Setelah selesai makan siang, dan para pelayan itu merapihkan semua piring bekas tamu mereka makan dan kembali membersihkan meja itu.
"Jadi begini, Pak Akash. Saya punya lahan luas di suatu daerah perkampungan yang mau saya buat pesantren. Saya mau ada pondok khusus santri. Santriwan dan Santriwati terpisah," ujar Ahmed langsung pada Akash tanpa basa basi.
"Apakah ada design khusus yang Anda inginkan?" tanya Akash.
"Oh tentu, saya ingin bangunan yang bernuansa islami pastinya tapi saya membebaskan Anda untuk gambar design nya karena saya tau Anda pakarnya. Saya banyak lihat hasil karya Anda di internet. Bangunan yang Anda buat selalu menakjubkan," puji Ahmed.
Ahmed menceritakan semua ide yang ada dipikirkannya, dan Laudia mencatat semua keinginan kliennya. Akash menyimak dengan seksama semua ide-ide yang Ahmed utarakan padanya. Sebagai arsitek dia harus memahami keinginan kliennya terlebih dahulu baru dia bisa membuat design gambarnya.
Rapat ini lebih membahas konsep bangunan yang Ahmed inginkan, tidak seperti klien lainnya yang lebih dulu negosiasi perihal harga dari pada konsep. Ahmed salah satu klien menurut Akash yang tidak peduli soal biaya, yang Akash tangkap sampai sejauh ini Ahmed akan bayar berapapun jumlah yang Akash sodorkan nanti dalam kontrak kerjasama mereka.
"Baiklah kalau begitu, saya akan buat kontrak kerjasama kita. Tapi saya harus survei lokasinya dulu, Pak."
"Oh tentu silahkan, Pak Akash. Nanti sekretaris saya akan info alamat lengkapnya di mana. Jika saya bisa menemani anda nanti saya menyusul dan kita bisa bertemu di lokasi nanti."
"Baik kalau begitu, Pak Ahmed. Kita sepakat?" Akash meyakinkan lagi kerjasamanya dengan pengusaha perumahan terbesar itu. Siapa yang tidak kenal dengan Ahmed Bakhtiar Abinaya pengusaha Developer Properti terbesar se-Asia kini memakai jasa perusahaan Akash sebagai Arsiteknya walaupun pria itu memiliki banyak kenalan arsitek dan kontraktor.
"Sepakat."
Keduanya berjabat tangan didepan sekretaris masing-masing sebagai saksi kedua belah pihak.
Ahmed lebih dulu undur diri karena mobil dan supir pribadinya telah tiba setelah mengantar putrinya yang Akash kira istri muda dari Ahmed.
Akash dan Ahmed berpisah didepan pintu utama restaurant, mata Akash menelisik kedalam mobil Ahmed dan berharap gadis yang dia incar itu masih ada didalam mobil itu, tapi dewi fortuna belum memihak padanya karena gadis salihah itu sudah tidak ada di dalam mobil Ahmed.
Akash dan Laudia kembali ke kantor.
"Hubungi semua team operasional kita rapat sekarang," titah Akash saat didalam mobil. Dia ingin langsung membahas proyek yang baru saja dia dapatkan dari Ahmed.
"Baik, Pak."
Laudia langsung mengangguk dan memberi kabar lewat pesan group pada ponselnya.
[Guys, Divisi Operasional diminta rapat sekarang.]
[Ada proyek baru, Di?]
[Yup, baru deal.]
[Loe lagi sama Pak Akash?]
[Sudah pasti si Laudia sama Pak Akash lah kan sekretarisnya, masih nanya aja!]
[Iya, kita otw balik kantor. Makanya pada siap-siap diruang rapat. 10 menit lagi sampai.]
[Oke beib, hati-hati di jalan. Salam dong sama big boss.]
[Ngomong sendiri sama orangnya.]
[Ogah, takut aku tuh.]
[Hahaha ... haha ...]
[Hehehe ...]
Laudia mengulum senyumnya saat berbalas pesan dengan rekan kerjanya di group chat kantor.
