Home / Romansa / CEO Tampan Mencari Istri Salihah / Bab 6. Pertemuan yang Mengusik. 

Share

Bab 6. Pertemuan yang Mengusik. 

Author: Ucing Ucay
last update Last Updated: 2025-05-23 16:26:41

Melihat kliennya tiba, Akash langsung bangkit dari duduknya. Ia menyambut kedatangan Uti yang masuk ke dalam restoran seorang diri. Kening Akash mengernyit, heran mengapa hanya sang sekretaris yang datang. Kalau begini, untuk apa aku yang harus repot datang? Seharusnya aku bisa meminta divisi marketing saja, pikirnya.

“Selamat siang, Pak Akash. Saya Uti, sekretaris Pak Ahmed,” ucap gadis berhijab itu sambil memberi salam, mengatupkan kedua tangan di depan dada.

Akash menyambutnya dengan sedikit kikuk, mengikuti cara Uti memberi salam. Ia juga mengatupkan kedua tangannya, meski terbiasa berjabat tangan saat bertemu siapa pun.

Laudia yang menyaksikan itu hanya mengulum senyum melihat atasannya bersikap kikuk.

“Sendiri?” tanya Akash, sembari mengisyaratkan Uti untuk duduk.

Dengan senyum manis, Uti menggeleng. “Pak Ahmed masih di dalam mobil karena ada sedikit urusan pribadi. Saya diminta untuk menemui Bapak terlebih dahulu.”

Akash mengangguk paham. Melalui kaca besar restoran, ia melihat Ahmed keluar dari mobilnya bersama seorang gadis yang pernah dilihatnya di masjid tempo hari. Mata Akash membelalak saat melihat gadis berpakaian syar’i itu memeluk Ahmed hangat dan mencium punggung tangannya dengan takzim.

Pikiran Akash langsung melayang entah ke mana. Ia mengira gadis itu adalah istri muda kliennya. Seketika hatinya mencelos melihat pemandangan di area parkir restoran.

Tak lama kemudian, Ahmed melangkah masuk ke restoran setelah mobilnya pergi meninggalkan area parkir.

“Selamat siang, Pak Akash. Maaf saya terlambat,” sapa Ahmed sambil mengulurkan tangan.

“Selamat siang juga, Pak Ahmed. Tidak apa-apa, saya juga baru tiba,” jawab Akash sambil menyambut uluran tangannya.

Laudia juga memberi salam, menirukan cara yang dilakukan Uti sebelumnya.

Sebelum rapat dimulai, Ahmed memesan beberapa menu makan siang untuk dirinya dan rekan-rekannya. Sudah terbiasa dengan cita rasa khas Timur Tengah, ia langsung memesan berbagai hidangan spesial yang menjadi andalan restoran tersebut.

"Apa Anda mau menambah lagi, Pak Akash?" tanya Ahmed sambil tersenyum ramah.

"Tidak, Pak Ahmed. Terima kasih atas tawarannya, ini saja sudah cukup membuat perut saya kenyang," jawab Akash dengan sopan.

"Alhamdulillah kalau begitu, berarti makanan ini tidak mubazir. Ayo, dihabiskan. Setelah ini kita bisa mulai rapatnya," ucap Ahmed menyemangati.

Akash mengangguk pelan lalu kembali menikmati makanannya. Tanpa sisa, ia menghabiskan semua yang ada di piringnya. Ini adalah kali pertama baginya mencicipi hidangan khas Timur Tengah yang kaya akan rempah. Biasanya, saat menjamu klien, Akash lebih memilih restoran yang menyajikan masakan Eropa. Namun hari ini terasa berbeda, penuh rasa dan pengalaman baru.

***

Setelah selesai makan siang, para pelayan segera merapikan piring-piring bekas dan membersihkan meja dengan cekatan, memastikan semuanya kembali tertata rapi.

Ahmed langsung membuka pembicaraan begitu suasana terasa lebih tenang.

"Jadi begini, Pak Akash. Saya memiliki lahan cukup luas di sebuah daerah perkampungan. Rencananya, lahan itu akan saya manfaatkan untuk membangun sebuah pesantren. Saya ingin ada pondok khusus santri, tentunya dengan pemisahan antara santriwan dan santriwati," ujar Ahmed, to the point tanpa banyak basa-basi.

"Apakah ada desain khusus yang Anda inginkan?" tanya Akash menanggapi dengan tenang.

