Grace merapihkan berkas yang akan ditanda tangani oleh Max. Ia bergegas menuju ruangan Max namun berpas-pasan dengan Helly yang baru saja keluar dari ruangan Max.
"Oho, apa ini? Kau masih hidup?"Cerocos wanita itu membuat Grace geram namun terus menahan karena tahu bahwa lawannya ini bukan orang biasa."Sayangnya begitu, nona." Jawab Grace yang berhasil membuat Helly kesal."Dasar wanita rendahan!" sentak Helly, Grace menghela nafasnya."Entah apa yang membuat anda berpikir seperti itu, tetapi bukankah wanita yang berkelas tidak pantas menilai orang hanya dalam satu kali lihat?"Plak!Helly berhasil menampar keras pipi kanan Grace sampai Grace terhuyung kebelakang. Suara berjatuhan berkas itu berhasil membuat para karyawan disekitarnya melirik."Berani-beraninya orang rendahan sepertimu mengajariku! Dasar jalang sialan!" teriak Helly yang hendak menampar kembali Grace namun Jovel berhasil menahan tangan itu."Ada berisik apa ini?" tanya Jovel muncul dari ruangan Max.Helly menarik paksa lengannya dan bergerutu kesal."Pecat wanita itu sekarang juga! Dia berani merendahkanku yang berstatus cucu dari investor tertinggi perusahaan ini!" titah Helly tegas membuat Jovel menghela nafas."Nona, hentikan sifat kekanakan anda." Tegas Jovel membuat Helly semakin geram."Apa-apaan ini? Kenapa kau yang orang rendahan malah membela wanita itu? Apa karena kalian sama-sama rendah?""Nona, tolong hentikan kata-kata anda. Pak Jovel adalah orang terhormat yang mendapingi pak Max secara langsung. Anda tidak bisa berkata seperti itu padanya, rendahi saja saya, jangan pak Jovel." Jelas Grace membuat Helly merasa terpojoki."Dasar manusia-manusia rendahan!""Berisik!"Semua langsung melirik kearah Max yang muncul dari balik ruangannya."Berani-beraninya kalian membuat ribut di kantorku apalagi didepan pintuku." Tegas Max membuat semua terbungkam."Sayan--""Diam kau--"Max melihat kearah Grace yang sedang tertunduk dengan mata merah seolah menahan air mata yang hendak jatuh."Sial. Berani-beraninya kau membuat wanitaku menangis."Helly mengerutkan dahinya lalu melirik Grace. Grace menatapnya balik lalu berlari mendekati Max.Max mendekapnya lalu mengelus pipinya."Max, aku kesakitan." Lirih Grace membuat Max tersenyum senang.Apakah akhirnya ini adalah kemenangannya? Mendapatkan wanita yang sangat ia inginkan?"Kau dengar Jovel? Apa yang kau tunggu. Bunuh lah kakek tua bangka itu sehingga perusahaannya bisa jatuh padaku." Titah Max, Jovel menunduk lalu berlalu pergi.Helly melihat itu panik kelabakan. Ia tahu bahwa Max adalah orang gila, tapi ia tak menyangka bahwa Max akan segila itu."Hey, Max! Apa yang kau lakukan? Kakekku--""Akan segera meninggal." Potong Max tegas membuat Helly membelakkan matanya."Jangan gila kau!"Max menghela nafas lalu membalikkan badan sambil menuntun Grace."Sayangnya aku gila. Pergilah pada kakekmu dan dengarkan wasiat terakhirnya sebelum mati."Max masuk ke ruangannya dengan Grace yang hanya ditatap kesal oleh Helly."Dasar orang-orang egois! Lihat saja apa yang akan aku lakukan nanti."."Monica, apa kau sudah menerimaku?" tanya Max dengan nada yang sangat gembira.Grace dengan sensualnya duduk dipangkuan Max dan menyentuh pipi Max."Ya, sepertinya aku harus begitu." Jawab Grace menggoda.Max terbuai dengan sentuhan itu langsung melumat panas bibi Grace. Grace yang menerima itu sedikit terkejut namun beberapa saat kemudian ia mengikuti ritmenya.Max merasa senang, akhirnya ia mendapatkan wanita yang ia inginkan selama ini. Wanita yang membuatnya berhenti menyewa kupu-kupu malam dan bahkan menjadi anti dekat dengan wanita.Permainan mereka semakin panas, Grace menggoda Max dengan amat sensual membuat Max melanjutkan ke aktivitas yang lebih dalam.Max menduduki