"Sudah?" tanya Akash karena dia melihat sekretarisnya sibuk sendiri dengan ponselnya sambil tersenyum sendiri.
"Sudah, Pak." jawab Laudia singkat lalu dia memasukan kembali ponselnya pada tasnya.
***
Setibanya di kantor,
Akash langsung berjalan cepat masuk ke dalam gedung kantornya, dengan lift khusus dia dan Laudia langsung menuju keruang rapat.
Wajah datar Akash berbanding terbalik dengan hatinya yang senang saat masuk ke dalam ruang rapat semua orang yang dia harapkan kehadirannya ada semua di sana sedang duduk menunggu dirinya.
Seperti biasa Akash selalu melakukan rapat dengan teamnya setelah mendapat proyek baru, karena di sana dia bisa membahas dengan terbuka soal kontrak dan semuanya. Perhitungan matang yang Akash harapkan dari karyawannya.
"Besok pagi laporan itu harus ada di meja kerja saya, divisi legal langsung buat kontrak kerjasamanya setelah saya tanda tangan rincian biaya yang besok diberikan oleh team operasional. Paham semuanya yah?" Dengan lantang Akash berbicara di hadapan semua karyawannya yang mengikuti rapat.
"Paham, Pak."
Semua serentak bersamaan mengucapkan kata yang sama.
Akash menarik napasnya dalam, dia sudah sedikit tenang sekarang karena sudah membagi tugas pada karyawannya tinggal tugasnya membuat design bangunan pesantren setelah dia meninjau lokasi.
"Oke kalau begitu, kalian bisa kembali bekerja." Akash langsung keluar dari ruang rapat itu bersama Laudia yang mengikutinya dari belakang.
***
Laudia langsung duduk di kursi kerjanya dan Akash masuk ke dalam ruang kerjanya.
Di dalam ruang kerjanya Akash duduk di kursi kerajaannya, kursi yang hanya diduduki oleh seorang CEO sebuah perusahaan. Dulu kursi itu diduduki oleh Fauzan-ayah angkatnya dan kini diberikan pada Akash sebagai penerusnya.
Akash mengusap kasar wajahnya saat dia mengingat kembali gadis soleha yang pertama kali dia lihat di sebuah masjid tempo hari itu dan hari ini dia melihat kembali gadis itu, dia terkekeh pelan menertawakan permainan takdirnya yang lucu baginya. Bagaimana tidak lucu, disaat dia kalang kabut seperti orang kebakaran jenggot mencari gadis itu tapi ternyata dia dipertemukan tidak sengaja hari ini.
Seketika wajah Akash berubah saat dia mengingat penglihatannya waktu gadis itu memeluk hangat pria yang seharusnya lebih pantas sebagai ayahnya dari pada suaminya. Pikiran Akash saat ini penuh dengan tanda tanya besar.
"Kalau dibilang anak, tapi pak Ahmed sepertinya masih muda. Gak mungkin dia punya putri sebesar itu. Apa benar dia istrinya? Istri muda mungkin." Monolog Akash.
"ARGTH!!!" Akash kesal sendiri saat mengingat gadis itu, saat ini dia hanya bisa menebak saja tidak mungkin dia langsung bertanya pada klien barunya itu. Walaupun Ahmed baik tapi tidak etis rasanya jika menanyakan masalah pribadi ketika kita baru pertama kali bertemu dengan orang itu.
Akash langsung mengeluarkan ponselnya dan dia mengirim pesan pada seseorang, sahabatnya yang selalu ada di saat dia membutuhkan sesuatu.
Akash
[Tar malem loe temenin gue, ditempat biasa. Bawa model baru, jangan Rissa!]
Wildan
[Seriusan? Tumben!]
Akash
[Gak usah banyak tanya! Masih mau tinggal di apartement kan?!]
Wildan
[Siap, Bos ku.]
Disaat pikirannya sedang kacau, Ashraf selalu kembali ketempat di mana dia bisa melupakan sejenak masalahnya, kegalauan hatinya. Niatnya untuk tobat saat ini sedang tertutup oleh pikirannya yang sepihak. Gadis incarannya adalah istri muda kliennya itu yang kini ada di otaknya.
