Share

CHAT NAKAL ISTRIKU
CHAT NAKAL ISTRIKU
Author: Rafasya

Chat nakal

Author: Rafasya
last update Last Updated: 2024-07-29 21:08:22

[Aku sangat puas kemarin, Ayah sangat perkasa. Tunggu Mas Aidan pergi dulu, nanti kita bertemu lagi. I love you!]

Mataku memanas membaca pesan yang dikirim Namira—istriku tersebut.

Dadaku terasa sesak, apalagi membaca nama yang tertera di layar 'Ayah Mertua' itu artinya Namira berselingkuh dengan Ayahku sendiri.

Aku anak tunggal, dan ayahku memang seorang duda, sejak 10 tahun yang lalu. Aku tidak menyangka istri yang baru ku nikahi satu tahun itu berselingkuh dengan ayahku sendiri?

Tanganku terkepal. Hatiku berdenyut, sakit. Wanita yang kucintai tega menghianatiku,

Jika Namira berselingkuh dengan laki-laki lain aku tidak mengapa, aku pasti hanya akan menghajarnya lalu menceraikan Namira, tapi kenapa harus dengan Ayahku?!

KRIET!

Pintu kamar mandi terbuka, Namira keluar dari sana dengan rambut tergerai yang basah. Kami baru saja selelsai bercint*, ia menatapku kemudian tersenyum.

"Kenapa Mas? Ada apa?" tanyanya.

Aku menghela napas kemudian memandang ke arah lain.

Namira berjalan mendekatiku, kemudian memelukku dari belakang,

"Kenapa, kau mau lagi?"

Aku langsung menggeleng.

"Tidak,"

Aku menggenggam erat ponselnya, ingin aku tanyakan tetang pesan itu, namun aku yakin Namira pasti akan mengelak.

Jadi, ku putuskan untuk mengumpulkan banyak bukti terlebih dahulu.

Percuma aku tanyakan kebenarannya sekarang, peselingkuh pasti punya banyak alasan untuk mengelak.

***

Di kantor, aku sama sekali tidak fokus, pikiranku melambung pada pesan mesra Namira untuk ayah.

Argghhh! Aku mengacak rambut frustrasi, ini benar-benar tidak masuk akal.

CEKLEK!

Seseorang masuk ke dalam ruanganku, ia adalah Hana—sekertaris sekaligus sepupuku.

"Aidan Kau kenapa?"

Aku menggeleng.

"Sepertinya Kau banyak masalah," Hana mendekat, kemudian mengelus pundakku.

"Aku tidak apa-apa, Na, kepalaku hanya sedikit pusing,"

"Apa kamu ada masalah dirumah?"

Aku bergeming.

"Bertengkar dengan Namira, hem?"

Hana menatapku lekat.

"Apa Namira selingkuh?" tebaknya, dan itu sangat tepat.

"Apa maksudmu," tanyaku gugup.

"Tidak ada, aku hanya menebak,"

"Ti--tidak, tuduhanmu salah! Aku dan Namira baik-baik saja." Aku tersenyum, lalu bergumam dalam hati, ‘aku tidak ingin orang tahu tentang ini sebelum aku mencari tahu terlebih dahulu.’

"Oh iya, Han, Aku ingin pulang cepat hari ini, kau bisa menghandle semuanya 'kan?" pintaku, ragu. Entah kenapa aku ingin pulang cepat.

"Em, baiklah," Hana mengangguk.

Aku bergegas merapikan barangku untuk pulang ke rumah, pikiranku mulai tak tenang membayangkan kemungkinan yang terjadi disana.

Setelah menempuh jarak selama 30 menit, Akhirnya aku tiba di rumah.

Baru membuka pintu utama, aku di suguhi suara yang aneh.

"Awh, ahh ... pelan-pelan, Ayah!" suara desahan seorang wanita.

Tubuhku rasanya langsung menggigil, suara itu mirip dengan suara ... Namira.

Pikiranmu berkecamuk, membayangkan ap yang tengah mereka lakukan. Tanganku terkepal, napasku mulai memburu.