Grace diatas mejanya dan bersiap untuk melakukan hal yang lebih panas."Tunggu sebentar, Max." Tahan Grace sebelum Max mengeluarkan senjatanya."Kenapa, Monica." Max mencumbu leher Grace dengan panas, Grace sempat berdesah namun menarik Max keluar."Aku tak ingin melakukannya dengan cuma-cuma."Max mengerutkan dahinya, ia menunjukkan smirknya sekilas."Apa kamu akan menjadi jalang pribadiku yang meminta aset sebagai imbalannya?" tanya Max jengkel. Namun ia senang karena itu adalah permintaan pertama Grace.Grace menggeleng membuat Max mengerutkan dahinya kembali."Lalu apa yang kau inginkan, wanitaku?"Grace meneliti wajah Max sambil membelai tiap titik wajahnya. Ia menatap pekat mata coklat itu dan menyadari bahwa Max amat sangat tampan."Nikahi aku."Max seketika menjauh dari Grace. Ia sedikit terkejut dengan pernyataan itu tapi kemudia tertawa keras."Ah sial, disaat bawahku bangun kau meminta hal yang menjengkelkan."Max membuka sabuknya dan memainkannya sebentar. Grace memperhatikan sabuk yang Max ikat lalu sedetik kemudia tersadar."Max, dengarkan--"Max langsung menarik kedua tangan Grace dan membawanya kebelakang lalu mengikatnya dengan sabuk yang ia lepas tadi.Lengan Grace terikat sekarang, ia tak bisa berbuat apa-apa lagi."Jangan semena-mena padaku, Monica. Aku akan menikahimu jika kau sudah mengandung anakku." Bisik Max pada telinga Grace lalu menjilatnya sensual.Max membuka kaki Grace lebar membuat gadis itu seketika memberontak."Aku akan memberikan semua fasilitas terbaikku, maka dari itu berikanlah kenikmatan tiada tara padaku hari ini."Max berbisik lagi pada telinga Grace. Ia mulai menghantam tubuh Grace dengan kasar membuat wanita itu menjerit kesakitan.Grace sempat mengeluarkan air mata karena aktivitas yang mereka lakukan diatas meja membuatnya tidak nyaman.Beberapa kali wanita itu berteriak meminta berhenti namun Max tak juga mendengarkan. Ia terlalu asik menikmati permainan yang sudah lama ia rindukan."Ini salahmu yang sudah pensiun menjadi kupu-kupu malam. Jika saja kau tidak pensiun, aku akan lebih lembut sekarang."Grace mengalihkan pandangannya dan berusaha menahan suara sensualnya.Max menarik wajah Grace membuat mereka saling bertatap untuk sesaat. Max menggulum bibir Grace lembut, wanita itu menjadi tergoda."Keluarkan suaramu, jika kau terus memberi kenikmatan, aku akan mengabulkan permintaan konyolmu itu."Grace berpikir sejenak. "Mungkin aku harus lebih menggodanya lagi." Batin Grace.Grace pun mulai menjadi liar. Ia mengeluarkan suara-suara merdu membuat Max semakin senang."Good girl."Grace tersenyum lalu menarik Max untuk berciuman yang dalam. Max merasa senang dan amat menikmati istirahat dari pekerjaan yang sangat merepotkan."Istri saya?" tanya Jovel pura-pura kebingungan."Yah, istrimu. Siapa tahu dia akan berteman dengan Grace." Jelas Max, Jovel menghela nafas lega."Saya tidak punya istri tuan, anda tidak perlu khawatir." Jelas Jovel, Max mengerutkan alisnya.Max tahu kalau saat ini Jovel sedang berbohong. Tapi dari itu semua, Max sangat mengerti jika Jovel tidak ingin memberitahukan identitas istrinya itu."Baiklah, segera bawa Olivia kemari. Kamu tidak perlu menempatkannya disisiku, buat saja dia ingin bertemu Grace walau sebentar." Titah Max. Jovel membungkukkan badannya. "Baik tuan."Jovel keluar dari ruangan Max dan berpas-pasan dengan assisten dari Riksan."Apa tuan Max didalam?" tanyanya, Jovel mengangguk."Tuan muda ingin bertemu, apakah bisa?"Jovel sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. Tuan muda yang ia maksud pasti adik tiri Max, apakah Max akan baik-baik saja jika bertemu denganya?"Akan ku tanyakan terlebih dulu."Jovel masuk kembali ke ruangan membuat Max menatapnya bingung. "Kenapa?""
