Share

CEO Tampan Itu Memaksaku Menjadi Aktris
CEO Tampan Itu Memaksaku Menjadi Aktris
Author: ribatolinda

Bab I Oryza Satifa

“Apakah anak adalah mesin ATM berjalan bagi orangtuanya?”

Pertanyaan itu kembali muncul ketika Oryza mendapat omelan dari ibunya. Bunyi derit terdengar ketika Oryza menjatuhkan diri tempat tidur seolah-olah kasurnya ikut menderita. Tak lama kemudian suara ketukan terdengar di kamar.

“Ibu belum selesai bicara denganmu. Kau itu, berangkat pagi pulang malam. Kau ingin membuat ibu malu?  coba kalau kau menuruti saran ibu dan menikah dengan Pak Raharjo, kau pasti bisa hidup senang dan membantu keluarga ini. Oryza … Oryza … dengarkan ibu! kau harusnya bersyukur karena masih ada yang mau dengan gadis gendut jelek sepertimu.”

Oryza menutup wajah dengan bantal dan menangis sejadi-jadinya. Oryza tak menyangka kalau ibunya tega melakukan celaan fisik kepada dirinya. Oryza berusaha menutup telinga dan tidak mengacuhkan kata-kata ibunya hingga akhirnya suasana menjadi sunyi.

 Padahal ini tidak terlalu malam.” Oryza mendesah saat melihat jam yang baru menunjukkan pukul sepuluh.

Oryza mengambil ponsel pintar lalu segera membuka aplikasi streaming favortitnya. Gadis itu mulai mengusap ponsel memilih drama-drama yang baru saja diperbaruhi. Oryza berhenti di sebuah drama berjudul : You Are Prince in The Star. Tanpa ragu Oryza menonton drama itu dengan ditemani kripik jagung yang dia beli di supermarket.

 “Oh, Oppa Damian memang luar biasa,” ujar Oryza memegangi pipi.

Damian atau yang memiliki nama asli Lee Jae Suk adalah salah satu talent dari STAR-S Akademi, tempat dilatihnya orang-orang yang ingin terjun di dunia entertain. Selain akting dan iklan, Damian juga menyanyikan tiga lagu yang menjadi trending sepuluh besar di billboard selama dua bulan. Meski baru memasuki tahun ketiga, Damian sudah pantas disejajarkan dengan artis-artis papan atas dunia.

“Oppa Demian memang obat terbaik untuk stress, bacotan ibu dan tetangga yang terasa menggigit.”

Setelah menonton drama, Oryza berjalan menuju laptop yang berada di meja samping tempat tidur. Dia memutar lagu dari ponsel, bersenandung sembari menunggu laptopnya menyala. Saat itu Orya menyadari sesuatu terjadi pada laptopnya.

“Apa ini?”

Oryza memicingkan mata dan menemukan goresan berukuran lima centi pada bagian atas laptopnya.

“Dimas …!” Oryza mencengkram tangan dengan kuat lalu mendesah.

“Padahal ini masih baru dan cicilannya masih lama, Apa aku ini sebenarnya adalah anak pungut?” tanya Oryza sembari bersandar di kursi kayu dan menatap atap kamar yang berjamur.

Pertanyaan semacam itu  sering sekali terlintas di benak Oryza karena perlakuan tak adil ibunya. Selain membiayai kuliah, ibunya juga sering menuruti keinginan dari adik tiri Oryza.  Karena itulah Oryza tak menegur meski tahu kalau adiknya yang membuat laptopnya tergores. Dia tahu bahwa ibunya pasti akan membela adiknya dan menyalahkan Oryza.

“Ya sudahlah.”

Oryza menyalakan laptop dan membuka aplikasi pengedit video. Dia mulai mengambil beberapa potongan video dari flashdisk kemudian menggabungkan dan mengedit jika ada bagian yang tidak diinginkan. Di dalam potongan-potongan video itu nampak seorang gadis cantik berkulit putih sedang mereview makanan.

