Share

CINTA 1950
CINTA 1950
Penulis: Aurora Anindita

Portal Waktu

"Norfi, bangun! Udah jam berapa ini".

Suara mama yang lantang membangunkanku, yang masih ngantuk. Aku melihat jam menunjukkan pukul enam pagi. Seharusnya aku masih bisa tidur lima belas menit lagi, tapi sepertinya mama sedang murka pagi ini. Aku tidak ingin melihat mama berubah jadi monster, jadi ku putuskan untuk segera bangun dan mandi.

"Pagi ma" ujarku sambil setengah merem. Aku masih benar-benar ngantuk. Rasanya malas sekali untuk pergi ke sekolah hari ini.

"Pagi anak mama yang tersayang, tunggu apa lagi. Mandi dong kamu" ujar mama sambil menyiapkan makanan adikku. Aku tinggal bertiga bersama mama dan adikku. Ayahku sudah lama meninggal sejak adikku baru lahir, kurang lebih 12 tahun yang lalu. Usiaku baru menginjak 16 tahun, Agustus nanti. Mama bekerja disebuah perusahaan yang bergerak dibidang tekstil. Mama sudah menjabat sebagai kepala bagian produksi. Kehidupan kami bisa dibilang lebih dari cukup, selain bekerja disitu mama juga ada usaha toko roti yang dikelola oleh tanteku. Kadang kalau hari libur aku biasanya berada disana untuk bantu-bantu. Lumayan, nanti dikasih upah oleh mama.

Kami tinggal disebuah kota kecil. Kota kecil yang masih asri, dikelilingi oleh banyak pepohonan disetiap pekarangan rumah yang ada. Kota ini sangat menenangkan. Setelah mandi dan sarapan, aku pun berangkat menuju sekolah.

Di sekolah aku cukup populer, orang-orang menyebutku playboy, katanya aku sering memainkan hati wanita yang kudekati. Hehe, benar sih. Aku mudah bosan terhadap suatu hubungan, apalagi kalau aku sudah mendapatkan hatinya dengan mudah. Aku merasa tidak lagi ada tantangan yang harus kukejar demi mendapatkan mereka. Kurang gereget rasanya. Lagian, bukan aku yang mengejar cewek-cewek itu. Terkadang mereka yang mendekatiku. Mereka bilang aku tidak terlalu tampan tapi sangat menarik seperti punya aura tersendiri yang membuat orang jadi terpikat. Haha. Konyol sekali. Aku bahkan melihatku seperti orang-orangan sawah. 

"Kamu kok gak ngebuhungin aku sih? Katanya semalam kamu mau telepon aku? Aku nungguin kamu loh" ujar Cindy pagi ini yang tiba-tiba datang dengan wajah menyebalkan.

"Aku ketiduran, ntar malam aja ya" ucapku pada Cindy. Padahal aku sama sekali tidak ingat ada janji mau meneleponnya. Cindy ya itu salah satu fans ku. Aku tidak terlalu tertarik dengannya, banyak orang di sekolah ini yang memujanya, bilang dia Ratu sekolah. Katanya, parasnya menggoda. Dimataku biasa aja tuh. Ga ada menggoda-menggodanya. Selain Cindy aku juga dekat dengan Rina, Jessie, Reva dan Novel.

Diantara mereka berlima hanya Novel yang masuk ke kriteriaku. Novel adalah anak X.4. Dia adik kelasku, aku sekarang kelas XI IPS 3. Novel hitam manis dan pendiam, aku masih terus berusaha agar dia mau meluluhkan hatinya untukku. Sedangkan Rina, Jessie dan Reva adalah kakak kelasku. Hanya Novel dan Jessie yang memang aku dekati secara personal. Sisanya, mereka yang mendekati dan mengejarku. Teman-temanku sempat iri, karena Rina terkenal pemilih dalam pasangan. Bisa-bisanya dia terpikat oleh pesona orang-orangan sawah ini. 

"Fi, lama amat kau datang. Cindy udah daritadi nungguin disini" ujar Farel, temanku.

"Tau deh, udah kaya orang gila nungguin you. Kok bisa ya Cindy se alay itu, padahal biasanya dia ga gitu amat deh" timpal Jonathan.

"Ya, namanya juga pesona Norfi" jawabku sambil masuk ke dalam kelas. Temanku mengisyaratkan pura-pura muntah mendengar kalimat yang aku ucapkan.