“Ouhh ...!”

Lagi, suara itu terdengar lagi.

Hatiku mulai memanas, aku mulai mencari sumber suara dengan emosi yang sudah meluap.

"Ahh ayah, hahaha,"

Langkahku terhenti, mempertajam Indra pendengaran. Suaranya berasal dari arah dapur.

Apa mereka melakukannya disana?

Cih, tidak tau malu!

Aku bergegas berjalan menuju dapur.

"Hei, sedang apa kalian?!" ucapku dengan suara lantang.

Kulihat ayah dan Namira terkejut melihat kedatanganku yang tiba-tiba.

Aku memindai penampilan mereka yang sudah kacau.

Hatiku rasanya panas sekali, aku memejamkan mata sebentar, lalu mengembuskan napas kasar.

Kulihat wajah dan baju mereka basah, entah itu karena air atau ... peluh keringat?

Pikiranku sangat kacau saat ini.

"M--mas, K-kamu ...," Namira terlihat gugup

"Aidan, kamu sudah pulang?" sambung ayah.

"Kenapa? Hem, kalian tidak suka aku pulang cepat? Iya?!" sarkasku.

"Apa aku mengganggu aktifitas kalian?" sambungku lagi.

"Apa maksudmu, Aidan?" tukas ayah.

"B-Bukan begitu, Mas. Aku justru merasa senang," sambung Namira.

"Wow, benarkah?"

"Iya, Mas, kebetulan aku masak banyak hari ini, jadi masakanku tidak terbuang-buang seperti biasanya." ucap Namira, ia tersenyum ke arahku.

"Sejak kapan ayah kemari?"

Aku menelisik wajah mereka.

"Ayah baru saja sampai,"

"Hem, benarkah?" Aku tersenyum mengejek.

"Lalu sedang apa kalian di dapur? Dan kenapa kalian berkeringat?"

"Ka-kami ..." ucap Mereka berbarengan.

Wow menakjubkan! hatiku rasanya ... sakit sekali.

"Sudahlah, kau tidak senang memangnya jika ayah datang kemari?" ujar ayah, mengalihkan pembicaraanku.

"Senang," ucapku datar.

"Rencana ayah ingin menginap disini selama satu minggu,"

Mataku membola, Apa-apaan ini? Apa yang sedang mereka rencanakan di belakangku?

Itu artinya mereka punya banyak waktu untuk bersama, Cih! Tak akan aku biarkan!

"Kenapa?" tanyaku.

"Ayah kesepian disana, disini kan ramai, ada kamu ada Namira." terangnya.

"Sudahlah Mas, kasian Ayah! Biarkan Ayah tinggal disini untuk sementara waktu. Toh, kamar tamu kosong," sahut Namira.

Baiklah, akan aku ikuti cara main mereka. Sepandai apapun kalian menyembunyikan bangkai, pasti akan tercium juga.

Awas kalian!

"Hem, baiklah," Aku mengangguk.

Kulihat wajah Namira berbinar.

***

Malam ini Namira begitu s3ksi sekali, ia mengenakan gaun malam yang sedikit rendah bagian dada.

Sebelum mengetahui perselingkuhannya dengan ayah aku merasa pria yang paling beruntung memiliki istri secantik Namira, tapi sekarang? Kecantikan istriku tidak ada apa-apanya.

Aku mendesah pelan, mengingat perselingkuhannya dengan ayahku sendiri.

"Mira ... diluar ada ayah, kenapa kamu memakai baju seperti itu,"

"Aku gerah, Mas. Lagipula ayah diluar bukan di sini,"

Aku memijat pelipis, tak kuasa mengetahui kenyataan yang pahit ini.

"Mira ... kemarilah," pintaku.

Mira tersenyum, kemudian mendekat ke arahku.

"Apa Mas?" tanya nya.

"Apa kamu masih mencintaiku?" gumamku.

Aku menanti jawabannya, Namira malah tertawa.

"Pertanyaan konyol, sudahlah lebih baik kita tidur saja."