"Oh, tentu. Saya ingin bangunannya memiliki nuansa islami yang kuat. Tapi, saya serahkan sepenuhnya pada Anda untuk membuat desainnya. Saya tahu Anda pakarnya dalam bidang ini. Saya sudah banyak melihat karya Anda di internet, dan semuanya luar biasa," puji Ahmed tulus.

Ahmed lalu mulai menjelaskan satu per satu ide yang ia miliki. Laudia dengan sigap mencatat semua permintaan klien mereka itu. Sementara itu, Akash mendengarkan dengan saksama, menyerap setiap detail yang disampaikan. Sebagai seorang arsitek, hal pertama yang harus ia lakukan adalah memahami keinginan klien sebelum menggambar satu pun garis di atas kertas.

Rapat kali ini lebih banyak membahas konsep bangunan yang diinginkan Ahmed. Tidak seperti kebanyakan klien lainnya yang langsung menyoal anggaran, Ahmed justru lebih fokus pada visi dan nilai dari bangunan yang akan ia dirikan. Dari percakapan itu, Akash bisa menyimpulkan bahwa Ahmed bukan tipe klien yang mempermasalahkan harga. Sejauh ini, pria itu tampak siap membayar berapa pun nominal yang akan tercantum dalam kontrak kerja sama mereka nanti.

"Baiklah kalau begitu, saya akan segera siapkan draft kontrak kerja samanya. Tapi, saya perlu survei lokasi terlebih dahulu, Pak," ucap Akash memastikan langkah selanjutnya.

"Oh, tentu. Silakan, Pak Akash. Nanti sekretaris saya akan menghubungi Anda dan mengirimkan alamat lengkapnya. Jika saya tidak ada halangan, saya akan menyusul ke lokasi dan kita bisa bertemu langsung di sana," jawab Ahmed dengan ramah.

"Baik, Pak Ahmed. Jadi kita sepakat, ya?" tanya Akash lagi, ingin memastikan segalanya jelas dan tertutup rapat.

"Sepakat," jawab Ahmed sambil mengulurkan tangan.

Keduanya berjabat tangan erat di hadapan sekretaris masing-masing, menjadi saksi terbentuknya kerja sama antara dua tokoh penting dalam dunia properti dan arsitektur.

Ahmed lebih dulu undur diri karena mobil dan sopir pribadinya telah tiba setelah mengantar putrinya yang Akash kira istri muda Ahmed.

Akash dan Ahmed berpisah di depan pintu utama restoran. Mata Akash menelisik ke dalam mobil Ahmed, berharap gadis yang dia incar masih ada di sana, tapi dewi fortuna belum memihaknya karena gadis salihah itu sudah tidak ada di dalam mobil.

Akash dan Laudia kembali ke kantor.

"Hubungi semua tim operasional, rapat sekarang," titah Akash saat di dalam mobil. Dia ingin langsung membahas proyek baru yang baru saja didapatkan dari Ahmed.

"Baik, Pak," jawab Laudia.

Laudia langsung mengangguk dan memberi kabar lewat pesan grup pada ponselnya. Sambil mengulum senyum saat berbalas pesan dengan rekan kerjanya di grup chat kantor.

"Sudah?" tanya Akash karena dia melihat sekretarisnya sibuk sendiri dengan ponsel sambil tersenyum sendiri.

"Sudah, Pak," jawab Laudia singkat, lalu dia memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

Setibanya di kantor,

Akash langsung melangkah cepat memasuki gedung perusahaannya. Dengan lift khusus, dia dan Laudia menuju ruang rapat tanpa membuang waktu.

Wajahnya tetap datar, tak menunjukkan ekspresi apa pun, tetapi dalam hatinya ada kepuasan tersendiri saat melihat semua anggota tim yang dia harapkan hadir, sudah duduk rapi menunggunya di sana.

Seperti biasa, setiap kali mendapat proyek baru, Akash selalu mengadakan rapat dengan tim internal. Bagi pria itu, rapat bukan hanya formalitas, tapi forum terbuka untuk membahas arah proyek, alokasi tanggung jawab, serta menyusun perhitungan yang matang—sesuatu yang sangat dia tekankan pada seluruh divisinya.

"Besok pagi laporan itu harus sudah ada di meja saya. Divisi legal langsung buat kontrak kerjasamanya setelah saya tanda tangan rincian biaya yang akan diserahkan oleh tim operasional besok. Paham semuanya, ya?" ucap Akash lantang, suaranya menggema di seluruh ruangan rapat.

