"Sebaiknya kamu pergi dari rumah ini dan bawa serta anak itu, lagipula itu bukan anak aku."
Perkataan itu bagaikan pisau tajam yang menusuk hati Revina, wanita muda yang baru melahirkan anak pertamanya itu tidak menyangka jika suaminya akan mengucapkan kata-kata sekejam itu. Dia bahkan tega membawa seorang wanita ke dalam rumah dan memperkenalkannya sebagai calon istri muda, padahal pria itu masih berstatus sebagai suami sahnya."Mas, ini kan rumah aku. Hasil jerih payah aku selama masih lajang, kenapa aku yang harus pergi dari rumah ini? Harusnya kalian." Tanya Revi, seperti biasa perempuan baik itu hanya bisa berbicara lirih dan lemah lembut meskipun dalam keadaan sedang emosi.Rizal terlihat duduk tenang, perempuan disampingnya juga hanya terdiam karena pria itu menyuruhnya menurut saja padanya dan dia yang akan menyelesaikan permasalahan antara dia dan istrinya."Ya sudah, kalau kamu tidak mau menerima aku menikah dengan Nana maka itulah pilihan yang bisa aku berikan pada kamu." "Mas, bagaimana kamu bisa setega ini padaku? Mana ada wanita yang mau dimadu seperti ini, dan madu kamu pun kamu bawa ke rumah ini." Jawab Revi lalu balik bertanya."Halah, kamu aja dekat-dekat sama pria lain selingkuh sana-sini tidak pernah aku hiraukan." Balas Rizal."Kapan aku melakuakn itu? Tidak pernah aku menodai pernikahan kita yang sakral ini Mas." Jawab Revi berusaha memberi penjelasan sebagai bentuk perlindungan diri.Memang sudah cukup sering Revi difitnah berselingkuh, bahkan putra yang kini dia lahirkanpun tidak pernah dianggap anak oleh Rizal suaminya. Awalnya Revi mengira jika suaminya itu cemburuan, tapi makin kesini pria itu makin seenaknya saja. Padahal hubungan pernikahan mereka baru menginjak hanya dua tahun saja."Selama ini kamulah yang menodai pernikahan kita Mas, pikirlanlah Mas jika ini tidak benar. Cukup kamu berselingkuh di belakang atau diluaran sana, tapi jangan bawa madu ke rumah ini dong Mas." Revi kembali berbicara, karena suaminya hanya diam saja sambil bermesraan di depannya.Rizal hanya senyum-senyum seolah mengejek sambil mengelus tangan mulus yang kini sedang melingkar pada lengannya, dari tadi wanita bernama Nana itu tampak mesra memegangi tangan Rizal dan bertingkah seolah dialah yang tersakiti hingga butuh perlindungan dari pria tersebut."Piuh, akhirnya wanita pendosa ini mengatakan hal yang ingin dia katakan dari dulu. Asal kamu tahu saja, jika kamu gak mulai duluan. Maka aku juga tidak akan membawa madu ke rumah ini.""Sekarang jawabannya ada di kamu, mau pergi dari rumah ini atau tinggal bersama madu kamu ini dan layani dia dengan baik." Betapa sedih dan terpukul perasaan Revina saat mendengar kata-kata menyakitkan itu keluar lagi dari mulut suaminya.Perempuan yang biasa disapa Revi itu terdiam, bahkan air matanya tidak mau keluar karena mungkin sudah merasa kebal dan terbiasa disakiti seperti ini. Untuk sesaat dalam diamnya perempuan itu merenung, mengingat nasib yang dilaluinya selama ini, jika diingat kembali dua tahun pernikahannya bersama Rizal. Tak satu haripun dia mendapatkan kebahagiaan dari pria yang semula diharapkan akan melindungi dan mencintainya seumur hidup itu, pada akhirnya pria paling dipercayanya itu adalah pria paling menyakitinya."Bagaiamana Revi? Kamu mau pergi dari rumah ini, atau menerima Nana di rumah ini?" Terdengar pertanyaan itu terlontar kembali dari mulut Rizal."Baiklah, karena kamu diam. Maka aku anggap kamu menerimanya, ayo Sayang aku tunjukin kamar kamu."Revi masih termangu, bahkan saat suaminya itu pergi bergandengan tangan memasuki kamar utama yang selama ini ditempatinya."Ya Tuhan… apa yang harus aku lakukan? Kenapa nasibku semalang ini Tuhan…"Revi hanya bisa merintih, di rumah itu dia bahkan tidak bisa berbicara keras apalagi menangis puas. Ada ibu mertuanya yang sedang sakit di salah satu kamar di dalam rumah itu, dia tidak mau ibu mertuanya itu tahu tabiat asli putranya. Bagiamanapun juga Rizal adalah suaminya dan dia harus menutupi aib-aibnya, namun sekarang pria itu berani membawa wanita lain ke dalam rumah. Tampaknya Revi sudah tidak bisa lagi menutupi keburukan suaminya jika sudah begini keadaannya.Dalam diamnya Revi, tiba-tiba seseorang masuk ke dalam rumah. Itu adalah Raya, kakak perempuan Rizal yang entah habis pergi dari mana."Rev, dimana ibu? Udah dimandiin belum sih?" tanya wanita itu, datang-datang bukan tanya kabar malah ngomel.Revi segera mengusap air matanya, "sudah Mbak. Tinggal makan siang sebentar lagi." Ja