Namira menarik selimut, kemudian membelakangiku.

Aku mengusap wajah gusar.

***

Aku terbangun saat mendapati ranjang di sebelahku kosong, aku melihat ke arah jam dinding, ternyata baru pukul 12 malam,

Aku mengernyitkan kening, mendapati Namira tidak ada di sebelahku.

"Dimana dia?" gumamku.

Aku turun dari ranjang dan bergegas keluar kamar, mencari Namira tanpa suara.

Mendadak perasaanku tak enak, aku mencari di semua ruangan tapi tidak menemukannya.

Lalu di mana istriku itu berada?

Jika Namira tidak ada di semua tempat, hanya ada satu kemungkinan.

Kamar tamu!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   _END_

    Beberapa bulan kemudian, saat hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, Safira mengalami kontraksi yang membawa mereka berdua ke rumah sakit dengan perasaan campur aduk. Azka setia berada di sisinya, menggenggam erat tangan Safira sambil berusaha menenangkan perasaannya sendiri. Meskipun ia tahu bahwa setiap detik berlalu membawa mereka semakin dekat pada momen yang luar biasa, hatinya berdebar hebat. Sepanjang proses persalinan, Azka terus mendampingi Safira, memberi dukungan yang selama ini bahkan tak pernah ia bayangkan bisa ia berikan. Ini adalah sesuatu yang baru baginya, namun ia tahu bahwa ia ingin ada di sisi wanita yang dicintainya, di setiap detik yang berarti.Saat akhirnya bayi mereka lahir, dan tangisan kecil memenuhi ruangan, waktu seakan berhenti bagi Azka. Perasaan haru yang tak pernah ia bayangkan tiba-tiba membanjiri hatinya. Ia menatap bayi kecil yang sedang berada dalam dekapan Safira, begitu rapuh dan mungil, tetapi terasa begitu kuat menarik dirinya. Air matanya p

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Menghabiskan malam bersama

    Masa pemulihan Azka dan Safira selesai. Hari itu, keduanya meninggalkan rumah sakit dengan perasaan yang bercampur, antara lega dan sedikit gentar. Mereka tahu, kali ini mereka akan benar-benar memulai perjalanan sebagai suami istri dengan hati yang lebih terbuka. Di perjalanan menuju rumah, Azka menggenggam tangan Safira erat, seolah-olah ingin meyakinkan dirinya bahwa ia tidak akan melepaskan wanita itu lagi.Setibanya di rumah, mereka saling menatap, lalu Safira tersenyum dan berkata dengan hangat, “Selamat datang di kehidupan kita yang baru, Azka.” Ucapan sederhana itu membuat hati Azka terasa hangat. Dia mengangguk dan membalas senyumnya, kemudian mereka pun masuk ke rumah mereka yang terasa berbeda, lebih hangat, lebih penuh harapan.Hari-hari berlalu, dan mereka mulai menjalani pernikahan dengan sepenuh hati. Azka berusaha menunjukkan kasih sayangnya dalam berbagai hal kecil—seperti membuatkan teh hangat untuk Safira saat pagi, mempersiapkan makan malam bersama, atau sekadar me

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Rumah sakit

    Setelah kecelakaan yang nyaris merenggut nyawa mereka, Azka dan Safira sama-sama dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi luka-luka. Selama beberapa hari mereka harus menjalani masa pemulihan. Setiap hari Azka selalu bangun lebih awal untuk melihat keadaan Safira, memastikan ia baik-baik saja. Rasa sakit dari tubuhnya sendiri terasa tak ada artinya dibandingkan kekhawatiran yang ia rasakan terhadap Safira.Kecelakaan itu telah menjadi titik balik bagi Azka. Dia merenung panjang, memikirkan semua sikapnya selama ini terhadap Safira, semua penolakan dan kebekuan yang ia biarkan tumbuh di antara mereka. Dalam keheningan kamarnya, Azka mulai menyadari betapa dalam dirinya sebenarnya ada perasaan lebih dari sekadar tanggung jawab atau ikatan pernikahan.Suatu pagi, setelah dokter memastikan kondisinya cukup stabil, Azka memutuskan untuk mengunjungi kamar Safira. Dia membuka pintu perlahan, dan mendapati Safira yang masih berbaring lemah di ranjang. Azka duduk di kursi sampingnya, matanya men