Karena sudah tidak ada pekerjaan, Ashraf memutuskan kembali kerumahnya untuk bersiap karena nanti malam dia mau pergi ke sebuah club yang biasa dia dan Wildan kunjungi.
***
Setibanya di rumah, Ashraf melihat jam tangannya. Masih ada waktu untuk melakukan sedikit olah raga agar otot tubuhnya terbentuk sempurna. Alat berat untuk olahraga di rumah itu sangat lengkap.
Ashraf langsung masuk kedalam ruang khusus gym setelah dia berganti pakaian olahraganya. Melakukan sebentar treadmill sebelum dia mengangkat beban barbel. Setelah merasa cukup dan berkeringat Ashraf kembali ke kamarnya untuk mandi. Berendam di bathtub salah satu cara baginya merelaxan diri, dia menyalahkan kedua kerannya, air panas dan air dingin bersatu di dalam bathtub itu hingga membuat air menjadi hangat. Setelah merasa cukup, Ashraf berendam di dalamnya. Tidak lama karena jam pada dinding kamar mandinya sudah menunjukan pukul 20.00 WIB. Sudah saatnya dia bersiap untuk pergi ke Club.
Hanya menggunakan handuk yang melilit dipinggangnya dia keluar dari kamar mandi menuju ke lemari besar yang ada di sana, dia buka setiap pintu lemari itu dan memilih pakaian yang dia anggap pantas dia pakai ke sana.
Kali ini Ashraf menggunakan pakaian casual tapi tetep berkarisma, celana jeans warna biru dengan aksen pudar dibagian pahanya dan kaos putih yang dia padukan dengan blazer warna hitam membuat penampilannya tambah keren.
Menyemprotkan beberapa kali parfum bermerk pada tubuhnya membuat rasa percaya dirinya bertambah.
Setelah siap, Ashraf langsung melajukan mobil sportnya yang berwarna merah itu menuju sebuah club di tengah Ibu Kota.
Setelah selesai makan siang, dan para pelayan itu merapihkan semua piring bekas tamu mereka makan dan kembali membersihkan meja itu. "Jadi begini, Pak Akash. Saya punya lahan luas di suatu daerah perkampungan yang mau saya buat pesantren. Saya mau ada pondok khusus santri. Santriwan dan Santriwati terpisah," ujar Ahmed langsung pada Akash tanpa basa basi."Apakah ada design khusus yang Anda inginkan?" tanya Akash."Oh tentu, saya ingin bangunan yang bernuansa islami pastinya tapi saya membebaskan Anda untuk gambar design nya karena saya tau Anda pakarnya. Saya banyak lihat hasil karya Anda di internet. Bangunan yang Anda buat selalu menakjubkan," puji Ahmed.Ahmed menceritakan semua ide yang ada dipikirkannya, dan Laudia mencatat semua keinginan kliennya. Akash menyimak dengan seksama semua ide-ide yang Ahmed utarakan padanya. Sebagai arsitek dia harus memahami keinginan kliennya terlebih dahulu baru dia bisa membuat design gambarnya.Rapat ini lebih membahas konsep bangunan yang Ahm
Setibanya di Restaurant yang bernuansa Timur Tengah itu, mobilnya berhenti tepat didepan pintu lobby. Sebagai seorang supir Pak Rusdi tidak hanya menyetir tapi dia bertugas membukakan pintu mobil majikannya, Akash dan Laudia keluar dari mobil setelah pintu mobilnya terbuka.Pria paruh baya itu menundukkan kepalanya pada Akash, pasalnya walaupun usia mereka terpaut jauh tetap saja statusnya Akash adalah majikannya yang memberinya pekerjaan dan penghasilan hingga dia dapat menghidupi dan menyekolahkan putra putrinya sampai kejenjang perguruan tinggi. "Makasih, Pak," ucap Laudia saat dia sudah keluar mobil sedangkan Akash langsung saja berjalan masuk kedalam Restaurant itu.Rusdi tersenyum tipis membalas ucapan Laudia, karena sudah biasa baginya menghadapi sikap Akash yang seperti itu dan hanya Laudia saja yang selalu mengucapkan kata terima kasih atau sedikit berbincang saat dalam perjalanan.Setelah memastikan tidak ada yang dibutuhkan oleh Akash dan Laudia, Rusdi itu kembali melajuka