"Paham, Pak," jawab semua anggota tim serempak.

Akash menarik napas panjang, sedikit lega karena telah membagi tugas dengan jelas. Sekarang dia bisa fokus pada perannya: merancang desain bangunan pesantren yang sesuai dengan visi klien, setelah survei lokasi dilakukan.

"Oke kalau begitu, kalian bisa kembali bekerja," tutup Akash sambil berdiri dari kursinya.

Ia meninggalkan ruang rapat dengan langkah mantap, diikuti oleh Laudia yang berjalan satu langkah di belakangnya.

Ucing Ucay

Sudah masukan cerita ini ke pustaka? Terima kasih kalau sudah, kalau belum tolong ya masukan dulu ke pustaka dan beri peringkat bintang gitu ke cerita aku ini. Support aku ya, terima kasih banyak.

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CEO Tampan Mencari Istri Salihah   Bab 62. Masa Lalu. 

    “Apa kamu takut bersaing dengan mereka?” goda Fauzan lagi, tahu betul bagaimana sikap putra angkatnya jika menyangkut Wildan—rival yang sejak dulu ingin menjatuhkan Akash, baik secara bisnis maupun pribadi.Akash berhenti menyemprot. Tangannya terhenti di atas pot anggrek mini milik Anya. Ia berbalik, menatap Fauzan dengan tatapan serius.“Aku tidak pernah takut pada siapapun ... kecuali pada Allah.” Tangannya menunjuk ke atas, pada langit yang mulai temaram.Fauzan tersenyum puas. Ia tahu, meskipun Akash adalah pria yang sangat ambisius dan tidak suka kalah, ia tidak melupakan tempat berpijak nilai-nilai spiritualnya.Anya terdiam. Ia tahu siapa Mr. Ayden—pria berdarah campuran Indonesia-Perancis yang dikenal licik dalam bisnis. Dahulu, Ayden dan Fauzan pernah bersitegang hebat ketika perusahaan mereka bersaing dalam tender besar. Pria itu tidak segan melakukan cara kotor demi menguasai pasar properti dan konstruksi. Setelah berhasil mendominasi Paris, kini Ayden mengalihkan perhatia

  • CEO Tampan Mencari Istri Salihah   Bab 61. Rival Akash. 

    "Silakan," ucap Wildan setelah menuangkan minuman dingin ke dalam gelas bening dan menyodorkannya ke tangan Shinta.Gelas itu nyaris tidak sebanding dengan panas yang ia rasakan. Shinta menyesap minumannya perlahan, bibirnya sedikit terbuka, dan leher jenjangnya menegang sesaat ketika cairan segar itu meluncur ke tenggorokannya.Wildan mengatur napasnya yang tiba-tiba berubah tak beraturan."Kenapa kamu gak pernah tampil begini waktu di kantor Akash?" tanyanya sambil meneguk minuman kaleng dari kulkas, berusaha menyembunyikan nafsu yang mulai membakar.Shinta terkekeh pelan. "Kalau aku datang ke kantor Akash seperti ini," ia menyapu rambutnya ke samping, memperlihatkan bahunya yang telanjang, "aku sama saja dengan wanita-wanita yang cuma bisa menemani kencan semalamnya."Wildan menaikkan alis. Menarik. Sangat menarik."Aku memilih berpakaian tertutup, panjang, sopan. Biar Akash punya persepsi lain. Biar dia merasa aku berbeda. Bisa dipercaya.""Smart move," gumam Wildan, tangannya ter

  • CEO Tampan Mencari Istri Salihah   Bab 60. Konspirasi. 

    “Lalu kenapa Wildan bisa memenangkan tender proyek mal itu?”“Uhuk! Uhuk! Uhuk!”Akash langsung tersedak, batuk beberapa kali karena kaget mendengar kabar baru dari papanya.Keningnya mengernyit dalam. “Pemenang tender proyek mal itu Wildan? Wildan dari Ganda Kontraktor itu? Bagaimana bisa?” serunya tak percaya, melontarkan beberapa pertanyaan sekaligus.Fauzan hanya mengedikkan bahu. “Papa gak tahu detailnya. Tapi memang benar, kabar itu Papa dapat tadi pagi.”Perusahaan milik Fauzan memang sama-sama bergerak di bidang kontraktor seperti Akash, tapi lebih spesifik mengurus sistem plumbing dan instalasi air bersih dan kotor untuk gedung-gedung.Tak menunggu lebih lama, Akash langsung menghubungi Rashid. Kenapa Rashid tidak memberi tahunya soal ini kemarin? Padahal seingat Akash, mereka sempat bertemu sebentar di kantor.“Halo?” suara serak Rashid menjawab dari seberang, terdengar baru bangun tidur.“Kenapa Wildan bisa menang tender proyek mal itu?” tembak Akash tanpa basa-basi.“Ya am

