya saya belum jadi bapak-bapak. Masih menjadi mas-mas, begitu ya cantik."
Ketiganya bersalaman. Jaka mempersilakan kedua wanita cantik untuk duduk di tempat yang sudah disediakan dengan sopan.
"Silakan duduk, jangan sungkan-sungkan bila ada yang ingin ditanyakan. Kita satu team kerja di sini. Tujuan sama, membantu Tuan Ceo menjalankan perusahaan agar semakin berkembang."
"Terima kasih, Mas Jaka. Mohon bimbingan dan kerja samanya."
"Kedua asisten baru itu menduduki kursi masing-masing. Memandang seluruh ruangan, memeriksa satu persatu buku dan tumpukan file yang ada di atas meja."
"Mari ikuti saya ke ruangan meeting. Saya akan perkenalkan kalian kepada para stap lain, agar kinerja bisa berjalan dengan maksimal."
"Terima kasih, Mas Jaka. Tak kenal maka tak sayang, ya?"
Ketiga orang itu menuju ruang meeting, ternyata para stap dan sang Ceo sudah berada di sana. Tanpa membuang waktu, Ceo tampan dihormati dan disegani itu memperkenalkan kedua asisten pribadinya.
Semua menyambut gembira kehadiran sang asisten. Perkenalkan berlangsung singkat dan padat. Selanjutnya semua kembali ke posisi awal, bekerja sesuai tufoksi masing-masing.
Julaika mendampingi Ceo menyiapkan berkas untuk meeting bersama klein perusahaan tetangga. Sedangkan Cantika masih dibimbing Jaka mengatur jadwal dan kegiatan yang akan dilakukan sang Ceo.
"Bos, saatnya istirahat siang. Izin makan di kantin bersama Cantika dan Jaka ya? Atau Bos mau makan bersama kami? Hayulah berbaur dengan karyawan, apalagi bila Bos bisa mentraktir mereka sekali-kali, pasti semakin dicintai bawahan."
"Benar juga idemu, Julaika. Ajak semuanya ke kantin, gratis hari ini, aku yang bayar makan siang semua."
Julaika bergegas menemui Cantika juga Jaka. Mengabarkan kepada seluruh karyawan, bahwa makan siang hari ini, akan di traktir oleh Ceo perusahaan Permata Grup.
Kabar gembira disambut oleh seluruh karyawan. Mereka berterima kasih kepada sang Ceo yang mau berbaur makan siang bersama. Biasanya menutup diri, memberikan jarak antara atasan dan bawahan.
Saat semua sibuk menikmati makan siang, Julaika berdiri di depan. Pandangan para karyawan dan stap Permata Grup tertuju pada wanita manis berparas ayu.
"Perhatian sebentar untuk semua, hari ini Ceo kita yang baik hati, telah mentraktir kalian semua. Kita doakan, semoga perusahaan Permata Grup semakin sukses dan jaya sepanjang masa. Terutama Ceo sehat selalu, agar bisa memimpin dengan baik, Aamiin."
"Aamiinn," ucap serentak para karyawan.
Mereka melanjutkan makan siang diselingi canda tawa bersama rekan kerjanya. Sang asisten cantik dan Jaka duduk satu meja. Menikmati menu kantin yang tidak kalah dengan masakan rumahan.
Sepasang mata tidak suka memandang dari kejauhan. Dia adalah Raisya, sahabat Intan yang bekerja sudah beberapa tahun. Akan tetapi, tetap saja tidak naik posisinya di perusahaan, hanya menjadi karyawan biasa.
Pandangan tidak suka bercampur iri dari Raisya terlihat jelas. Tidak terima bila sang Ceo memiliki asisten cantik sekaligus dua orang, padahal sudah sejak lama, ia mengincar posisi itu.
Diam-diam, Raisya menghubungi Intan, untuk memanas-manasi sang istri Ceo. Berharap dia asisten baru dipecat, dia menggantikan posisi empuk bagi wanita berambut ikal.
[Selamat siang, Intan]
[Hai Raisya, siang juga. Apa kabar hari ini?]
