Share

Ibu?

Diperjalanan, Grace selalu terpikirkan akan ibunya. Ia takut meninggalkan ibunya malam-malam kerena mengingat malam itu. Tapi ia menjernihkan pikirannya lagi untuk menjadi lebih positif. Grace pun menghela nafas gusar.

"Nona, anda telah sampai."

Grace tersadar lalu memberikan bayaran kepada supir taksi. Ia pun bergegas pergi memasuki hotel dan berjalan menuju kamar yang sudah dipesan.

Sesampainya didepan kamar, Grace mengetuk pintu itu sebanyak tiga kali. Tak lama kemudian, pintu terbuka menampilkan sosok yang tak asing dimata Grace.

"Selamat datang."

Grace sedikit merinding dengan sambutan itu, namun iya hanya tersenyum kikuk lalu memasuki kamar dengan sedikit gemetara.

Max melihat itu sempat khawatir, namun ia berpikir lagi untuk berusaha baik karena ia tidak bermaksud untuk menjamah wanita itu.

"Em, apa akan dimula--"

"Aku tak akan menjamahmu." Sela Max yang langsung mendapat tatapan heran dari Grace.

Max duduk dikursi hotel dan mengambil gelasnya yang berisi alkohol. Grace hanya berdiri diam sampai akhirnya Max menyuruhnya untuk ikut duduk dikursi.

Grace duduk lalu menuangkan alkohol digelas Max yang sudah kosong. Max hanya menatap wajah Grace lekat sambil beberapa kali meneguk alkohol itu.

"Kenapa anda memesan saya kalau tidak untuk dijamah?" tanya Grace penasaran, Max terdiam sejenak.

"Aku tidak tau, tapi sepertinya aku melakukan kesalahan." Jawab Max membuat Grace mengerutkan dahinya.

"Apa maksudnya itu?"

Max menyimpan gelasnya lalu menyandarkan dirinya pada sofa sambil memejamkan mata. Grace sempat kesal karena Max tidak langsung menjawab pertanyaan Grace. Ia malah tiduran membuat Grace menunggu dengan terus menatapnya.

Max membuka matanya lalu melirik kearah Grace yang masih setia menunggu, pria itu pun terkekeh pelan.

"Aku tidak memesan gadis perawan untuk malam itu. Kenapa bisa-bisanya kamu menjual keperawanan padaku?" tanya Max membuat Grace terkejut.

"Apa sebelumnya hal itu tidak pernah terjadi?" tanya balik Grace, pria itu langsung bergeleng.

"Tidak ada istilahnya gadis perawan memainkan aplikasi itu. Apa kamu butuh uang?"

Grace terdiam. Ia teringat pada pesan dokter saat ibunya dirumah sakit. Dokter memberi tahu bahwa ternyata Hanna terkena kanker darah yang membuatnya harus memiliki banyak uang untuk kemoterapi.

Max yang melihat raut wajah Grace bisa menilai bahwa perkataanya itu benar adanya.

"Apa kau mau aku bantu? Tapi semua itu tidak gratis." Ucap Max, Grace melirik kearahnya dan sudah bisa menebak apa yang akan dialaminya jika dirinya dibantu oleh pria itu.

Lantas Grace membalasnya dengan bergeleng. Max yang tersinggung itu mendekati dirinya pada Grace sambil menahan gejolak marahnya yang mulai meluap itu.

"Kenapa tidak?"

"Lebih baik aku menjadi wanita malam dari banyak orang, aku tidak mau menjadi budak sex mu." Jelas Grace membuat Max sangat kesal.

"Pekerjaan kotor mu benar-benar profesional. Apakah itu artinya kamu mau mencoba semua alat kelamin laki-laki?"

Grace hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan Max. Lelaki itu sudah sangat kesal dengan Grace. Wanita yang sangat ia inginkan dengan terang-terangan menginginkan pria lain dan menolak menjadi miliknya dengan utuh.

Tidak mungkin juga Max membiarkan hal itu berlalu setelah ia menjalani hari panjang penuh penyiksaan.

"Lalu bagaimana caranya agar kau tetap disisiku?" Max menyentuh dagu Grace kasar, namun Grace hanya terdiam sambil menatapnya.

"Jawab aku, jalang sialan!"

Grace tersentak sedikit. Ia menahan goresan dihatinya dan mencoba memantapkan diri.

"Aku sudah berkata dengan jelas, aku tidak akan menjadi orangmu!"

"Huh? Bisa-bisanya kau menolakku." Max menarik Grace kedalam dekapannya lalu menciumi Grace kasar hingga gadis itu kewalahan.

"Aku menarik kata-kataku yang bilang tak akan menjamahmu karena aku merasa kesal padamu sekarang."

Grace hanya pasrah pada Max yang sudah menciumi tubuhnya liar. Sendari awal ia memang sudah tidak percaya dengan perkataan laki-laki karena, laki-laki mana yang harus ia percaya?

.

