Share

BAB 8 Teror

Author: NK Ummu Dhila
last update Last Updated: 2025-02-26 13:00:27

Hari-hari berlalu dengan kesibukan Alya mengembangkan EduLearn. Setiap hari, ia menghabiskan waktunya di depan layar, menyusun kode, memperbaiki bug, dan memastikan sistem berjalan dengan lancar. Tak jarang Raditya datang ke ruangannya untuk berdiskusi.

"Bagaimana progress-nya?" tanya Raditya suatu sore, bersandar di pintu dengan tangan di saku celana.

Alya menatap layar laptopnya, lalu berbalik ke arah Raditya. "Fitur interaktifnya hampir selesai. Saya hanya perlu melakukan beberapa uji coba lagi sebelum kita rilis versi beta."

Raditya mengangguk, lalu melangkah masuk dan duduk di kursi di seberang Alya. "Bagus. Kamu memang luar biasa."

Alya terkekeh, mencoba meredam rasa gugupnya. "Saya hanya melakukan pekerjaan saya."

Raditya menatapnya dengan mata berbinar. "Dan kamu melakukannya dengan sangat baik. Aku kagum dengan semangatmu."

Alya merasa pipinya sedikit memanas. "Terima kasih. Kalau tidak ada yang lain, saya akan lanjut bekerja."

"Oh, tentu. Tapi, kalau kamu butuh sesuatu, jangan ragu bilang padaku. Aku selalu ada untukmu."

Alya hanya mengangguk, mencoba mengabaikan nada lembut dalam suara Raditya.

Di sisi lain, Alya juga mendapatkan dukungan penuh dari Tasya, sekretaris pribadinya. Tasya adalah sosok yang ceria dan selalu membantu Alya dalam setiap aspek proyek EduLearn.

"Mbak Alya, saya sudah merapikan laporan uji coba terakhir. Beberapa feedback dari tim IT juga sudah saya rangkum di sini," ujar Tasya sambil menyerahkan berkas.

Alya tersenyum. "Terima kasih, Tasya. Kamu sangat membantu."

Tasya tertawa kecil. "Sudah tugas saya, Mbak! Lagipula, saya tahu Mbak Alya sangat berbakat dan proyek ini pasti akan sukses. Saya senang bisa jadi bagian dari tim."

"Aku juga senang bekerja denganmu, Tasya. Kalau ada masukan atau ide, jangan ragu bilang ke aku, ya," kata Alya.

"Siap, Mbak!" Tasya mengangkat jempolnya.

Beberapa hari kemudian, saat tengah malam, Alya masih berada di kantornya, mencoba menyelesaikan beberapa perbaikan sistem. Hanya suara ketikan keyboard yang menemani. Tiba-tiba, layar laptopnya berkedip, dan sebuah pesan muncul.

"Kau seharusnya berhenti."

Alya mengernyit. Pesan itu tidak memiliki pengirim. Sejenak ia berpikir ini hanya kesalahan sistem, tapi firasatnya mengatakan sesuatu yang lain. Tangannya gemetar saat ia mengklik pesan tersebut.

"Apa maksudnya ini?" gumamnya pelan.

Tiba-tiba, suara di luar kantornya membuat Alya tersentak. Ia menoleh ke arah pintu. Langkah kaki terdengar mendekat, lalu berhenti tepat di depan ruangannya.

Alya menahan napas. Siapa yang masih berada di kantor selarut ini? Ia mencoba mengabaikan rasa takutnya dan kembali fokus ke layar laptop. Namun, suara ketukan pelan membuat jantungnya berdebar kencang.

"Siapa di sana?" tanyanya, berusaha terdengar tegar.

Tidak ada jawaban.

Dengan hati-hati, Alya bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati pintu. Ia menggenggam pegangan pintu, menarik napas dalam sebelum membukanya perlahan. Koridor tampak kosong, hanya cahaya lampu redup yang menerangi sepanjang jalan.

Tapi, ada sesuatu yang membuatnya bergidik.

Sebuah kertas kecil tertempel di pintunya.

"Kau tidak aman di sini."

Alya merasa darahnya berdesir. Ia meremas kertas itu dengan tangan gemetar. Siapa yang mengirim ini? Apa hubungannya dengan pesan misterius tadi?

Langkah kaki terdengar lagi, kali ini lebih jauh, seakan seseorang baru saja pergi dengan tergesa-gesa.

Tanpa pikir panjang, Alya kembali masuk dan mengunci pintunya. Ia menekan nomor Raditya di ponselnya, berharap pria itu masih terjaga.