[Kurang baik, Intan. Suamimu di sini lagi senang-senang dengan dua asisten baru. Apakah dirimu tahu, dia mengangkat mereka berdua?]
[Siapa?]
[Bentar, aku fotoin dulu mereka]
Raisya dari kejauhan memotret Ceo bersama dua asisten cantik Julaika dan Cantika. Di saat bersamaan, Darma sedang membersihkan mulut Julaika dengan tisu, ada sisa makanan menempel di ujung bibir seksi janda kembang itu. Momen yang pas untuk membuat Intan cemburu.
"Pas sekali foto ini. Pasti hati Intan terbakar melihat ini semua" gumam Raisya. Segera ia mengirim foto ke W******p Intan.
[Lihat foto itu, mereka berdua asisten baru suamimu. Mesra bukan? Sepertinya mereka wanita murahan yang mengincar lelaki milikmu. Saranku, berhati-hati dengan dua asisten itu. Sering-sering awasi. Bila perlu, jam makan siang datang ke kantor]
[Terima kasih infonya, ya Raisya. Awasi mereka untukku, bila ada kabar, jangan sungkan untuk menghubungiku. Oya, cari tahu apa saja pekerjaan mereka di perusahaan, fasilitas apa yang Ceo berikan. Bila info yang Raisya bisa memuaskan, akan mendapatkan hadiah setimpal dariku]
[Wah, jadi semangat ini Raisya jadi detektif. Sampai nanti ya, waktu kerja akan segera dimulai lagi]
[Terima kasih teman baikku]
Raisya menuju ruang kerja, melanjutkan tugas sedari pagi yang belum keluar-keluar. Paras Raisya cantik dan manis. Akan tetapi otaknya lambat menerima instruksi kerja. Dia bisa bekerja di perusahaan besar Permata Grup, karena permohonan langsung Intan kepada Darma, karena kasihan, temannya sudah melamar ke perusahaan mana pun, tidak pernah diterima. Walaupun otak pas-pasan, masalah rajin dan disiplin masih bisa diikuti sesuai standar perusahaan.
Sore itu, diam-diam tanpa sepengetahuan asisten baru, Raisya mengikuti dari jarak yang aman. Hingga kedua asisten memasuki apartemen mewah milik Darma. Raisya melotot, kaget sejadi-jadinya, mengapa asisten saja bisa mendapatkan fasilitas khusus dan istimewa dibandingkan karyawan lama.
"Jangan-jangan …."
"Oh, tidak mungkin. Ceo orang yang setia. Tidak mungkin selingkuh hanya kepada bawahan. Akan tetapi, ini adalah kesempatan emas buatku, bisa memberikan informasi kepada Intan, dia akan membayar mahal tiap info yang aku beri," ocehan Raisya dalam hati. Gadis mungil itu berputar arah, lalu kembali pulang ke tempat kontrakan. "Tambang emas sudah terbuka sekarang. Ha-ha-ha." Setibanya Raisya sampai di kontrakan kecil di ujung gang, wanita bertubuh kurus tetapi cantik itu segera mandi dan berdandan rapi. Menchat Intan di aplikasi W******p [Yuk ketemuan di Cafe Sugar, jam lima sore ini, penting. Tapi ini tidak gratis, Sayang?] [Dasar mata duitan. Hayulah, aku pun bete di rumah mama terus. Jam lima tepat ya, jangan sampai telat sedetik pun!] [Deal] [Yes] Intan segera mandi kilat. Mengenakan dres pink, rambut sebahu tergerai indah. Memakai kaca mata hitam. Menggunakan tas senada dengan sepatu. Terlihat seperti anak ABG yang akan kencan di sore hari. "Ma, Intan ke Cafe Sugar bersama Rai
"Tidak, mereka hanya teman biasa. Usah pengaruhi aku dengan hal-hal yang merusak pikiran, Raisya." "Ya sudahlah, bila Intan percaya dengan suamimu seratus persen. Akan tetapi, bila ada bukti bahwa dia dibawa pergi pelakor, diplorotin mereka, jangan datang padaku sambil nangis-nangis." "Tidak!" Intan meminumnya jus favorit. Tersenyum ceria tanpa terpengaruh dengan ucapan sahabat baiknya. "Intinya, kau tidak percaya dengan kecurigaan Raisya ya? Tetap percaya kepada mereka bahwa semua hanya sebatas hubungan kerja." "Yes. Mereka hanya sahabat lama. Aku pun tahu sejak lama." Intang memegang tangan Raisya. Meyakinkan gadis mungil bermata bulat itu agar tidak berpikir macam-macam terhadap sang suami. "Aku tetap masih ragu!" "Percayalah kepada mereka. Usah terlalu dipikirkan hal-hal negatif terhadap orang lain. Pokoknya, yang kita pikirkan akan berpengaruh terhadap nasib dan keberuntungan." Kedua wanita cantik yang sama-sama hoby nongkrong di Cafe Sugar pun diam sesaat. Tenggelam dengan
