Agnes tak berniat lagi mencicipi makanan penutup yang disajikan oleh pelayan di restoran itu. Dia berdiri dari kursi lalu berjalan sangat cepat menuju tempat parkir. Ketika Agnes pergi Oryza hanya bisa menganga menatap Altair dan Agnes secara bergantian.
“K--kau … apa kau sudah gila? kenapa mengatakan hal sekejam itu?” tanya Oryza sembari menunjuk Altair.
“Apa yang kau harapkan? memberi dia kebohongan manis. Aku bukanlah orang yang seperti itu.”
Muka Oryza menjadi merah padam. Gadis itu mengambil teko kaca yang berisi air, menghampiri lalu menyiram Altair dengan air di dalam teko. Oryza cepat-cepat mengambil ponsel yang dia letakkan di meja lalu keluar dari restoran. Gadis itu menelisik ke sekitar dan mengelus dada ketika mendapati Agnes sedang duduk menangis di kursi kemudi mobilnya.
“Nes, syukurlah aku belum terlambat.” Oryza berniat mengelus kepala Agnes, tetapi sahabatnya itu langsung menepis lengan Oryza.
“Nes, kenapa?” tanya Oryza lirih.
“Kau masih bertanya?” Agnes menatap Oryza dengan penuh kebencian.
Untuk pertama kalinya Oryza mendapati air mata turun di pipi Agnes. Oryza selalu mengenal Agnes sebagai gadis ceria, kuat, dan tenang dalam menghadapi masalah. Karena itu Oryza gemetar melihat sisi yang tak pernah ditunjukkan sahabatnya itu.
“Maafkan aku Nes aku tak bermaksud--”
“Tak bermaksud katamu!”
Agnes keluar dari mobil dan mendorong tubuh Oryza hingga gadis itu hampir terjungkal ke belakang.
“Apa yang dilihat Tuan Altair dari gadis jelek dan tukang makan sepertimu?” Agnes mencengkram bagian atas pintu mobil dengan kuat.
“Nes, bukankah itu terlalu kasar. Aku ini sahabatmu.”
“Persetan, kau sudah merebut apa yang harusnya menjadi milikku dan kau masih bicara soal persahabatan? jika bukan karena kemampuan editingmu, aku pasti takkan sudi bersahabat dengan gadis sepertimu.”
“Nes, tenang dulu.”
Oryza mencoba menenangkan Agnes dengan memegangi tubuh Agnes. Namun, Agnes berontak dan membuat ponsel pintar milik Oryza melayang lalu jatuh ke tanah. Tak berhenti sampai situ, seolah tak puas Agnes mendorong tubuh Oryza hingga dia jatuh ke tanah.
“Brengsek kau Za. Kau kira kau cantik. Lihat saja aku akan merebut semua darimu.”
Agnes membanting pintu mobil dan pergi meninggalkan Oryza sendirian. Tubuh Oryza mulai bergetar, jantung berdetak tak karuan dan hanya soal waktu air mata akan turun membasahi pipinya.
“Woah, dia kasar sekali ‘ya.”
Oryza terkejut dan segera menyeret tubuhnya menjauh dari Altair yang sudah berjongkok di sampingnya sedang mengusap baju yang basah dengan sapu tangan.
“Kau kira semua salah siapa pria sialan. Kenapa kau bicara sekasar itu? paling tidak kau bisa menolaknya dengan lebih halus.” Ujar Oryza ketus.
“Kasar sekali ucapanmu,” Altair membuat ekspresi jahil di wajah. “Aku ini orang yang akan menjadi bosmu lho.”
“Bass boss bass boss menyebalkan sekali.”
Oryza mengambil ponsel pintar yang sudah retak di beberapa bagian lalu mencoba menyalakan ponsel itu. Ponsel Oryza tidak menyala bahkan setelah ditekan berkali-kali. Oryza menoleh ke kanan dan kiri dan mendapati tidak ada angkutan umum yang lewat di tempat itu.
“Sepertinya ponselmu mati. Aku tak keberatan mengantarmu. Tapi … kalau kau menandatangani kontrak tentunya.” Altair tersenyum sembari menaikkan turunkan alis.
