Revi sampai di rumah calon mertuanya dan Rizal segera meninggalkannya pergi sesuai apa yang sudah dibicarakan tadi di perjalanan, tentu saja Revi tidak tahu kalau calon suaminya itu akan menemui selingkuhannya yang bernama Sinta."Rizal mau kemana katanya Nak?" tanya calon mertua Revi saat melihat putranya pergi tanpa pamit dulu."Ah itu Pak katanya mau menjenguk temannya, buru-buru." Jawab Revi menjelaskan."Katanya sebentar." Lanjutnya agar calon bapak mertuanya itu tidak khawatir."Eh ada Revi ayo masuk Nak." Sapa calon ibu mertua Revi, dia tampak senang menyambut kedatangan gadis itu."Mana Rizal?" lanjutnya bertanya sambil celingak-celinguk mencari sosok putranya."Katanya buru-buru, gak akan lama mau ketemuan sama temen-temennya terus jenguk temennya yang sakit gitu Bu." Jawab Revi."Oh ya sudah, lagian ada ibu sama bapak kok. Kamu bisa tenang di rumah, anggap rumah sendiri ya." Balas calon ibu mertua Revi.Revi mengangguk dengan malu-malu, sebenarnya dia agak canggung kalau haru
Rizal yang memang mesum tanpa pikir panjang lagi langsung melumat bibir Sinta yang cuma berjarak beberapa sentimeter dari wajahnya, keduanya bahkan ngos-ngosan karena melawan hasrat birahi yang memuncak.Sofa ruang tamu itu menjadi saksi betapa panasnya Rizal menggagahi kemolekan tubuh Sinta yang mulus dan licin."Aku mencintaimu Mas…." Desah Sinta di sela-sela lenguhannya.Seperti perjanjian di awal kalau pemuasan birahi itu akan dilakukan cepat-cepat, maka tak menunggu lama kedua tubuh dua sejoli tanpa ikatan pernikahan itu terlihat mengejang karena sama-sama telah mencapai kenikmatan meskipun tampaknya si wanita belum terlalu puas."Mas…." Panggil Sinta mesra.Tapi tampaknya yang dipanggil kini sudah mengenakan pakaiannya dan bersiap pergi."Maaf Sayang, aku harus segera pergi. Besok kita ketemu lagi, aku janji besok bakal dilama-lamain ya." Rayu Rizal."Bener loh janji nih.""Iya… kapan sih aku bohong sama k
Revi terhentak saat mendengar pertanyaan itu."Kapan kami bisa menemui orang tuamu?Revi kembali terhentak, dia bingung harus menjawab apa."Bu, aku lupa bilang ke ibu kalau Revi tidak memiliki keluarga." Tampaknya Rizal bersikap pasang badan.Ibunya Rizal yang mendengar itu segera menunda aktivitasnya, lalu berjalan mendekat dan duduk di depan anak juga calon mantunya itu."Oh iya ya, ah maafkan ibu ya Nak… ibu benar-benar lupa.""Jadi… gimana? Apa kalian sudah berunding kapan waktu yang tepat untuk menikah?""Ah bukan apa-apa, ibu sudah tidak sabar ingin menimang cucu."Revi hanya bisa mengangguk-angguk saja, dia tahu maksud mereka mendesaknya untuk segera menikah. Dari awal permasalahan Rizal memang menginginkan anak, makanya Revi sangat percaya dengan pria itu."Ibu ini gimana sih, dari awal yang didesak nikah itu aku aja. Kak Raya saja ibu biarkan begitu terus, apa ibu tidak masalah dia dikatai per
"Gimana Rev? Aku lihat juga di rumah kamu ada tiga kamar, cukup untuk kita hidup bersama." Perasaan Revi kini benar-benar tak enak mendengarnya, bisa-bisanya Rizal bicara tidak jelas dari awal lalu akhirnya menjebaknya. Kalau sudah begini, mau tak mau dia harus menerima suami beserta keluarganya itu untuk tinggal di rumahnya."Jadi… selama ini apa kalian tidak memiliki rumah sendiri?""Maafkan Revi, Revi tidak bermaksud merendahkan. Revi hanya merasa bingung saja karena mengingat usia kalian_""Sudah tua maksudnya?" potong ibu Rizal."Akh kalau saja kami tidak tertipu, mungkin kami tidak akan menyewa rumah diusia tua begini_""Jangan diceritakan lagi kalau sedih Bu, Revi ikuti kata mas Rizal saja. Dia tahu yang baik dan tidaknya." Potong Revi berusaha menghibur karena dia juga tidak enak hati karena sudah bertanya terlalu dalam."Nah Bu pokoknya ayah ibu tenang saja, rumah Revi besar dan leluasa.""Hem… lebih b