"Ia, Mama. Izinkan kami pulang sekarang." Darma menjawab dengan sopan. "Tidak bisakah kita berbincang-bincang lebih lama lagi?" Pertanyaan mertua, sungguh risau hati Darma tak tega untuk meninggalkan seketika. "Sudah malam, Ma. Kami ada acara berdua di luar. Takut nanti keburu malam. Bagaimana, boleh kami pulang sekarang?" "Tapi …?" Jawaban wanita berparas cantik itu terputus. "Mohon maaf sekali, Mama. Lain kali kami ke mari lagi." Tapi, Nama inginnya sekarang, Sayang! Masih rindu dengan kamu, menantuku. Bahkan pijatan dari tanganmu saja masih tanggung ini, belum selesai." Puri Berlian pun mengarahkan tangan kiri ke punggungnya. Memberikan isyarat kepada sang menantu, agar menolong memijit pindah dan punggung kembali. "Ma …! Kasian Darma yang capek dari kantor. Masak CEO di perusahaan besar dihormati, di patuhi di luaran sana, Mana suruh untuk jadi tukang pijit, sih …!" "Pelankan suaramu, Intan!" Wanita putih berok coklat itu melotot cantik kepada anaknya. "Mama, ngeselin …!"
"Hahahaha! Sungguh cantik istriku saat ketakutan begini." Darma tetap saja melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Tangan Intan secepat kilat, mencubit paha Darma. Melotot mata indah milik pria bertubuh tinggi menahan rasa sakit, akibat cubitan spontan itu, Darma memperlambat laju kendaraan. "Auuhhhh!" Darma mengusap-usap pahanya dengan tangan kirinya. "Rasakan, enak sekali cubitan kepitingku bukan?" Senyum puas terlihat di wajah Intan. Baginya, bisa membuat suami yang suka iseng kesakitan, merupakan keasyikan tersendiri. "Tega sekali kau, Intan! Pasti merah pahaku. Tunggu pembalasanku di rumah. Akan kubuat merah-merah pahamu juga." Kedipan nakal mata Darma, diiringi senyum menggoda membuat Intan melongo, kaget dengan ucapan suami yang mulai nakal. "Siapa takut. Cuma merah sedikit juga, no problem. Asal tidak dengan cara kekerasan atau penganiayaan." Senyum Intan melebar, membalas senyuman Ceo Permata Grup yang lagi naik daun. Setelah tiba di rumah. Intan berjalan menuju kamar
"Siapa bilang? Jatahku akan selalu ada. Tidak ada satu orang pun yang mampu merenggut milikku!" Tangan Ceo memegang pinggang ramping Intan. Ditepis seketika saat tangan lembut itu menyentuh tubuhnya. "Berani sekali kau Intan!" Kata-kata kasar mulai keluar dari mulut sang Ceo. Tatapan hendak memangsa pun terlihat jelas di kedua pelupuk mata suaminya. "Ini bukan masalah berani atau tidak. Akan tetapi mood yang berbicara. Pokoknya rusak semua selera yang kumiliki. Jangan ganggu malam ini, ingin tidur saja sampai pagi." Intan berusaha naik ke ranjang. Menarik selimut putih yang tebal untuk menutup tubuhnya. Darma tertawa melihat kelakuan Intan yang kekanak-kanakan. Tidak mengerti hasrat suami yang sudah beberapa hari tidak mendapat jatah. "Ingat pesan ibundamu. Yuk, kita buat cucu untuk dia. Apa salahnya bercinta sebelum tidur, hah." Darma melepaskan selimut yang dikenakan Intan. Mata wanita itu sontak melotot. "Jangan ganggu aku …!" Intan berteriak keras sekali. Darma tidak perduli.