Beberapa detik kemudian, suara berat Raditya terdengar. "Alya? Ada apa?"

"Aku... aku rasa ada seseorang yang mengawasiku," bisik Alya, suaranya sedikit bergetar.

Raditya terdengar lebih waspada. "Kamu di kantor? Jangan ke mana-mana. Aku akan segera ke sana."

Sambungan terputus.

Alya duduk kembali di kursinya, matanya menatap layar laptop yang masih menyala. Namun, kini pikirannya tak bisa lagi fokus. Siapa yang mengirim ancaman ini? Dan lebih penting lagi, apa yang mereka inginkan darinya?

Beberapa saat kemudian, ketukan pelan kembali terdengar di pintu. Kali ini, lebih tegas.

Alya menegang.

Apakah itu Raditya... atau seseorang yang lain?

To be continued…

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CERAI DARIMU, CEO JENIUS POSESIF DATANG PADAKU   BAB 139 Rujak Serut dan Obrolan Rahasia

    Pintu penthouse terbuka otomatis begitu wajah-wajah yang dikenal sistem keamanan digital Raditya terdeteksi. Bunda Liliana masuk lebih dulu dengan senyum lebar, membawa dua tas besar berisi makanan. Di belakangnya, Ayah Darian tampak lebih tenang, tapi sorot matanya hangat dan teduh, seperti mata seorang ayah yang lama tak melihat anak-anaknya kembali pulang.“Alya sayang!” seru Bunda Liliana langsung memeluk menantunya yang sedang duduk di sofa. “Astaga, perutnya udah mulai kelihatan ya! Kamu glowing banget!”Alya tersenyum lebar, memeluk balik dengan haru. “Bunda ini selalu suka gitu, suka muji aku, dan... selalu penuh energi.”“Ya iyalah. Ini cucu pertama, kamu pikir aku bisa santai?” sahutnya sambil tertawa. “Aku bawa rujak serut- pakai mangga muda favorit kamu, terus ada pepes tahu, sup ayam kampung, dan sedikit cemilan asin biar nggak enek. Semua masakan Bunda sendiri. Masak dari subuh!”Ra

  • CERAI DARIMU, CEO JENIUS POSESIF DATANG PADAKU   BAB 138 Kembali ke Penthouse

    Penthouse itu masih seperti dulu. Hening, modern, dan selalu menyambut siapa pun dengan pemandangan kota yang menenangkan dari balik kaca-kaca besar. Tapi kali ini terasa berbeda. Ada yang tumbuh di antara mereka, bukan hanya kehidupan baru dalam rahim Alya, tapi juga rasa nyaman yang mulai kembali setelah badai panjang bernama Dewi Hapsari.Raditya membuka pintu dan melangkah lebih dulu, menoleh ke belakang, “Pelan-pelan, Love. Langkah kecil aja, aku bawain tasnya.”Alya tersenyum tipis, sebelah tangannya menyentuh perutnya yang mulai terlihat. “Aku hamil, bukan patah tulang,” celetuknya.“Tetap saja, kamu istriku. Hamil atau enggak, kamu tetap prioritas.” Raditya mencium kening Alya singkat sebelum menarik koper mereka ke dalam.Alya menatap sekeliling. Meja makan yang dulu mereka hias bersama, bantal-bantal di sofa yang sempat ia pilih sendiri, dan aroma khas lilin lavender yang masih sama.“Aku kangen tempat ini,” gumam Alya lirih, duduk perlahan di sofa.Raditya duduk di sampingn

  • CERAI DARIMU, CEO JENIUS POSESIF DATANG PADAKU   BAB 137 Pertemuan yang Ditunggu

    Keesokan paginya, suasana di penthouse Raditya terasa jauh lebih ringan. Setelah malam penuh ketegangan dan kelegaan, hari ini diwarnai oleh harapan baru. Elros duduk di ruang tamu, mengenakan pakaian bersih dan nyaman, rambutnya sedikit basah sehabis mandi. Wajah kecilnya tampak tenang, meski sorot matanya masih menyimpan kecemasan.Alya menyiapkan sarapan sederhana. Wangi roti bakar dan susu hangat memenuhi udara, memberikan kehangatan yang dibutuhkan setelah malam panjang.“Jangan gugup, Elros,” ujar Alya lembut sambil meletakkan secangkir cokelat panas di hadapannya. “Hari ini hari yang baik.”Elros mengangguk pelan. Ia memeluk boneka biru pemberian Alya, seolah itu satu-satunya jangkar yang membuatnya tetap tenang. “Tapi... kalau dia tidak mau aku?” bisiknya lirih.Raditya mendekat, duduk di sebelah Elros. “Dia adalah ibumu, Elros. Tak ada yang bisa mengubah cinta seorang ibu.”Sebelum Elros sempat bertanya lebih jauh, bel pintu berbunyi.Detak jantung Elros terasa melonjak ke te