Beberapa hari kemudian,Karena kesibukannya Akash melupakan sosok wanita soleha yang dia lihat dulu. Saat ini fokusnya bukan pada gadis itu karena banyaknya proyek yang masuk membuat dirinya tidak ada waktu walaupun sedikit untuk memikirkan soal sosok itu.Tok!!!Tok!!!Tok!!!Laudia mengetuk pintu ruang kerja Akash sebelum dia masuk kedalam."Permisi, Pak. Saya mau menyampaikan kalau tadi sekretaris dari Pak Ahmed menghubungi dan meminta waktu Pak Akash untuk bertemu Pak Ahmed," ucap Laudia."Ahmed Bakhtiar Abinaya pengusaha yang terkenal dermawan itu?" tanya Akash karena seingatnya dia pernah membaca artikel disalah satu majalah bisnis tentang nama itu."Iya benar, Pak.""Mau apa dia?""Info dari sekretarisnya Pak Ahmed mau memakai perusahaan kita untuk membangun pesantrennya tapi beliau mau bertemu langsung dengan Anda, Pak," jelas Laudia. Akash menghela nafasnya setelah mendengar penjelasan Laudia yang panjang. Seharusnya hal ini bukan ranahnya lagi, dia bisa saja mengirim orang
Malam ini Akash kembali berada disebuah club bersama salah satu temannya yang biasa dia ajak bersenang-senang jika dia membutuhkan hiburan.Mengetahui Akash datang semua wanita berlomba-lomba merayu agar dapat bersama CEO itu walaupun hanya satu malam saja.Didalam sana Akash merasa bebas dan bahagia karena dia bisa bebas bersenang-senang, minum, rokok, joget dan ngobrol ditemani beberapa wanita. "Gue punya cewek cantik, spesial buat loe malam ini," ucap Wildan teman baik Akash yang biasa dia ajak ke club.Kali ini Akash tidak seperti biasanya, walaupun sedikit mabuk pria itu menolak wanita yang ditawarkan Wildan untuknya. Jari telunjuk Akash terangkat dan bergerak ke kiri ke kanan menolak. Kening Wildan sampai mengernyit dalam, baru kali ini sahabatnya itu menolak wanita. Biasanya juga dia yang meminta Wildan mencarikan seorang wanita untuk menemaninya sampai pagi menjelang dan berakhir di ranjang."Loe kapok sama Rissa?" ledek Wildan, dia kira Akash trauma dengan kejadian wanita te
Dengan kecepatan mobil sportnya itu, Akash tiba dirumahnya hanya dalam hitungan setengah waktu dari biasanya dia tempuh dengan mobil biasa miliknya yang lain.Sesampainya di dalam rumah, kedua orangtuanya memintanya duduk karena mereka berdua sudah menunggunya sejak tadi."Papa mau tanya, kapan kamu menikah?" tanya Fauzan dengan wajah serius dia menatap putranya menunggu jawaban yang tepat dari Akash.Kedua alis Akash menyernyit dalam, dia kira ada kabar apa sampai kedua orang tuanya itu mengirimnya pesan agar segera tiba dirumah, tidak tahunya dia hanya mendapatkan pertanyaan konyol yang dilontarkan sang ayah seperti biasa."Gak ada pertanyaan yang lebih berbobot dari ini?" tanya Akash kesal pasalnya dia sudah ngebut dari Kota sebelah agar dapat tiba secepat mungkin sesuai keinginan ayahnya."Ini sangat penting untuk kami, Nak," jawab Anya sang ibu angkat."Ma, aku akan menikah kalau ketemu dengan gadis yang sesuai kriteria yang aku mau," jawab Akash lembut pada ibunya."Tapi kriteri