"Maaf, Bos. Ganggu malam-malam begini." Suara lembut seorang wanita dari gawai Darma. Intan menarik napas panjang. Ada kecemburuan di sana, meski hanya terlihat dari sorot matanya. "Adakah hal yang penting, sehingga tengah malam begini menggangu waktu istirahatku." "Ada hal penting, Bos. Kebocoran data perusahaan kita. Sepertinya di dalam perusahaan ada penyusup dari musuh." "Seberapa bahayakah penyusup itu, sehingga tidak bisa ditunda sampai besok pagi saja?" Darma memijit pelipisnya yang tidak ada rasa sakit. "Baiklah, selamat istirahat. Setidak aku sudah memberitahu, agar Bos besok mengambil tindakan yang tepat." "Adakah hal lain yang penting?" Ceo menunggu jawaban Julaika yang lambat menjawab. "Segera istirahat, Bos. Jaga kesehatan dan besok bisa bekerja dengan maksimal." Suara Julaika perlahan tapi pasti dan diakhiri dengan sopan. Intan hanya mengamati Darma dari ranjang. Tidak bertanya sesuatu pun, hanya bola mata memancar aura kecemburuan. "Tidurlah, bukankah sekarang
"Siang, Jaka. Adakah Ceo di ruangannya?" Intan terus melangkah menuju ruang kerja Darma. Jaka langsung mengikuti dari belakang."Biar saya antar Nyonya Muda ke ruangan Ceo." Wanita berparas cantik mengangguk, keduanya berjalan beriringan.Darma sudah melihat kedatangan Intan melalui pesan singkat yang dikirim Jaka. Cepat-cepat menyuruh Cantika dan Julaika agar kembali ke ruangan kerja mereka."Cepat kalian kembali, Intan datang sekarang. Aku tidak ingin ada salah sangka dari dia." Darma menatap kedua asisten pribadi secara bergantian."Wajarkan kami di sini, Bos. Bukankah kami ini asisten pribadimu, setiap waktu melayani dan membantu keperluanmu, Bos." Julaika meyakinkan atasannya dengan santai."Kalian tidak takut dia cemburu dan membahayakan pekerjaan kalian?""Tentu saja tidak, Bos. Lagian kita hanya sebatas atasan dan bawahan. Tidak ada alasan baginya untuk cemburu.""Sudahkah, aku ingin berdua dengan istriku, kalian ke–" Belum selesai Darma mengeluarkan kata-kata, handle pintu su
Ogah …!" Intan berjalan cepat menuju pintu lift. Bergegas turun dari lift ke parkir berjalan cepat untuk memasuki mobilnya. Baru saja membuka pintu depan mobil, tangannya dipegang Ceo, "Biar aku yang setir, kita pulang bareng." Wanita berparas cantik itu mengambil napas panjang, malas bertengkar. Mempersilakan Darma mengambil alih duduk di setir. "Bagaimana dengan mobilmu?" Intan berkata dengan tatapan mata jauh ke depan, tanpa menoleh ke samping. "Aman terkendali, usah risau. Ada Jaka yang akan mengantarkan ke rumah." Suasana sore sangat ramai, waktu pulang kantor memang bersamaan dengan perusahaan lain. Darma melajukan kendaraan dengan kecepatan di bawah rata-rata. "Tumben hari ini macet." Darma memancing pembicaraan dengan wanita yang sedang ngambek di sampingnya. Tidak ada jawaban sepatah kata pun dari bibir Intan. Akhirnya Darma bersiul dan bernyanyi perlahan. "Bagus juga suaramu, Darma." Intan akhirnya berbicara juga, menatap Suaminya yang kegeeran dan senyum sendiri kar