Oryza menatap Altair lalu membuang muka dengan cepat. Tanpa menjawab pertanyaan Altair, Oryza mulai berjalan menjauhi restoran. Altair mengekor dari belakang dengan santai sehingga membuat Oryza mempercepat langkah. Namun, Oryza jatuh terengah-engah setelah melangkah beberapa kali saja.
“Sepertinya kau membutuhkan olahraga.” Altair berjongkok di depan Oryza.
Rasa kesal di hati, memberikan energi pada Oryza. Gadis itu kembali berjalan lagi meski angin malam mulai menusuk tubuh. Beberapa kali Oryza mencoba menghentikan mobil. Namun, Altair selalu mengganggu ketika Oryza hampir berhasil mendapat tumpangan.
“Bisakah kau meninggalkanku sendiri!?” Tanya Oryza dengan nada tinggi.
“Aku sih inginnya begitu. Tapi … meninggalkan talentku di tempat sepi seperti ini … aku rasa tidak.” Altair tersenyum jahat.
Altair mengedipkan mata dan membuat tubuh Oryza merinding. Oryza kembali berjalan sembari terus berdoa supaya ada seseorang yang menolongnya dari situasi ini. Tiba-tiba saja Altair mulai bergumam ceria sehingga membuat rasa kesal Oryza memuncak. Oryza akhirnya berhenti berjalan dan mencoba menyalakan smartphonenya sekali lagi.
“Sepertinya sudah rusak. Temanmu cukup kejam juga.” Altair mengangguk beberapa kali.
Oryza mencengkram smartphonenya dengan lebih keras sehingga menyebabkan beberapa urat di tangan terlihat.
“Kau pikir ini salah siapa!”
Oryza melempar smartphonenya pada Altair, tetapi pria itu menghindar dengan sigap.
“Dasar kau pria brengsek!”
Oryza melepaskan sepatunya dan melemparkan ke arah Altair. Namun, lagi-lagi Altair menghindari lemparan Oryza dengan gerakan santai.
“Jika saja kau tak berkata kasar Agnes pasti takkan menjadi sekesal itu,” Ujar Oryza.
“Kenapa kau menyalahkanku. Jika memang sebuah hubungan dapat hancur semudah itu, maka dari awal itu bukanlah hubungan. Itu hanya saling memanfaatkan.” Altair menaikkan bahu.
“Kau bicara soal hubungan. Tau apa kau tentang persahabatanku dengan Agnes? orang kaya yang hanya memiliki orang-orang penjilat di sekitarnya tak pantas berkata seperti itu.” Oryza terengah-engah..
Karena semua lemparan baik smartphone, sepatu sampai beberapa kerikil dapat dihindari Oryza menubruk tubuh Altair dan memukul-mukul dada pria itu berkali-kali untuk melampiaskan kekesalan.
“Tau apa … tau apa memang kau!”
Oryza mulai terisak dan tak dapat menahan lagi tangisannya.
“Bagaimana jika Agnes tak mau lagi bicara padaku? aku sangat menyayanginya. Dia adalah sahabatku satu-satunya. Kau brengsek … brengsek!”
Oryza merosot ke bawah dan meneruskan tangisannya. Sementara itu Altair duduk di samping Oryza tanpa mengucapkan sepatah kata.
Setelah beberapa menit menangis dua buah mobil tiba-tiba berhenti di depan Oryza dan Altair. Pintu terbuka, dan muncul seorang pria berambut ikal dan mata yang hitam. Pria itu melemparkan kunci pada Altair. Tatapan begitu dingin dan tak acuh. Oryza menatap pria yang dia rasa juga tampan dan mulai membandingkannya dengan Altair.
“Terimakasih mobilnya.”
Pria itu tak menjawab dan langsung pergi. Namun, Altair berlari menghampiri lalu merangkul pria itu.
“Kau masih begitu dingin denganku Reon.”
“Aku tak punya waktu bermain-main denganmu,” Pria itu melepas lengan Altair dari lehernya. “Jangan menelponku dan meminta hal mendadak seperti itu. Lalu … cepatlah kembali ke pulau. Tak seharusnya pimpinan dari STAR-S bermain-main di tempat ini.”
