Share

Bab V Benalu Perasaan

Seharian ini Oryza merasakan sesuatu yang aneh di kantornya. Selain beberapa orang yang berbisik setelah menatapnya, porsi pekerjaan Oryza menjadi berkurang. Biasanya gadis itu akan mengerjakan minimal lima atau lebih video baik itu potongan film, iklan  sampai personal. Kali ini Oryza hanya mendapatkan satu video dari perseorangan yang segera diselesaikan dalam beberapa menit. Merasa pekerjaanya selesai Oryza berjalan menuju meja manajer untuk menanyakan sesuatu yang bisa dia kerjakan.

“Pak Bayu, semua pekerjaan saya selesai. Jika ada yang--”

“Tidak perlu, semua pekerjaan sudah kami handle. Kau bisa bersantai kali ini.”

Oryza kembali ke kursi dan menatap layar komputernya dengan bosan. Karena tidak ada ponsel, Oryza tak dapat lagi membuka media sosial atau menonton film favoritnya beberapa hari ini.

“Bosan sekali.”

Oryza memutar-mutar kursi beberapa kali dan menemukan beberapa orang membuang muka ketika bertukar pandang dengan dirinya.

“Ada apa sih dengan mereka?” tanya Oryza mengernyitkan dahi.

Karena merasa bosan dan tak ada yang bisa dikerjakan, Oryza membuka browsernya.

“Sesekali memanfaatkan fasilitas kantor boleh ‘kan?” Oryza tersenyum.

Oryza membuka I*******m dan mendapati status galau dari Agnes.

[Gimana kalau memiliki teman pencuri]

Begitulah caption dari foto Agnes yang terlihat memakai gaun sambil berpose menangis. Oryza mengklik pada bagian balas story lalu mulai mengetik.

[Nes, maafin aku. Kalau aku tahu bakal begini aku takkan mempertemukanmu dengan pria sialan itu.]

“Siapa pria sialan itu?” Tanya Altair yang tiba-tiba muncul di belakang Oryza.

Oryza yang fokus menulis balasan untuk Agnes langsung berjingkat dari kursi hingga kepalanya bertabrakan dengan dagu Altair. Altair kesakitan memegang dagu sementara Oryza terus mengusap kepala.

“Kenapa kau di tempat ini?” tanya Oryza.

“Kepalamu keras juga,” Altair berdiri masih mengusap janggutnya.”Pantas kau selalu menolak tawaran dariku. Kasihan sekali kekasihmu kelak.”

“Sudah kubilang kenapa kau berada di sini!”

Oryza langsung menutup mulut begitu mendapati tatapan menusuk dari teman kerjanya. Oryza melupakan fakta kalau Altair adalah investor sekaligus rekanan penting perusahaan.. Karena sudah kepalang basah Oryza langsung menarik lengan Altair dan membawa pria itu menuju tangga darurat.

“Baiklah sekarang jawab pertanyaanku!”

“Pertanyaan yang mana? apa kau akan terus menggandengku seperti ini? orang-orang bisa salah paham lho.”

Oryza melepaskan lengan Altair lalu memicingkan mata dan membuat ekspresi kesal.

“Baiklah … baiklah, jangan menatapku seperti itu. Aku di sini karena ada pekerjaan. Aku orang sibuk tahu. Oh iya, kalau kau butuh sesuatu kau bisa ke ruanganku. Tempatnya ada di ruangan Pak Gunawan. Ah, tempat itu sangat nyaman.” Altair bersandar pada dinding dan menggunakan kedua tangan sebagai bantal

 “Kau sengaja melakukan ini bukan?” Oryza bersendekap sembari mengetuk kaki berkali-kali.

“Apa maksudmu?” Altair membuang muka.

“Pria ini!” Oryza mendengus.

Altair bersenandung sementara riang membuat kepala Oryza seperti akan pecah.

“Apa jangan-jangan kau juga yang membuat pekerjaan yang diberikan padaku berkurang?” tanya Oryza sembari memijat-mijat dahinya.