  • CEO Tampan Mencari Istri Salihah   Bab 59. Malam yang Panjang

    Perlahan, Akash menoleh ke arah Innara, menatap wajah gadis itu yang kini dipenuhi kegelisahan. “Anaknya Pak Umar pasti yang terbaik buat kamu. Dia bisa jadi imam yang kamu idamkan. Latar belakang agamanya kuat. Kuliah di Kairo, pusat ilmu. Pasti dia lebih layak dibanding aku.”Ada jeda sebentar sebelum ia melanjutkan, suaranya makin berat.“Boleh aku ucapkan selamat lebih dulu?”Innara tak sanggup berkata apa pun. Matanya memerah, bibirnya bergetar. Ia hanya bisa menunduk dan memalingkan wajah ke arah jendela, berusaha keras menahan air mata yang hampir jatuh. Dada Akash terasa diremas saat melihatnya begitu. Tapi ia tahu, dia tak berhak memaksa.Tanpa kata lagi, Akash keluar dari mobil. Innara menyusul, berganti posisi ke kursi kemudi karena Akash akan kembali ke Jakarta dengan mobilnya sendiri. Mereka seperti dua orang asing yang baru saja mengubur sesuatu yang belum sempat hidup.Sesaat sebelum pergi, Akash berdiri di depan pintu mobilnya, menatap wajah Innara yang masih tertunduk

  • CEO Tampan Mencari Istri Salihah   Bab 58. Desiran Hati Akash dan Innara. 

    Lalu keduanya tertawa. Pelan, namun tulus. Tawa yang menembus jeda canggung yang terbentuk. Tawa yang membuat suasana menjadi hangat di tengah terik siang hari.Innara tersenyum sambil menyapu rambutnya yang tertiup angin.“Aku sedang memantau pembangunan. Proyek ini kan kerja sama CSR antara perusahaan Mas Akash dan yayasan milik Papaku. Jadi, aku juga ingin tahu sudah sampai mana progresnya,” jelasnya sambil melihat ke arah bangunan yang masih berupa struktur kerangka beton.Akash mengangguk pelan. “Aku juga. Sebenarnya hari ini aku sudah dijadwalkan meeting lagi, tapi entah kenapa, rasanya aku harus datang ke sini. Sudah seminggu aku fokus penuh ke urusan tender, sampai-sampai lupa dunia luar.”“Aku juga, Mas.” Innara tersenyum tipis. “Sadar-sadar, eh, sudah seminggu enggak ada kabar dari kamu.”Tatapan mata mereka saling bertemu lagi. Kali ini, tidak ada canggung. Hanya ada pengakuan tanpa kata—bahwa mereka saling merindukan. Bahwa diam mereka selama seminggu ternyata menyisakan r

  • CEO Tampan Mencari Istri Salihah   Bab 57. Harapan Besar. 

    Esok Paginya, Langit masih gelap saat Akash sudah bersiap meninggalkan rumah. Udara pagi yang dingin menggigit kulit, tapi pikirannya jauh lebih penuh dari itu. Ia belum sempat menyentuh sarapan. Ada hal lain yang lebih mendesak baginya hari ini.Alih-alih langsung ke kantor, langkahnya membawanya ke tempat yang sudah lama jadi pelariannya—Masjid kecil di sudut kota, tempat di mana ia biasa mencari ketenangan dan menuntut ilmu agama dari seorang guru yang ia hormati: Ustaz Ali.Akash tiba tepat setelah salat Subuh. Cahaya lampu masjid masih temaram, dan suasana hening menyelimuti ruangan yang mulai kosong, menyisakan beberapa orang yang khusyuk berdzikir.Ia melihat sosok Ali sedang duduk bersandar di salah satu tiang masjid, wajahnya damai. Akash melangkah pelan menghampirinya."Assalamualaikum, Guru," sapa Akash penuh hormat."Waalaikumsalam, Akash. Tumben pagi-pagi sekali sudah ke sini. Ada apa?" tanya Ali sambil tersenyum, sedikit terkejut melihat muridnya yang satu itu.Akash me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status