Reon menatap Oryza sejenak lalu kembali menatap Altair dengan dingin. Oryza langsung membandingkan kedua pria tampan yang berada di hadapannya. Menurut Oryza kedua pria tampan itu seperti iblis yang mudah sekali menggoda para gadis dengan tampang, tatapan, maupun kepribadian mereka.
Perbedaanya adalah Reon adalah sosok iblis dingin tanpa ampun yang bisa membuat perempuan penasaran sementara Altair adalah iblis jahat usil yang mempesona dengan tingkahnya.
“Sial, apa yang kulakukan?”
Oryza menepuk pipinya berkali-kali karena memikirkan sesuatu yang bodoh. Tiba-tiba saja Altair menarik Reon ke arah Oryza. Kesan Reon yang dingin membuat Oryza meluruskan tubuh tanpa dia sadari.
“Kau lihat, dia adalah talentku.”
“Selamat malam.” Oryza sedikit membungkukkan badan.
“T--tunggu kenapa aku membungkuk dan mengucapkan selamat malam?” tanya Oryza kesal.
“Reon dalam dua atau tiga tahun lagi dia pasti bisa memerankan tokoh itu.” Altair tersenyum lebar.
“Kau masih memiliki mimpi konyol itu,” Reon memicingkan mata. “Sebaiknya kau cepat-cepat move on sebelum kau hancur berantakan sepertiku.”
“Ah, soal gadis itu ya?
“Bicara lagi dan aku akan membunuhmu.” tatap Reon taja,
“Jangan begitu, aku kan cuma bercanda. Lagi pula aku mendirikan STAR-S juga untuk mewujudkan hal itu.”
“Terserah, aku mau kembali. Masih banyak hal yang harus kulakukan.”
Reon masuk ke dalam mobil lalu menuju ke arah restoran. Altair sendiri menaikkan pintu mobil kemudian duduk di kursi kemudi mobil lambo berwarna merah yang dibawa Reon.
“Mau masuk, atau kutinggal di tempat ini?”
Oryza yang tak lagi mempunyai pilihan akhirnya duduk di dalam mobil. Altair menghidupkan mesin lalu menggeser tubuh hingga wajahnya begitu dekat dengan Oryza. Oryza dapat melihat bola mata berwarna abu-abu dan mencium wangi parfum yang luar biasa dari tubuh Altair.
“Ap-apa yang kau lakukan? aku bukanlah gadis yang seperti itu. Jika kau mendekat lebih dari ini aku akan ….”
Oryza menutup mata, jantungnya berdetak dengan kencang. Tiba-tiba terdengar bunyi klik dan ketika membuka mata, Oryza melihat sabuk pengaman sudah melilit tubuhnya.
“Kau kira aku akan melakukan apa?”
Altair mendekatkan bibir ke telinga Oryza.
“Dasar mesum.”
Oryza merasa kesal, tetapi memilih untuk diam karena sebagian kata-kata Altair mengandung kebenaran. Suasana mobil menjadi canggung dan Oryza terus mengusap-usap sabuk pengaman dengan gelisah.
“Bagaimana kalau kau bergabung--”
“Tidak, jangan ajak aku bicara. Fokuslah ke arah depan Tuan Altair yang terhormat.”
“Sepertinya aku memang harus sedikit memaksa.”
Mobil tiba-tiba berakselerasi dengan cepat sehingga membuat tubuh Oryza tertarik ke belakang.
“Bisakah kita lebih pelan.”“Ha … apa … apa kau mau lebih cepat? siap nona Oryza.”
Altair menekan pedal gas dengan lebih kuat dan mengganti gigi menjadi lebih tinggi. Jalanan berlalu cepat di mata Oryza dan membuat gadis itu gemetar ketakutan.
“Kumohon pelankan mobil ini.” Oryza mencengkram sabuk pengaman.
“Tentu, jika kau menandatangani kontrak.”
“Tidak akan!”