“Mereka berdua pasti bersenang-senang,” Oryza mendesah. “Sudah jelas kalau dia lebih memilih gadis cantik, putih dan berkepribadian menarik seperti Agnes. Apa yang sebenarnya kulakukan sih?” Oryza mengacak-acak rambutnya.

Setelah satu jam mengedit video, Oryza langsung membuka channel “Agnes Daily Life” lalu mengupload hasil pekerjaannya.

***

Sore itu tepat pukul tiga sore Oryza membereskan meja dan bersiap untuk pergi. Setelah melihat pesan pada ponselnya, Oryza cepat-cepat berlari keluar dari kantor. Di luar sudah menunggu seorang lelaki berkulit putih dengan rambut model undercut melambaikan tangan ke arah Oryza sembari bersandar di mobil SUV hitam.

“Makasih Vin,” ujar Oryza.

“Ga usah sungkan kayak sama siapa aja.” Kevin mengibaskan tangan.

Kevin membukakan pintu untuk Oryza kemudian duduk di kursi kemudi. Mesin dinyalakan dan mobil SUV hitam milik Kevin berjalan meninggalkan kantor Oryza Suasana menjadi hening sampai Kevin membuka pembicaraan.

 “Gimana Za kerjaan elo?” tanya Kevin.

“Lumayan lancar Vin. Kecuali pas kerjaan numpuk. Harus fokus agar tidak salah saat mengedit.” Oryza memilin-milin bajunya.

“Jadi editor memang susah ya. Apalagi pas pulang loe harus bantu Agnes plus ngeditin video buat blognya.” Kevin menatap lurus ke arah jalan.

“Kalau itu … aku melakukannya dengan senang hati. Ini adalah mimpi yang kita bangun bersama semenjak sekolah menengah ‘kan Vin.” Oryza nampak bersemangat.

Suasana menjadi hening sejenak. Saat itulah Kevin mengambilkan minuman coklat dan memberikannya pada Oryza.

“Ini Za kesukaan loe. Coklat bukan?”

Oryza tersenyum kecut dan melihat minuman lain dengan rasa strawberry.

“Ah, iya makasih Vin. Kau sepertinya membelikan untuk Agnes juga ‘ya?”

“Iya Agnes paling suka minuman rasa strawberry.” Kevin tersenyum.

“Begitu ya, padahal aku lebih suka lemon.” Oryza menyeruput minuman yang diberikan Kevin.

“Kenapa Za?” tanya Kevin.

“Tidak, lupakan saja.”

Mobil mereka sampai di sebuah perumahan besar dan berhenti di sebuah rumah. Kevin menekan bell mobilnya agar satpam di rumah Agnes mau membukakan pagar. Setelah pagar terbuka, Kevin memarkir mobilnya di halaman depan rumah.

“Rumah Agnes memang luar biasa,” ujar Kevin setelah menatap air mancur besar dan beberapa pohon rindang di halaman rumah Agnes.

“Rumahmu juga tak kalah besar bukan?” sahut Oryza.

Seperti pesan Agnes mereka membuka pintu rumah dan menuju ruangan tempat mereka biasa melakukan pengambilan gambar. Saat membuka pintu nampak seorang perempuan berkulit putih, berbibir mungil merah dan berhidung mancung sedang sibuk menatap laptopnya. Mendengar suara derak dari pintu, perempuan itu menghentikan aktivitasnya dan langsung memeluk Oryza.

“Ory … za!”

“Kau nampak senang hari ini Nes.”

Agnes tiba-tiba menghentikan pelukannya dan menarik tangan Oryza menuju meja laptop.

“Lihat, sudah satu juta subscriber. Akhirnya aku … maksudku, kita berhasil.”

Oryza tersenyum dan menatap ke sekitar. Meja, beberapa kursi, ala-alat rekam canggih dan pengatur cahaya yang besar, membuat Oryza mengingat awal perjuangan mereka.

“Dahulu kita memulai dengan ponsel seadanya dan pencahayaan yang begitu jelek.” mata Oryza berkaca-kaca.