Beberapa jam berlalu, Max telah menyudahi aktivitas menggelikan itu. Grace selalu merasa terpukul bila sudah melakukan hal ini.

"Jawab pertanyaanku tadi." Ucap Max tiba-tiba membuat Grace melirik kearahnya dengan kebingungan.

"Jawab apa?"

"Kenapa punya mu masih begitu sempit? kau kan wanita panggilan." Tanya Max.

Grace memalingkan wajahnya tak menjawab pertanyaan Max membuat pria itu menarik wajah Grace kasar dan mendekatkan wajahnya pada wajah Grace.

"Jawab! Jangan bilang kau hanya bersetubuh denganku?"

Grace hanya terdiam dengan pertanyaan itu. Max membuang wajah Grace kasar lalu menjauhi dirinya.

"Sial!"

Grace bingung untuk menjawab pertanyaan itu. Dirinya memang baru melakukan hubungan intim sebanyak dua kali, bagaimana bisa dirinya bisa longgar hanya dengan dua kali aktivitas.

Max mengambil sesuatu dari lacinya, itu adalah alat yang selama beberapa jam tadi mereka lakukan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.

Max memasangkan benda itu pada dirinya membuat Grace membelakkan matanya.

"Apakah kau akan melakukannya lagi?" tanya Grace tak menyangka.

Mereka saja sudah melakukan itu selama beberapa jam, itu membuat Grace sudah lemah tak berdaya bahkan hampir pingsan. Sekarang, Max akan melakukannya lagi? Apa Max berniat untuk menghancurkan dirinya?

"Kenapa ekspresimu seperti itu? Bukankah tugas seorang wanita kupu-kupu hanya berbaring dan membuka kedua kakinya lalu mendapatkan uang?"

Kata-kata Max sangat menusuk hati Grace. Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang ia inginkan.

Grace ingin meneriaki itu namun dirinya sudah berada dalam dekapan Max membuat ia tak bisa berbuat apa-apa lagi.

"Kenapa diam? Bukankah kamu butuh uang?" tanya Max menatap lekat mata Grace.

Grace mengalihkan pandangannya dengan membuang muka dari Max. Max langsung menarik wajah Grace sehingga mereka bertatapan kembali.

"Berani-beraninya kamu mengabaikanku, apakah itu yang diajarkan atasanmu dalam melayani pria?"

Grace ingin menangis sejadi-jadinya, namun ia belum bisa melakukan itu sekarang. Ia berpikir lamanya Max melakukan itu karena ia masih merasa kesal pada Grace.

"Tuan, jangan terlalu kesal padaku. Jika kau membuat aku berteriak kenikmatan sekarang, aku akan menyetujui tawaran menjadi wanita pribadimu." Bisik Grace ditelinga Max dengan sangat lembut.

Max yang senang dengan penuturan itu langsung memulai aktivitasnya dengan penuh semangat. Tak lupa, ia juga melakukan dengan sangat sempurna agar wanita dibawahnya berteriak kenikmatan seperti permintaan sebelumnya.

Grace memejamkan matanya. Ia mengeluarkan sedikit air mata lalu mulai berekting untuk memuaskan keinginan lelaki itu.

.

Grace berjalan sempoyongan menuju apartemennya. setelah membuka pintu apartemennya, ia merasa hawanya sangat sepi membuat dirinya sedikit merinding.

Ia menghiraukan perasaan itu lalu mencopot sepatunya dan menyimpan dirak yang ada disebelah pintu masuk. Ia menyalakan lampu ruang tengah dan melihat ada beberapa makanan yang sangat menggugah selera.

Perutnya sudah keroncongan sendari tadi, dengan itu ia memilih untuk makan terlebih dahulu sebelum membersihkan dirinya.

Grace terpikirkan bagaimana keadaan ibunya sekarang. Ia sempat mengintip sebentar ke kamar untuk melihat apakah ibunya sudah tertidur pulas atau belum.

Grace melihat Hanna berbaring tenang, ia langsung lega dengan hal itu.

Namun semakin lama Grace perhatikan, ia merasa ada yang mengganjal dengan tidur Hanna yang sangat tenang.

Demi menenangkan hatinya, Grace masuk ke dalam kamar dan mendekati Hanna lalu menyentuh tangannya.

"Ibu?"

Grace sangat terkejut mendapati lengan Hanna yang sangat dingin dan kaku. Ia segera memeriksa denyut jantung Hanna melalui nadi dan semakin terkejut karena denyutan itu tidak terasa padanya.

"Ibu? Ibu tidak bercanda kan?"

Grace yang panik itu sudah tidak bisa berpikiran jernih. Ia berpikir yang tidak-tidak mengenai keadaan ibunya sekarang namun merasa masih ada kesempatan.

Grace memeriksa pernafasan serta perut Hanna yang tidak bergerak sama sekali. Apakah ini pertanda ibunya sudah pergi meninggalkannya?

Setetes air mata jatuh dipipi Grace dengan sangat deras.

"Ibu!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status