Sekelebat gambaran mulai berputar di pikiran Oryza. Tak ada alasan baginya untuk hidup, dia tak pernah bahagia, ibunya tak menyayanginya dan percintaannya juga sangat buruk. Karena itulah Oryza mulai pasrah dan menyebut doa-doa agar dosanya diampuni ketika meninggal.
“Ah, tidak seru.”
Altair menekan pedal rem sehingga membuat Oryza terjerembab ke depan. Altair akhirnya diam membisu, sampai mereka tiba di depan gang kecil tempat rumah Oryza berada.
“Kalau begitu aku pulang dahulu.”
Oryza melangkah menuju gang terapi berhenti karena sosok pria yang membawa botol minuman. Dia berjalan sempoyongan menuju ke arah Oryza.
“Oryza anak kesayanganku. Kau seperti lonte saja pulang jam sebelas seperti ini.”
Oryza hanya diam, tetapi tubuhnya bergetar dengan hebat.
“Apa yang kau lakukan? ayo masuk ke dalam rumah.”
Pria itu menyentuh pundak Oryza dan membuat gadis itu menutup mata. Saat itu tiba-tiba Altair datang dan memegangi lengan pria yang membawa botol. Oryza membuka mata dan dalam sepersekian detik dia melihat Altair membogem kepala pria itu hingga jatuh.
“Apa yang kau lakukan, dia ini ayahku.”
Oryza nampak membuat gerakan ragu antara ingin menolong atau membiarkan ayah tirinya terkapar di jalan.
“Ayah, lalu kenapa kau ketakutan seperti itu.”
“Itu ….”
Altair menggandeng paksa lengan Oryza lalu mengantarkan Oryza di depan pintu.
“Aku yang akan bertanggung jawab. Jadi jangan khawatir. Selama kau menjadi talentku aku akan melindungimu dengan nyawaku.” Altair mengedipkan mata sembari membuat senyum nakal.
Oryza dengan cepat membuka pintu dan buru-buru masuk ke dalam kamar. Oryza menutup pintu kamar dan langsung jatuh karena kakinya terasa lemas.
“Sungguh pria itu sangat aneh. Kalau begini terus aku bisa masuk ke dalam STAR-S karena terpeso--”
Oryza menepuk wajah dengan kedua tangan berkali-kali.
“Tidak-tidak, pria itu cuma ini mengambil keuntungan dariku. Aku tak boleh jatuh cinta. Lagi pula mana mungkin pria sehebat dia jatuh cinta dengan itik gendut tukang makan dan buruk rupa sepertiku.”
Seharian ini Oryza merasakan sesuatu yang aneh di kantornya. Selain beberapa orang yang berbisik setelah menatapnya, porsi pekerjaan Oryza menjadi berkurang. Biasanya gadis itu akan mengerjakan minimal lima atau lebih video baik itu potongan film, iklan sampai personal. Kali ini Oryza hanya mendapatkan satu video dari perseorangan yang segera diselesaikan dalam beberapa menit. Merasa pekerjaanya selesai Oryza berjalan menuju meja manajer untuk menanyakan sesuatu yang bisa dia kerjakan.“Pak Bayu, semua pekerjaan saya selesai. Jika ada yang--”“Tidak perlu, semua pekerjaan sudah kami handle. Kau bisa bersantai kali ini.”Oryza kembali ke kursi dan menatap layar komputernya dengan bosan. Karena tidak ada ponsel, Oryza tak dapat lagi membuka media sosial atau menonton film favoritnya beberapa hari ini.“Bosan sekali.”Oryza memutar-mutar kursi beberapa kali dan menemukan beberapa orang membuang muka ketika bertukar pandang dengan dirinya.“Ada apa sih dengan mereka?” tanya Oryza mengern