 “Oryzaku sayang, jangan menangis begitu. Aku berterima kasih karena berkat skill editingmu kita bisa melangkah sejauh ini.”

Kedua gadis itu tiba-tiba menangis dan saling berpelukan sehingga membuat Kevin merasa ditinggalkan.

“Iya … iya gw ga dianggap nih? jahat banget kalian.” Kevin mengusap matanya yang kering.

“Sini-sini dasar cengeng,” ujar Oryza.

Kevin masih terus menangis sampai Agnes melambaikan tangannya. Dengan terus mengusap mata Kevin mendatangi Oryza dan Agnes

“Kamu itu berjasa banget tukang angkat-angkat kita. Coba ga ada kamu, pasti bakal sulit buat angkat ini itu.” Agnes mengelus kepala Kevin.

“Dih, dikira gw kuli. Ngomong-ngomong nih buat elo.” Kevin menyerahkan minuman strawberry yang sedari tadi dia bawa.

Agnes dan Kevin larut dalam obrolan hingga membuat Oryza tanpa sadar menyentuh dada. Ada perasaan menusuk dan menyakitkan pada bagian yang Oryza sentuh. Selama ini Oryza selalu menutup mata, dan membohongi diri kalau persahabatan mereka adalah sesuatu yang tulus.

“Dasar, kenapa kalian tidak pacaran saja.” Oryza berbisik.

“Apa Za, kamu ngomong sesuatu?” tanya Agnes

Oryza cepat-cepat mengubah ekspresi masamnya menjadi senyuman.

“Ah, tidak Nes,” Jawab Oryza. “Ngomong-ngomong aku sudah menyelesaikan editing untuk video barunya. Aku juga sudah menguploadnya ke Utube seperti yang kau mau.”

Setelah membuka Utube dan melihat view video sudah mencapai ratusan ribu, mereka akhirnya memulai pengambilan gambar untuk konten selanjutnya. Tema mereka kali ini adalah mengulas rasa makanan dengan bintang satu yang ada di daerah mereka.

.***

“Akhirnya selesai juga.” Agnes meregangkan badan.

Kevin mematikan kamera sementara Oryza masih sibuk mengunyah makanan. Mulut Oryza penuh dengan hot dog sisa yang baru saja dijadikan bahan ulasan oleh Agnes.

“Oryza berhentilah makan. Ingat berat badan … berat badan. Kalau kau terus seperti itu kau akan kesulitan mencari pacar.”

“Mwemangnya pwenting mencari pacar,” Oryza terus menjejalkan makanan di mulut. “lagian sayang kan kalau makanan yang sudah dipesan dibuang gitu aja. Rasanya jiwa misqueenku meronta melihat hal itu. Lagian bagian mana dari makanan ini yang tidak enak?”

Agnes mendesah lalu menghampiri Oryza. Oryza nampak tak peduli dan terus menjejalkan makanan hingga mulutnya bergelembung.

“Ory … zaaaa!”

Agnes mencubit pipir Oryza yang bergelembung sehingga membuat Oryza merintih kesakitan.

“Berhentilah menambah berat badan. Tidak baik bagi seorang gadis terlalu chubby. Ya … meski aku suka sih.”

Agnes tersenyum lebar mengulen pipi Oryza layaknya sebuah adonan yang lembut. Oryza yang kesakitan akhirnya menepis tangan Agnes dan menghentikan kegiatan mengunyah.

“Oke … oke aku berhenti jadi tolong lepaskan pipiku.”

Agnes menghentikan cubitan di pipi, tetapi melanjutkan di bagian perut bergelambir Oryza. Mereka terus bercanda hingga waktu menunjukkan pukul enam. Saat melihat jam Agnes berhenti mencubit Oryza dan berdiri.

“Maaf guys aku harus pergi,” ujar Agnes.

“Kau akan latihan ‘ya?” tanya Kevin.

Agnes mengangguk sebagai jawaban, lalu tiba-tiba dia tersentak seolah-olah mengingat sesuatu.