“Apa kau begitu menyukai pekerjaanmu mengedit video?” tanya Altair menyenderkan badan di dinding.

“Ya, karena hanya ini satu-satunya hal yang kubisa dan hal yang kubanggakan karena menghasilkan sesuatu. Aku dan Agnes juga memulai channel dan bermimpi mendapatkan gold button di utube. Tapi … gara-gara pria sinting dengan mulut beracunnya, hubungan kami jadi renggang.”

“Begitu ya, tapi … aku rasa dalam hati kecilmu kau juga ingin tampil di dalam layar bukan? jika tidak kau takkan melakukan hal yang kau lakukan di theater itu.”

“Memang salah aku bercerita hal sentimentil pada pria sepertimu.”

Oryza yang kesal membuka pintu masuk dari tangga darurat ke kantor lalu menutupnya dengan keras. Dia menatap layar komputernya dan ternyata Agnes tidak menjawab DM yang baru saja Oryza kirim.

“Agnes paling tidak jawab DMku dong.”

Hari itu Oryza melalui dua jam dengan bosan hingga tiba waktu makan siang. seperti biasa Oryza membuat bekal sandwich yang diisi dengan telur, salad dan sosis yang dengan saus sambal dan mayo. Oryza mengambil satu gigit roti dan merasakan gurihnya sosis ditambah lelehan saus sambal dan mayo di mulut. Setelah menyelesaikan satu sandwich dan ingin mengambil satu lagi, Oryza menyadari bahwa bekalnya telah kosong. Dia mengambil tempat bekalnya dan menyadari tidak ada lagi sandwich di tempat itu.

“Sudah habis, rasanya aku membuat lima sandwich hari ini.”

“Memang sandwich buatanmu itu yang terbaik.”

Oryza membalik kursi untuk mencari asal suara dan menemukan Altair sudah memakan sandwich terakhirnya dan bahkan sedang menjilati tangan dengan wajah penuh kenikmatan.

“Sandwichku.” teriak Oryza dalam hati.

Oryza berusaha membuat wajah datar meski hatinya ingin menangis. Gadis itu yang malas berdebat itu segera membalik kursi dan berpura-pura bekerja.

“Ini adalah jam istirahat. Kau tidak perlu bekerja sekeras itu.” Altair mengambil kursi kemudian duduk di samping Oryza.

“Ini memang jam istirahat Pak Altair, tapi saya masih memiliki tugas yang harus dilakukan.”

“Siapa yang berani memberimu tugas--”

Altair menutup mulut menyadari kalau dia telah mengatakan sesuatu yang salah. Sementara itu Oryza hanya memicingkan mata kemudian kembali menatap layar komputernya.

“Karena kau sudah memberiku sandwich, biarkan aku mentraktirmu makan.”

“Maaf pak Altair, saya sudah kenyang. Lagi pula, saya takkan jatuh pada rencana busuk anda. Palingan anda hanya ingin agar saya menandatangani kontrak ‘bukan?” tanya Oryza ketus.

“Ayolah, kau terlalu buruk menilaiku.”

Altair menggeser kursi Oryza ke belakang lalu menempatkan kepalanya tepat di samping Oryza.

“Kau ikut aku, atau aku terpaksa menggendongmu ke mobil.”

Bisikan dari Altair membuat bulu kuduk Oryza berdiri. Oryza tak menyangka Altair akan melakukan tindakan seperti itu di tempat begitu banyak orang.

“Kau tak mungkin be--”

Oryza menelan ludah ketika melihat Altair bersedekap sembari mengukir senyum jahat di bibirnya. Setelah pertemuan beberapa kali, entah kenapa Oryza tahu kalau Altair akan melakukan tindakan nekat jika sedang membuat ekspresi seperti itu.

“Baiklah,” Oryza mendesah. “Aku akan ikut.”

Oryza berdiri lalu berjalan keluar dari kantor diiringi dengan Altair di belakangnya. Tepat di saat Oryza membuka pintu kantor, dia mendapati Kevin keluar dari mobil dan menghampiri dirinya.

“Za, gw perlu ngomong.”