Oryza menatap ruangan pak Gunawan dan menemukan bahwa ruangan itu kosong. Ruangan yang sudah dipindahkan menjadi milik Altair itu sudah kosong selama tiga hari. Oryza kembali ke kursi lalu memegangi dahi yang terasa berkedut seperti tertusuk oleh ribuan jarum. Terdengar bunyi derak yang membuat Oryza sedikit bejingkat.“Selesaikan juga video editing ini jangan merasa menjadi anak emas karena diperhatikan oleh Tuan Altair.”Ternyata bunyi derak itu berasal dari salah satu rekan kerja yang melemparkan flashdisk di atas meja Oryza dengan kasar. Tanpa banyak bicara Oryza memungut flash disk itu dan mulai melihat beberapa video yang ada di dalamnya.“Sebenarnya ke mana pria brengsek itu. Padahal aku berniat untuk menandatangani kontrak.”Oryza sudah memutuskan untuk menandatangani kontrak. Hal itu bukan karena dia ingin menjadi artis, melainkan karena pagi itu sekawanan debt collector datang menagih hutang ayah tiri Oryza. Jika dalam dua hari tidak dapat melunasi, maka rumah Oryza yang men
Setelah drama pernikahan yang terjadi, tiba saatnya bagi Oryza untuk menandatangani kontrak. Kontrak yang berisi sepuluh lembar akta perjanjian itu telah ditambahkan Oryza bahwa dia akan bergabung ke dalam STAR-S jika Altair memenuhi tiga permintaan Oryza. Sebagai gantinya Altair juga bisa meminta tiga hal dari Oryza dan Oryza tak bisa menolak asal permintaan itu tidak melanggar hukum dan norma yang berlaku. Akhirnya Oryza membubuhkan tanda tangan diikuti dengan Altair.“Sudah kubilang aku akan membuatmu bergabung di STAR-S.” Altair merebahkan punggungnya di kursi.Oryza hanya memberi jawaban dengan ekspresi kesal.“Kalau begitu … Albert, ambilkan kotak yang ada di dalam mobil.”“Siap, Tuan Altair.”Albert keluar sejenak dan masuk kembali dengan membawa kotak berbentuk kubus yang dibungkus kertas kado berwarna merah pada Altair.“Sebagai rasa terima kasihku karena kau sudah mau bergabung dengan STAR-S. Aku akan memberimu ini.”Altair menyerahkan kado itu kepada Oryza. Tanpa ragu Oryza
Pagi itu Oryza menyadari sesuatu yang penting ketika memakai celananya.“Sepertinya aku harus membeli pakaian baru.”Reuni akan berlangsung dua hari lagi, tetapi tidak ada baju yang dapat Oryza pakai. Kebanyakan pakaian Oryza didominasi oleh celana berjenis jeans dan kain, kemeja polos atau flannel yang biasa digunakan untuk bekerja dan juga kaos dan celana pendek yang dia pakai sehari-hari di rumah.“Apa aku beli online saja, tapi sepertinya ukuranku banyak berubah.”Sebuah panggilan masuk di ponsel Oryza sehingga membuat gadis itu berjingkat karena suara dering yang keras. Oryza memeriksa ponsel dan mendapati nama pria menyebalkan di layar ponsel. “Halo, kenapa kau memanggilku?”“Jika kau tak turun dalam lima menit, akan kusebarkan fotomu memalukanmu ke seluruh kantor.”Panggilan tiba-tiba ditutup dan Oryza hanya bisa berdiri kebingungan seperti orang bodoh.“Pria sialan itu!”Oryza menjadi panik dan mengambil celana jeans dan sabuk yang telah ditambah lubangnya agar muat dengan pe
Bab IX Janji dan SyaratDari reuni SMA yang penuh dengan drama, Oryza kini duduk di bibir pantai berpasir bersama dengan Altair. Mereka berdua menikmati deburan ombak dan juga purnama yang menghiasi langit penuh bintang dalam kondisi diam. Tak ada yang menghalangi mereka kecuali kantong kresek besar berisi makanan dan minuman.“Sialan kau Kevin, sialan kau Agnes, kalian sengaja mempermainkanku bukan!” Oryza berdiri sehingga membuat jas yang dipakaikan Altair sebelumnya jatuh di tanah.Oryza melangkahkan kaki ke bibir pantai sembari mengutuki Kevin hingga dia bisa merasakan gulungan ombak kecil menyapu kakinya.“Kau tahu … penunggu pantai menyukai gadis berisik dan cerewet untuk diumpankan ke ikan. Aku takkan keberatan melihat hal itu jika kau bukan talentku.” Teriak Altair.Oryza berbalik dan menemukan Altair sedang menikmati minuman beralkohol yang dia beli di supermarket sebelumnya. Oryza berjalan mendekati Altair hingga jarak mereka hanya tersisa beberapa centi.“Aku sama sekali ta