Di dalam kamar, Rizal dan Nana tengah saling berpagut mesra. Sejauh ini dari sekian banyak wanita yang dekat dengannya, hanya Nana yang mampu membuat pria itu klepek-klepek."Sayang, apa kamu menyukai kamar ini?" tanya Rizal setelah dia puas dengan service ciuman panas dari wanita yang ingin dinikahinya itu.Kedua mata Nana mengerling genit, "hmm… tapi ini kan kamar kamu sama istri kamu." Balasnya."Kamu harus tahu, nanti dia akan pindah dari kamar utama ini. Dengan begitu orang rumah akan tahu siapa nyonya di rumah ini." Jawab Rizal, dia kembali akan mencium bibir Nana namun perempuan itu segera mencegah bibir nyosor pria itu dengan jari telunjuknya."Bentar-bentar, orang rumah? Memangnya ada siapa saja disini selain istri kamu dan anaknya?" "Ekhem, ayo sini duduk dulu. Akan aku jelaskan." Pinta Rizal sambil menepuk-nepuk kasur disampingnya.Nana duduk di samping Rizal, bagaimanapun juga dia harus tahu apa yang mau disampaikan oleh pria itu."Hem… aku suka wanita cantik penurut ini.
"Kita sudah lima tahun pacaran Rev, apa salah jika aku ingin menikahimu?" tanya Rizal sambil berkacak pinggang.Perempuan cantik berhijab yang dipanggil dengan nama Revi itu hanya bisa terdiam, bukannya dia tidak bahagia kekasihnya itu melamar dan mengajaknya menikah. Revi hanya merasa jika waktunya belum tepat, usianya baru 25 tahun dan dia sedang menikmati masa-masa indah dalam hidupnya. Setidaknya dia berharap satu atau dua tahun lagi targetnya untuk menikah.Saat ini Revi bahkan baru diangkat menjadi kepala bagian di sebuah perusahaan besar di ibukota dengan gaji perbulannya gak kaleng-kaleng, wanita itu bahkan bisa menabung paling sedikit 10 juta perbulannya. Dari hasil kerjanya selama 5 tahun, Revi bahkan sudah bisa membeli rumah dan kendaraan mobil."Kenapa diam saja Rev? Apa selama ini kamu hanya main-main denganku?" tanya Rizal lagi, kini pria itu malah seolah menjadi orang yang paling tersakiti."Piuh! Sia-sia saja aku menghabiskan waktu lima tahunku jika begini akhirnya." L
Untuk beberapa saat Aryan terdiam, dia tidak menyangka jika akhirnya sahabatnya itu tetap akan memilih Rizal sebagai pelabuhan terakhirnya."Kamu kok diam aja sih Ar, terus aku harus jawab apa ya ke dia? Tolong dong kasih aku jalan keluar kayak biasanya…." Tanya Revi, wanita itu merajuk sambil menggoyang-goyangkan tubuh sahabatnya karena Aryan hanya terdiam saja.Aryan segera tersadar meskipun perasaannya tidak enak atau lebih tepatnya tidak menentu namun dia tidak mau memperlihatkan rasa gundah gulananya itu."Kamu ingin aku jujur atau gimana?" Aryan malah balik bertanya."Ya jujur dong… gimana sih masalah sepele aja nanya." Jawab Revi mendengus.Aryan menghela napas, "aku berharap kamu lanjutin karir kamu dulu aja Rev. Kamu kan tahu perjuangan kamu untuk sampai di titik ini sangatlah tidak mudah." Ucapnya serius."Tapi… dia ngancem aku putus kalau aku gak mau nikah ama dia Ar." Balas Revi.Aryan tidak terkejut sama sekali saat sahabatnya itu berkata demikian, dari awal Aryan bahkan
Nan jauh disana, tapi masih bisa dilihat oleh mata Aryan. Terlihat Rizal yang akhirnya pergi berboncengan dengan wanita lain, sayangnya Aryan tidak membawa kendaraannya karena sedang dipinjam adiknya. Jadi dia tidak bisa mengikuti kemana Rizal akan pergi.Bus yang sedang Aryan naiki akhirnya tiba di tempat yang dituju, Aryan berhenti di halte perhentian lalu dia berjalan lagi beberapa menit dari sana. Hingga pria itu sampai di sebuah kedai kopi yang cukup estetik."Sore Pak." Salah satu pelayan menyapa Aryan.Aryan membalas dengan lambaian tangan, dia memasuki kedai kopi yang bernama "Kopi Persahabatan Dan Cinta" terlihat kedai sudah mulai penuh, dari dua lantai kedai itu hampir semua tempat duduknya terisi."Ar." Seorang pria seumuran Aryan memanggil sambil melambaikan tangan saat Aryan menoleh ke arahnya."Eh Fer udah lama? Ayo pindah tempat, ke kantorku aja." Tanya Aryan, lalu mengajak pria itu mengikuti di belakang.Sepanjang jalan yang Aryan lewati, banyak para pelayan menyapanya.