Kevin menarik tangan Oryza, tetapi segera dihalangi oleh Altair dengan memegangi lengan Kevin.

“Maaf, tapi aku memiliki janji dengan gadis ini.”

Mata Kevin dan Altair bertemu, memberikan kesan saling mengintimidasi.

“Siapa dia Za?” tanya Kevin sembari terus menatap Altair.

“Dia ….”

“Aku Altair.”

Altair mengulurkan tangan, tetapi Kevin tidak menyambut uluran tangan itu dan menatap Altair dalam-dalam.

“Oh, jadi kau boss besar yang menarik perhatian Agnes?” tanya Kevin garang.

“Kevin.” Oryza memelototi Kevin sehingga Kevin tak lagi menatap Altair.

“Please Za, gw butuh ngomong. Udah beberapa hari ini Agnes ga bisa dihubungi. Pas gw samperin ke rumah, dia selalu ga ada. Seolah-olah dia ngehindarin gw. Ada apa Za, beneran elo sama Agnes berantem.”

Oryza menundukkan kepala, bingung memilih kata yang akan diucapkan.

“Ayo ikut gw!”

Kevin mencoba menarik tangan Oryza, tetapi lagi-lagi Altair tak mengizinkan hal itu.

“Sudah kubilang aku memiliki janji dengan dia,” ujar Altair.

“Dia itu sahabat gw jangan ikut campur.” Tatapan Kevin dipenuhi kebencian.

“Sahabat, apa yang disebut sahabat? sudah jelas kalau kau, maupun gadis itu, hanya memanfaatkan dia. Kau … melakukan semua ini demi gadis bernama Agnes itu bukan? ternyata bukan hanya aktingnya, ternyata gadis itu juga seorang manipulator yang menjijikkan.”

“Tutup mulutmu!”

Kevin melepas tangan Oryza lalu berusaha mendaratkan tangan terkepalnya kepada wajah Altair. Altair dengan sigap memegang lengan Kevin dan memutarnya ke belakang hingga Kevin merintih kesakitan.

“Apa yang kau lakukan? lepaskan Kevin!” Teriak Oryza.

“Dia yang menyerangku terlebih dahulu. Lagi pula apa-apaan tinju lemah itu. Kau menyebut dirimu pria?” Altair mendengus sombong.

“Lepasin gw brengsek!” Kevin meronta berusaha untuk melepaskan diri.

“Katakanlah tolong jika kau ingin meminta sesuatu.”

Altair mengeraskan cengkraman dan tekanan pada lengan Kevin sehingga membuat Kevin merintih kesakitan. Oryza yang panik mendorong tubuh Altair lalu memberikan tamparan keras pada pipi Altair. Hal itu membuat Altair melepaskan cengkraman tangan kemudia mengusap pipi sambil mendesis.

“Cukup, aku bukanlah mainanmu. Ayo kita pergi Vin.” Oryza menggandeng tangan Kevin.

“Tidak ada yang pernah menamparku seperti ini. Hei, dengarlah aku akan membuatmu menjadi aktris apa pun yang terjadi. Kau akan mengerti bahwa persahabatan yang kau agungkan itu tak lebih dari kebohongan yang rapuh.”

Oryza mengacungkan jari tengah ke arah Altair lalu pergi menghilang bersama dengan Kevin. 

***

Oryza dan Kevin pergi ke restoran cepat saji terdekat di kantor Oryza. Setelah mengambil pesanan, Oryza mengambil tempat duduk tepat di depan Kevin. Kevin nampak memegangi tangan sambil membuat ekspresi kesakitan.

“Kau tidak apa-apa Vin?”

“Tenang aja Za. Gini doang mah kecil.” Kevin menjentikkan jempol dan kelingking tangannya.

“Maaf soal Agnes ya Vin. Aku tidak menyangka kalau dia bakal menghindarimu juga.”

“Sebenarnya ada apa sih Za?” tanya Kevin.

Oryza mengatakan semua peristiwa yang terjadi di restoran tentang dirinya, Agnes dan Altair.