Setelah melakukan perjalan tiga jam dengan menggunakan pesawat pribadi milik Altair, Oryza akhirnya sampai di luar asrama tepat pukul dua belas. Dia menyeret tas koper dan menenteng dus berisi mie instan favoritnya. Pintu depan asrama terbuat dari kaca tebal dan merupakan pintu otomatis yang hanya bisa diakses menggunakan kartu. Oryza mengeluarkan kartu yang sudah diberikan oleh Altair lalu menempelkannya pada alat pemindai.“Woah, tempat ini benar-benar canggih.” Oryza terkagum-kagumKetika masuk Oryza menemukan tulisan”Ganti sepatu anda dengan yang ada di rak.” dalam bahasa inggris. Setelah melihat hal itu Oryza melepas sepatu, meletakkannya ke dalam rak lalu mengganti sepatunya dengan sandal yang sudah disiapkan.“Baiklah lantai tiga ruang no lima.”Oryza terus mengulangii kata itu hingga sampai ke dalam lift. Gadis itu merasa mual begitu sampai di depan kamar yang akan menjadi tempat tinggal sementaranya selama di STAR-S. Selain memikirkan kehidupan baru, Oryza juga takut teman-te
Sebagai gadis yang kurang populer, drama adalah sarana Oryza untuk melarikan diri dari kenyataan. Cerita tentang seorang gadis yang menderita lalu mendapatkan kebahagiaan berkat orang tercintanya, membuat Oryza juga menginginkan hal yang sama. Diantara para artis yang dia suka, Damian berada di nomor satu. Oryza tak menyangka bahwa dia akan bertemu dengan Demian secepat ini. “Apa kau baik-baik saja?” Damian mengulurkan tangan sambil membuat ekspresi khawatir. “Damian Oppa ….” Oryza menoleh ke kanan dan kiri. “Sepertinya aku tak perlu memperkenalkan diri. Apakah kau murid baru?” Tanya Damian. Oryza berdiri dengan panik dan terburu-buru sehingga menyebabkan kepalanya berbenturan dengan dagu Damian. Sontak Damian jatuh ke belakang sembari memegangi dagu. “Apakah Oppa Damian tidak apa-apa. Gawat, aku harus mengambil pulpen dan kertas, tidak obat pereda nyeri tidak ….” Tubuh Oryza bergetar hebat, matanya tak berhenti bergerak ketika melihat Damian jatuh kesakitan. Damian akhirnya ban
Pagi itu Oryza menggunakan seluruh tenaganya untuk berlari, memasuki ruangan demi ruangan untuk mencari ruang kelas pertamanya. Oryza tersesat karena kesalahan waktu masa orientasi sehingga dia kesulitan menemukan kelas yang dituju. Oryza menyesal karena dia menolak ajakan Katarina untuk pergi bersama ke kelas.“Sial, semua itu karena pria sial itu. Aku jadi tak tahu ruangan D-1 untuk kelas pertamaku.”Setelah berkeliling hampir lima belas menit dan bertanya pada orang-orang yang dapat Oryza temui, akhirnya dia berhasil menemukan ruang kelas bertuliskan D-1. Setelah mengetuk tiga kali Oryza langsung membuka pintu.“Luar biasa.”Oryza menganga ketika mendapati ruangan dipenuhi dengan cermin seperti tempat berlatih dansa yang sering dia lihat di televisi Dia juga menemukan tiga orang sedang berdiri dan beberapa orang sedang duduk memperhatikan Oryza. Saat melihat ketiga orang yang berdiri, tiba-tba saja lutut Oryza gemetaran“Op-oppa D--Damian.” ujar Oryza dengan suara lirih. “Apa yang