  • CERAI DARIMU, CEO JENIUS POSESIF DATANG PADAKU   BAB 136 Pilihan yang Membebaskan

    Hari pertama berlalu tanpa kabar dari Elros.Alya dan Raditya menghabiskan waktu di penthouse, ya walau mereka telah memiliki rumah asri dipinggiran kota, mereka juga suka di penthousenya. Mereka berdua mempelajari semua data tentang Origin Core yang berhasil mereka salin sebelum meninggalkan observatorium. Rei dan Haruto juga membantu secara virtual, menggunakan koneksi mereka untuk melacak pergerakan Samuel.Namun, semua itu seperti mengejar bayangan. Samuel menghilang, dan Elros... tetap diam.Di hari ketiga, Alya menatap layar hologram yang kosong, frustasi. “Ini seperti menunggu bom meledak tanpa tahu di mana bomnya,” gerutunya.Raditya meletakkan tangannya di pundaknya, lembut. “Dia masih berpikir. Kita harus percaya.”“Sayang, kamu tidak boleh terlalu kelelahan, ibu hamil harus banyak istirahat, tidak ikut memikirkan masalah ini, ya…” ujar Raditya kembali.“Baik, suamiku,” jawab A

  • CERAI DARIMU, CEO JENIUS POSESIF DATANG PADAKU   BAB 135 Jejak yang Terlupakan

    Alya menggenggam erat tangan Raditya ketika suara Samuel menghilang, hanya meninggalkan gema janji ancaman di udara. Observatorium yang runtuh itu terasa semakin sempit, seolah dinding-dinding tuanya ikut mendengar semua kebenaran kelam yang terungkap.Elros berdiri di antara mereka, diam dan tak bergerak. Namun matanya, yang sejak awal tampak keras dan penuh kemarahan, kini berkabut oleh sesuatu yang lain—kebingungan. Luka batin yang tak pernah sempat disembuhkan.“Kamu tidak sendirian,” ucap Alya perlahan, nadanya selembut mungkin. Dia tahu, kata-kata itu bisa jadi tak cukup untuk menembus pertahanan Elros. Tapi dia harus mencoba.Elros menoleh ke arahnya, wajahnya penuh curiga. “Apa kamu pikir hanya karena kamu mengatakannya, aku bisa mempercayaimu?” katanya pahit. “Kalian semua sama. Berkata manis... lalu meninggalkan.”Raditya maju satu langkah. “Kami tidak akan meninggalkanmu. Tapi pilihan tetap di tanganmu, Elros. Kau sendiri yang menentukan apakah ingin berjalan bersama kami..

  • CERAI DARIMU, CEO JENIUS POSESIF DATANG PADAKU   BAB 134 Anak yang Tak Dipilih

    Suasana di dalam observatorium runtuh itu mendadak tegang. Waktu seakan berhenti saat kalimat itu terucap.“Kamu ibuku, bukan? Sudah waktunya kamu pulang.”Dewi tak bergerak. Bibirnya bergetar, tapi tak ada suara yang keluar. Sorot matanya, yang tadi tenang dan misterius, kini dipenuhi gejolak: penyangkalan, ketakutan, dan… rasa bersalah yang tak bisa ditutupi.Alya menatap Raditya, yang sudah mengambil posisi protektif di depannya. Radit hanya mengangguk pelan, mengisyaratkan untuk tetap tenang. Tapi tangan kanannya sudah menyentuh pinggang- siap mengakses perangkat pertahanannya jika diperlukan.Remaja laki-laki itu melangkah masuk, sorot matanya tak lepas dari Dewi. Pria bertubuh tegap di sampingnya tetap berdiri di ambang pintu, seperti bayangan yang menjaga gerbang ke masa lalu.“Namaku Elros,” ujar anak laki-laki itu. “Aku dilahirkan bukan untuk dicintai. Aku diciptakan untuk menyelesaikan yang belum selesai.”Dewi menarik napas tajam. “Tidak… bukan itu maksudku waktu itu. Kamu-

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status