Di sekolah aku bukan tipe murid yang nakal. Aku tipe yang mengambil aman, aku tidak ingin mencari gara-gara. Apa susahnya sih ikutin saja aturan yang ada, toh cuma tiga tahun. Ga bakal kerasa kok.  Daripada badung ga jelas terus dihukum. Males banget. Aku juga ga bego-bego amat, aku cukup pintar di pelajaran Geografi, juga cukup oke untuk bermain basket. Tapi aku malas untuk mengikuti klub basket, aku lebih senang menghabiskan masa sekolahku dengan tertawa setiap hari sepulang sekolah bersama Jonathan dan Farel di lapangan kosong dekat rumah Jonathan.

Disitu sangat rimbun dan sejuk, seperti gunung belakang sekolah di Doraemon.

Besok sekolah kami libur selamat tiga hari, karena guru-guru kami kebanyakan banyak yang mengikuti pelatihan.

Aku akan mengunjungi nenekku yang rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah kami, kurang lebih 20 menit. Nenek tinggal bersama tanteku yang mengurus bisnis rpti ibuku. Mereka tinggal bertiga dengan anak tanteku yang masih kecil, seumuran dengan adikku. Tanteku juga sudah kehilangan suaminya 2 tahun yang lalu karena kecelakaan. Aku sudah tidak sabar untuk pergi kesana, aku sudah rindu dengan nuansa khas rumah nenekku. Rasanya begitu asri dan tenang.

Keesokan harinya, aku pun bersiap untuk mengunjungi nenekku. Sepertinya aku akan menginap, adik dan mamaku tidak ikut kali ini. Hanya aku sendiri yang pergi kerumah nenek. Aku mengendarai motorku menuju rumah nenek. Sesampainya disana nenek sudah duduk menungguku diteras rumahnya, senyuman hangat dari seorang nenek terpancar dari jauh.

"Nenek, aduh Norfi kangen banget sama nenek. Sudah 4 bulan kita tidak ketemu ya nek" ujarku sambil memeluk nenek.

"Iya, Nenek kira Norfi sudah lupa sama nenek" ujar nenekku sambil mengelus rambutku dengan lembut.

"Ga mungkin dong nek, Norfi kan sayang sama Nenek"

"Kamu ganti baju, habis itu makan ya. Tandi tantemu sudah masak dari pagi. Ada ayam cabe hijau favorit kamu tuh" ujar nenek. Aku pun mengangguk dan segera masuk kedalam rumah nenek. Setelah ganti baju dan menyantap makanan yang sudah disediakan aku menghampiri nenek yang sedang merajut di ruang tengah. "Nenek masih suka merajut ya, mau buat apa Nek?" tanyaku pada nenek

"Mau buat baju untuk Ciko" jawab nenek sambil tersenyum. Ciko merupakan kucing hitam kesayangan nenek. Ciko sangat gendut dan lucu.

"Norfi, mumpung kamu disini boleh tidak nenek mau minta tolong carikan kotak warna putih digudang, disitu nenek menyimpan banyak sekali benang rajutan, tante kamu kemarin waktu beres-beres kebawa sama kotak itu, terus ditaruh digudang. Nenek lupa setiap mau minta tolong tantemu ambilkan lagi" ujar nenek.

"Boleh dong nek, Norfi ambilkan dulu ya" ujarku pada nenek.

Aku pun pergi ke gudang dibelakang rumah nenek. Gudangnya terbuat dari kayu, terpisah dari rumah utama. Gudangnya cukup besar, disini nenek menyimpan banyak sekali barang-barang bekas kakek. Kakek ku dulu merupakan seorang arsitek, dia sering membuat barang-barang seperti meja dan kursi yang indah sekali untuk nenek, saking banyaknya nenek menyimpan kenang-kenangan itu digudang. Aku membuka gudang mencari apa yang nenek bilang, beruntung baru saja masuk aku sudah menemukan kotak itu diatas lemari. Aku segera mengambilnya.

Aku baru saja berjalan melangkah keluar, ketika ku dengar ada bunyi aneh yang berasal dari balik lemari kecil dibagian belakang gudang. Bunyinya seperti bunyi mesin pesawat. Aku pun mendekat, bunyi itu terdengar semakin jelas dan dekat sekali. Aku cukup gugup, takut kalau itu adalah bunyi dari binatang buas seperti ular. Saat aku geser lemari itu, betapa terkejutnya aku melihat sebuah bolongan hitam besar yang menempel di dinding. Aku segera berlari keluar melihat bolongan itu dari luar, tidak tembus. Aku tidak percaya dengan apa yang ku lihat, aku kembali kedalam dan mendekati lubang itu. Pelan-pelan ku arahkan ke dalam lubang yang mengeluarkan bunyi itu, saat sudah dekat tiba-tiba aku tersedot masuk kedalam. Kotak putih itu terjatuh, Aku berteriak dan memejamkan mata, rasanya badanku melayang tinggi sekali. Aku takut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status