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Kecelakaan

    Sesampainya di rumah orang tua Safira, Azka dan Safira turun dari mobil. Azka, yang selama ini memiliki sikap keras dan cenderung angkuh, kini tampak penuh kehormatan saat menyalami Hana dan Fadil. Dia membungkukkan badan, menatap keduanya dengan senyuman sopan. Hana dan Fadil saling berpandangan, tak menyangka bahwa Azka yang dulu mereka kenal sebagai sosok pemberontak kini terlihat penuh hormat di depan mereka.“Selamat sore, Bu Hana, Pak Fadil,” sapa Azka dengan nada hangat, tak ragu untuk memanggil Fadil dengan sebutan “Ayah” layaknya Safira.Keduanya tampak terharu dan sedikit tercengang. Hana tersenyum sambil menyilakan mereka masuk ke dalam rumah. Safira segera memeluk ibunya dengan hangat, seakan melepas rindu yang lama terpendam. Sementara itu, Azka mengobrol santai dengan Fadil, bertanya tentang keseharian dan kondisi kesehatan ayah mertuanya itu. Keakraban Azka dengan Fadil membuat Hana dan Safira tersenyum melihatnya, seakan dinding yang dulu menghalangi hubungan mereka pe

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Kantor

    Pagi hari .... Azka duduk di meja makan dengan segelas kopi di tangan, mengenakan setelan jas rapi dan dasi yang tampak sedikit miring. Wajahnya tampak tenang, namun sorot matanya menyiratkan ketegasan—hari ini adalah hari pertamanya secara resmi menggantikan ayahnya, Aidan, untuk sementara mengelola perusahaan keluarga. Perasaan gugup dan antusias bercampur menjadi satu di dadanya.Safira memperhatikan dari ujung meja, merasa ada yang berbeda dari sosok Azka pagi ini. Ada keseriusan yang tidak biasa dalam tatapannya. Ia berjalan mendekat, menatapnya lembut, lalu berkata, "Kamu ambil cuti kuliah selama satu minggu, Azka?"Azka mengangguk sambil tersenyum tipis. "Iya, Safira. Mulai hari ini, aku akan menggantikan Papa. Dia mempercayakan perusahaan kepadaku selama dia di New York, dan aku… aku tidak mau mengecewakannya."Safira menyunggingkan senyum kecil, merasakan kebanggaan sekaligus haru. Ia paham, keputusan ini bukan hal yang mudah bagi Azka. Ia ingin mendukungnya sepenuhnya, mesk

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Kampus bersama

    Pagi hari ....Sinar matahari perlahan menembus tirai kamar, menciptakan pancaran lembut yang menyelimuti tubuh Safira yang masih terbungkus selimut. Azka, yang sudah lebih dulu bangun, duduk di tepi ranjang dan menatap wajah Safira yang terlelap. Ada kedamaian yang menyelimuti hati Azka saat melihat wanita yang kini menjadi istrinya terlelap di sisinya, begitu tenang, seolah semua ketegangan di antara mereka seakan larut dalam kehangatan malam tadi.Perlahan, Azka mencondongkan tubuhnya dan mengecup pucuk kepala Safira dengan lembut, membiarkan bibirnya menyentuh rambut Safira beberapa kali, seperti sebuah ungkapan kasih yang masih terasa asing baginya. Sentuhannya membuat tidur Safira terusik, dan akhirnya matanya membuka perlahan. Ketika kesadarannya mulai terkumpul, Safira terlonjak, panik, merasa bahwa dirinya mungkin sudah kesiangan. “Jam berapa sekarang?” tanyanya cepat dengan mata yang masih setengah terbuka.Azka tersenyum kecil melihat kepanikan di wajah Safira. “Jam tujuh p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status