“Oh iya, kalian datang ya di pertunjukan theaterku. Aku berharap semua sukses dan STAR-S akan melirikku.” Agnes menyatukan tangan sembari membuat ekspresi penuh harap.

“Ah STAR-S, agensi yang menemukan sekaligus membesarkan Oppa Damian. Kau luar biasa Nes.”

“Jadi pencari bakat dari STAR-S benar-benar akan datang?” tanya Kevin.

“Ini hanya rumor tapi katanya memang ada kemungkinan besar mereka datang untuk mencari talent. Aku dengar mereka sedang mengincar talent-talent berbakat dari Asia. Aku berharap bisa masuk ke Akademi itu. Karena batas usia maksimumnya adalah dua puluh. Kalian berdua doakan aku ya.”

“Tentu saja.”

Meski memiliki jawaban yang sama ekspresi yang dibuat Oryza dan Kevin begitu berbeda.

***

Oryza akhirnya pulang dengan menumpang di mobil Kevin. Entah kenapa sedari tadi Kevin mendesah beberapa kali sembari membuat ekspresi kecut pada wajah. Oryza yang mencoba fokus dengan lagu yang diputar akhirnya merasa tak tahan.

“Vin, aku dengar ada pasar malam hari ini di daerah dekat sini. Mau pergi?”

Kevin hanya mengangguk dan Oryza menunjukkan jalan setelah membuka Oogle mapnya. Mereka turun dari mobil dan berjalan menuju kerumunan penjual makanan. Oryza nampak menikmati pasar malam yang penuh dengan wahana bermain dan makanan. Sementara itu Kevin hanya menatap ke depan dengan pandangan kosong.

 “Yuk kita makan di sana!”

Oryza menunjuk warung nasi bebek yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri. Setelah memesan dua potong bebek Oryza mulai membuka pembicaraan.

“Tenang aja Vin Agnes ga bakal kemana-mana.” Oryza mencuci tangannya.

“M--maksud elo apa?”

“Dasar tolol, kau kira aku tak sadar kalau kau menyukai Agnes sedari dulu.”

“It--itu ….”

Ekspresi Kevin yang lucu membuat Oryza tetawa sejenak, sampai dia menyadari ekspresi itu ditujukan bukan karena dirinya.

“Kenapa loe ga nyatain aja perasaan elo?” Oryza menekan tulang bebek hingga tulang itu retak.

“Gimana ya Za, keadaan kayak gini aja sudah bikin gw seneng kok. Lagian gw takut kalau gw nyatain perasaan Agnes malah menjauh. Apalagi kondisi kita sedang seperti ini.”

“Seperti ini?”

Oryza mencuil potongan bebek lalu mencampurnya dengan nasi kemudian memasukkan ke dalam mulut.

“Impian dia adalah menjadi artis dan influencer. Sekarang Agnes berada di tempat yang ga bisa gw jangkau.”

Ekspresi sedih dari Kevin membuat rasa makanan di mulut Oryza menjadi pahit. Gadis itu mengambil mangkuk berisi air dan jeruk nipis bekas mencuci tangan lalu menyiramkan ke wajah Kevin.

”Gila loe za?” Kevin mengusap wajahnya yang basah.

“Kau itu, belum apa-apa sudah menyerah. Kau itu lelaki paling ganteng dan populer di sekolah dahulu. Kenapa jadi letoy begini? kalau kau bersikap seperti ini, jangan sedih kalau Agnes diambil orang lain nantinya.”

Oryza yang kesal memberikan ceramah panjang lebar hingga waktu menujukkan pukul sembilan. Seusai makan dan berkeliling sebentar, Kevin akhirnya mengantar Oryza pulang.

“Aku pulang dulu. Jangan lupa nasehatku yang tadi.”

“Siap!” Kevin meletakkan tangan pada dahi seperti seorang tentara.

Oryza membuka pintu mobil dan menunggu Kevin berlalu.

“Seandainya aku adalah Agnes, aku mungkin akan menjadi gadis paling bahagia. Sayang sekali aku bukan.” Oryza menatap langit malam yang tidak begitu indah baginya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status