"Jadi, kamu akan menandatanganinya?" tanya Riksan begitu mendengar kalau Max memanggilnya.Max mengangguk lalu mengambil berkas yang diberikan assisten Riksan. Max membaca sekilas berkas itu, menandatanganinya lalu memberikannya pada Riksan."See?"Riksan menerima berkas itu dan mengembangkan senyuman."Bagus, akhirnya kamu memiliki pemikiran dewasa." Max membuang muka sambil menghela nafas."Sekarang berikan istriku!" tegas Max membuat Riksan terkekeh pelan."Tenang. Jo! Jemputlah Grace dengan hati-hati. Dia adalah wanita kesayangan anakku." Titah Riksan yang langsung dituruti oleh assistennya.Kepergian Jo bertepatan dengan Jovel yang baru saja datang membawa Grace. Semua tatapan itu refleks melirik padanya."Ah, ternyata kau sudah kabur."Grace terlihat tenang lalu melirik pada Max. Max bangun dari duduknya dan berjalan kearah Grace.Mereka berpelukan untuk waktu yang lama. Menjalarkan kerinduan karena beberapa saat mereka tidak bertemu karena masalah keluarga Max yang sangat meru
"Sialan!"Max membanting semua barang di rumahnya membuat kegaduhan besar di rumah. Para pelayannya hanya menunduk melihat tuannya marah besar karena tidak berani sama sekali dengan Max."Aku tidak menyangka pelayanku sendiri mengkhianatiku." Gumam Max yang dapat didengar oleh seluruh pelayan di rumahnya.Max menatapi pelayan itu satu-satu. Memelototi mereka dengan tajam membuat nyali mereka makin menciut."Sania!"Orang yang dipanggil itu keluar. Ia berjalan mendekat kearah Max sambil tetap menundukan kepalanya.Max menatap lekat orang itu. Sania yang sudah lama menjadi kepala pelayan hanya bisa menunduk menerima kenyataan bahwa dirinya lah yang akan disalahkan."Tuan, tolong kendalikan diri anda!" Jovel tiba-tiba datang seperti penyelaman untuk para pelayan.Max menatap Jovel dengan tajam dan kini membuang muka. Jovel mendekati tuannya lalu menunduk dengan sopan."Tuan, jika memang anda ingin istri anda kembali, coba pertimbangkan kembali tawaran ayah anda." Ucap Jovel membuat Max t
Beberapa hari berlalu, kini Grace dan Max sudah kembali lagi ke negara asal. Jovel yang sudah setia menunggu di bandara langsung membawa laki-laki itu menuju kantor membuat Grace bergeleng kepala."Pulanglah ke rumah. Aku akan segera pulang." Titah Max. Grace hanya mengangguk menurut lalu melambaikan tangan pada Max yang kini sudah pergi berlalu.Grace menatap kepergian Max yang diiringi dengan Jovel. Seseorang pun menepuk pundaknya membuat Grace membalikkan badan."Nyonya, mari ikuti saya." Ucap seseorang yang memakai baju pelayan yang sering ada di rumahnya.Grace tersenyum dan mengangguk lalu mengikuti pria itu.Sebenarnya Grace sedikit asing dengan pelayan dihadapannya. Pelayan di rumah Max memang terbilang cukup banyak, tetapi pasti selewat Grace mengenal wajah pelayan itu."Silahkan masuk nyonya."Grace ditambah bingung lagi ketika melihat mobil yang tidak pernah ia naiki itu. Max tidak pernah membeli mobil yang modelannya seperti ini."Em, apa ini mobil Max?" tanya Grace. Pelay
"Keluarkan Olivia dan buang dia jauh-jauh dari Grace." Jovel sangat bahagia dalam hatinya. Max akhirnya memerintahkan untuk membuang Olivia dimana pria itu tidak akan menganggangu Olivia lagi."Satu lagi, uruslah perusahaanku di Bali untuk sementara waktu. Aku tidak bisa keluar kota untuk saat ini."Jovel membungkuk dengan sopan lalu pergi berlalu untuk segera melaksanakan perintah atasannya. Jovel melangkah dengan senangnya sambil membuat surat rekomendasi untuk Olivia bekerja di perusahaan Bali agar bisa terus bersamanya.Sampai setelah rencananya semua itu berjalan lancar, Olivia malah merobek surat rekomendasinya membuat Jovel mematung kaget."Aku akan pergi sendiri."Gadis itu pergi berlalu begitu saja membuat Jovel segera berbalik dan menarik lengannya. "Jangan tinggalkan aku!"Olivia tersentak mendengar itu dan berbalik melihat Jovel yang kini sudah menangis dengan wajah sedihnya.Wanita itu pastinya sangat tidak percaya dengan ekspresi itu. Selama ini Jovel yang selalu tidak
Jovel menghela nafas panjang. Sudah dua hari berlalu dari libur tuannya memberatkan harinya. Padahal dirinya sudah sibuk mengurus perusahaan Max yang ada di Bali, kini dirinya juga harus mengurus perusahaan di Jakarta. Yang benar saja.Namun untungnya ia mempunyai istri yang berbakat sehingga pekerjaannya di Bali sedikit lebih ringan.Kintan masuk ke ruangan Max yang sedang diisi Jovel membuat pria itu kini menyorotnya dengan mata sinis. Sudah dua hari pula gadis itu tidak masuk sehingga pekerjaannya disini tidak ada yang membantu."Kemana saja kau?!" tanya Jovel bengis membuat Kintan mengerutkan alis."Kenapa kamu yang disini? Kemana tuan Max?" tanya Kintan, Jovel mendesah pelan sambil membuang pandangannya tak menjawab pertanyaan Kintan.Kintan merasa tersinggung dicueki seperti itu. Dirinya pun berjalan menghentakkan kaki mendekati Jovel. Ia menarik kerah baju Jovel dan menatapnya dengan lekat."Beritahu aku kemana perginya Max!"Jovel menepis lengan Kintan dari bajunya. Pria itu m