“Jadi begitu rupanya. Pantas saja Agnes jadi seperti itu. Daripada dirinya yang cantik, pria itu malah memilih gadis sepertimu.”

Oryza tak dapat mendengar kata-kata berikutnya dari Kevin karena semua menjadi terasa berat. Di dalam hatinya Oryza tahu bahwa dia hanya gadis gendut, dekil yang tidak menarik sama sekali. Namun, hinaan dari Kevin membuat Oryza menjadi semakin terjatuh lebih dalam.  Seolah-olah ada tekanan besar yang menghantam seluruh tubuh gadis itu.

 “Za … Za … Oryza!” Kevin menggoyangkan bahu Oryza.

 “M-maaf Vin.” Oryza tersentak kaget.

“Kenapa elo, lagi mual ya? biasanya elo lahap banget kalau soal makanan.”

“Aku gapapa kok Vin.”

Oryza mencuil ayam tepung yang ada di mejanya dan memasukkan cuilan itu ke dalam mulut. Entah kenapa rasa ayam goreng yang selalu dia suka menjadi hambar.

“Ngomong-ngomong sebenarnya gw bersyukur karena si songong itu ga memilih Agnes. Gw masih ga bisa bayangin pisah dari Agnes. Gw jahat banget ya Za?”

“Ya, elo emang jahat. Elo itu ga peka sama sekali. Agnes itu ga ada perasaan sama elo. gw yang selama ini punya perasaan sama elo. Peka dong dodol!”

Oryza ingin meneriakkan isi hati, tetapi apa daya tak ada suara yang keluar dari tenggorokannya.

“Kok elo diem aja Za?”

“Wajar kok kalau tidak bisa berpisah dari orang yang disuka. Apalagi kalau cinta kita belum tersampaikan dan orang itu pergi dari kita. Rasanya … pasti sangat sedih.” Oryza minum cola sambil menatap Kevin dengan tatapan sayu.

“Kayaknya loe expert banget masalah percintaan Za. Jangan-jangan ada cowok yang loe suka ya?” Kevin menaik-turunkan alis dengan genit.

“Sebenarnya ada Vin.”

“Siapa itu Za, beruntung banget cowok itu.”

“Gimana kalau aku bilang cowok itu adalah kamu?”

Entah mendapat keberanian darimana, akhirnya Oryza menyatakan kata yang selalu dia pendam dalam hati.

“Loe ga lagi bercanda kan Za?” tanya Kevin dengan ekspresi terkejut.

“Aku serius Vin. Bahkan sejak SMA aku sudah menyukaimu. Bagaimana, mau pacaran denganku?”

Meski senyum Oryza tersenyum genit sembari membuat ekspresi yang sangat tenang, tetapi jantungnya berdetak dengan cepat. Oryza merasa dunia melayang-layang dan jiwanya terbang bebas tak tertahan layaknya orang yang mabuk. Sementara itu Kevin menelan ludah sambil membuang muka.

“Gimana ya Za … gw cuma nganggap elo teman.”

Oryza menyeringai mendengar pernyataan Kevin. Dari awal dia tahu bahwa inilah jawaban yang akan diberikan Kevin padanya. Meski begitu, Oryza tak biasa menghancurkan semua hubungan yang dia bangun dengan Kevin dan juga Agnes.

“Kenapa serius seperti itu. Aku kan cuma bercanda. Bagaimana, sepertinya aku cocok bukan untuk masuk menjadi aktris dan masuk ke dalam STAR-S Academy?” Oryza menepuk bahu Kevin dengan keras.

“Ah iya Za, betul banget. Gw ampe ngira loe itu serius tadi.” Kevin mengusap keringat yang ada di dahi.

Oryza melanjutkan makan dengan enggan. Pada akhirnya dia tak bisa jujur dengan perasaannya. Meski tahu bahwa selama ini hidup dalam kepalsuan, sejak awal memang Oryza selalu menggantungkan hidupnya dari perasaan orang lain. Karena Oryza adalah benalu perasaan yang bahagia jika ada orang lain yang membutuhkannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status