Keesokan harinya di tempat kerja.Revi dan Aryan tampak tidak bertegur sapa seperti biasanya, Aryan juga terlihat diam-diam mencuri pandang pada sahabat sekaligus rekan satu kantornya itu. Saat istirahat juga Revi tampak menghindari Aryan, hubungan mereka benar-benar terasa asing bahkan hingga berbulan-bulan lamanya.Aryan mengira jika apa yang sudah dia bocorkan yaitu saat Rizal memasuki hotel bersama seorang wanita membuat Revi kecewa. Tapi apa boleh buat semua sudah terjadi dan dia benar-benar ingin menyelamatkan sahabatnya itu dari pria paling brengsek yang dia kenal selama hidupnya. Tapi sepertinya niat baik tidaknya tidak diterima dengan baik oleh sahabatnya itu.Selama berbulan-bulan mereka sudah tidak bertegur sapa lagi dan itu membuat Aryan merasa canggung juga tidak betah berada di lingkungan satu pekerjaan dengan Revi. Hingga suatu hari, akhirnya Aryan memilih mengalah dengan mengundurkan diri juga merelakan apapun keputusan Revi.Tok t
"Apa…, kamu sedang patah hati, kawan?"Kali ini Feri bertanya dengan sangat hati-hati, dia takut kalau perkataannya menyinggung Aryan. Biasanya orang kalau sedang patah hati, perasaannya sangat sensitif atau kadang pula tak bisa menerima saran apapun dari siapapun.Namun yang ditanya kembali menarik napas hingga berkali-kali, terlihat sangat putus asa sekali hingga yang melihatnya saja merasa capek sendiri."Ayo ceritalah padaku, ya siapa tahu aku bisa memberi kamu solusi? Bagaimanapun juga aku sudah menikah dan memiliki anak, ya…, setidaknya aku lebih berpengalaman dari kamu." Kata Feri lagi, kali ini gaya bahasanya cukup serius."Ini Pak, kopi dan tehnya."Tiba-tiba seorang pelayan datang sambil menaruh minuman untuk Feri juga Aryan, kedua pria itu mengangguk dan barulah Aryan mulai berbicara setelah pelayan itu pergi."Ya…, mungkin aku sedang dalam fase patah hati nih, Fer." Jawabnya sedih.Feri terlihat berpikir sejenak."Apa tebakanku benar?" tanyanya.Aryan melirik ke arah Feri,
Di tempat berbeda, Revi merasakan galau karena sudah beberapa hari tidak melihat Aryan di kantor tempat mereka bekerja. Meskipun dia masih tidak mau bertegur sapa dengan Aryan, tapi sebenarnya dia merasa bingung jika tiba-tiba pria itu menghilang dari pandangannya begitu saja."Sudah tujuh hari…." Gumamnya."Hey, apanya yang tujuh hari?" tiba-tiba seorang teman menepuk pundak Revi hingga Revi terhenyak kaget."Ah Anggi? Bikin kaget saja." Balas Revi."Ya… lagian kamu sih ngelamun aja dari tadi, terus kamu juga gak fokus waktu di ruang rapat juga." Kata Anggi sambil duduk di samping Revi."Eh Ang, aku mau tanya sesuatu, kamu tahu nggak kenapa Aryan gak masuk kerja?" tanya Revi yang akhirnya menanyakan hal yang menjadi rasa penasarannya selama beberapa hari ini."Oh… rupanya kamu lagi mikirin Aryan?"Revi menunduk, wajahnya tersipu malu."Kamu gak tahu ya? Dia 'kan udah gak kerja lagi disini." Kata Anggi lagi.Seketika wajah Revi mendongak kaget, lalu dia juga menggelengkan kep
Revi terdiam, meskipun dia tidak terlalu paham dengan perkataan Aryan. Tapi gadis itu sedikit mengerti karena dia juga merasakan hal yang sama."Begitu juga denganku. Aku berharap kamu akan menyadari betapa berartinya hubungan persahabatan kita, tapi, akhirnya aku tersadar bahwa aku seharusnya lebih berani untuk membicarakannya denganmu."Aryan mengangguk, sayangnya dia sedikit kecewa karena Revina tetap menganggapnya sebagai sahabat."Mungkin kita memang saling takut untuk mengungkapkan perasaan dan kekhawatiran kita. Jadilah, aku merasa seperti kita kehilangan satu sama lain tanpa alasan yang jelas." Jawab Aryan."Aku merasakannya juga, Ar. Kita harus belajar dari kesalahan ini. Persahabatan kita tidak boleh terenggut begitu saja." Balas Revi."Ya aku sepakat, Revi. Kita harus memulai dari awal. Bisakah kita melupakan masa lalu dan membangun kembali persahabatan kita?" tanya Aryan, di dalam hatinya masih tersimpan harapan dari hubungan persahabatan ini.Aryan berpikir, selama persah