Aryan memilih menepiskan tangannya, dia tidak mau menjawab pertanyaan dari teman lamanya itu."Ayo pak Feri, sebaiknya kita keluar dan aku kenalkan Anda pada staf yang lain." Ajak Aryan, dia berdiri dan mulai berbicara formal.Feri mengangguk, dia juga tidak mau mengorek apalagi membahas yang sempat temannya itu katakan tadi, karena kini Aryan adalah bos dan bukan temannya jika di lingkungan kerja.Feri mengekor dari belakang, Aryan membawanya ke dapur, menjelaskan ini itu dan juga memperkenalkan Feri pada karyawannya yang lain."Jadi… ada tempat ibadah, kamar khusus karyawan beristirahat juga ya." Kata Feri."Terus, untuk ruangan para pelanggan ada dua lantai sama outdoor juga." Lanjutnya seakan sedang berbicara sendiri."Ya betul, Outdoor itu bagi perokok karena di indoor ada larangan merokok." Balas Aryan.Feri mengangguk-angguk, lalu langkahnya terhenti dan dia memandang seksama ke arah dua pelanggan yang berada di lantai bawah."Ada apa Fer? Jika tidak ada yang membuatmu kurang ny
"Sebaiknya kamu kirim saja foto-fotonya Ar, jangan ragu deh kasihan teman kamu jadi korban si buaya buntung itu." Desak Feri geregetan, apalagi jika dia mengingat yang sudah dibohongi pria paling dibencinya itu adalah teman Aryan.Aryan masih termangu, dia masih ragu.Sedangkan di bawah sana, Rizal dan Sinta sedang duduk sambil menunggu menu makan malam yang mereka pesan datang."Sayang… makasih ya, berkat kamu kini aku diangkat jadi manajer di perusahaan." Kata Rizal.Sinta memandang genit, "kamu ih kayak sama siapa saja bilang makasih segala. Kamu kan calon suami aku, tentu saja aku senang kalau suamiku naik pangkat." Jawabnya.Rizal tersenyum manis, tangannya dari tadi tidak bisa diam mengelus-elus rambut, pipi, hidung bahkan mulai nakal menelusuri paha mulus Sinta yang terhalangi oleh meja."Ih… geli…" ucap Sinta merajuk manja."Hehe, aku gak kuat Sayang… habis ini mau nggak check in?" Ajak Rizal genit.Sinta tidak menjawab tapi dia mengangguk sebagai isyarat mengiyakan."Ah, udah
"Antar aku dan ikuti mereka." Ajak Aryan, meskipun penasaran Feri akhirnya mengangguk tanpa banyak bertanya-tanya.Terlihat mobil yang ditumpangi Sinta dan Rizal keluar dari parkiran Kedai itu, mereka melaju ke arah jalan raya hingga beberapa menit kemudian mereka berbelok ke sebuah Hotel yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Kedai milik Aryan tadi.Feri memarkirkan mobilnya, namun baik dia dan Aryan tidak keluar dari mobil. Mereka melihat dari dalam mobil saja, saat Rizal dan wanita bernama Sinta itu memasuki pintu Hotel di depan mata mereka."Sialan. Bener-bener berani ngamar!" seru Feri sambil memukul setir di depannya.Sedangkan Aryan terlihat tampak pasrah dan frustasi, bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Hingga setelah dia menatap layar ponsel sekian lama, akhirnya Aryan mengirimkan foto-foto mesra Rizal saat di Kedai tadi.Kembali ke dalam Hotel, Rizal dan Sinta sudah masuk ke dalam kamar yang dipesannya. Tanpa menunda waktu lama keduanya begitu bernafsu saling berpagut